Mohon tunggu...
Wahyu Tanoto
Wahyu Tanoto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Terlibat Menulis buku panduan pencegahan Intoleransi, Radikalisme, ekstremisme dan Terorisme, Buku Bacaan HKSR Bagi Kader, Menyuarakan Kesunyian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

BNM: Korban Pelecehan yang Terancam Bui dan Denda 500 Juta Rupiah

19 November 2018   15:08 Diperbarui: 21 November 2018   11:26 677
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: http://wartakota.tribunnews.com

Persoalan pelecehan seksual tampaknya masih dianggap tabu meskipun sekedar diperbincangkan. Bagaimana tidak? Viralnya kasus BNM yang divonis bersalah karena merekam pembicaraan "bosnya" ditempat dia mengajar menjadi catatan mengerikan bagi penegakkan hukum di indonesia. 

Saya percaya jika persoalan pelecehan seksual ini tidak mendapatkan perhatian serius dari negara, maka para korban pelecehan seksual bisa menjadi takut atau bahkan enggan melapor karena ketiadaan perangkat hukum yang akan melindunginya, sedangkan para bajingan atau pejahat seksual dengan sesuka hati berkeliaran tanpa tersentuh hukum atau tidak memperoleh sanksi. Benarkah sudah tidak ada  keadilan di negeri ini?

Kasus ini bermula ketika BNM dilecehkan oleh Haji Muslim Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram. Haji Muslim menceritakan pengalaman pribadinya berhubungan seksual dengan perempuan lain yang bukan istrinya melalui sambungan telekomunikasi telepon. Menurut laman https://www.cnnindonesia.com/nasional/20181114133306-12-346485/kronologi-kasus-baiq-nuril-bermula-dari-percakapan-telepon perbincangan tersebut terus berlanjut dengan nada-nada pelecehan terhadap BNM. Haji Muslim, sebagai kepala sekolah menelepon BNM lebih dari sekali, sehingga BNM merasa terganggu dan merasa dilecehkan oleh Haji Muslim secara verbal. Tak hanya itu, orang-orang di sekitarnya menuduhnya memiliki hubungan gelap dengan Haji Muslim.

Karena tidak nyaman dan ingin membuktikan bahwa dirinya tidak ada hubungan dengan Haji Muslim seperti yang dibicarakan oleh orang-orang disekitarnya, BNM memberanikan diri merekam percakapan tersebut. BNM menyimpan rekaman tersebut, namun tidak untuk disebarluaskan karena BNM khawatir dan takut dipecat dari pekerjaannya sebagai pendidik di sekolah tersebut, maka BNM tidak berani melaporkan peristiwa tersebut.

Suatu waktu rekan kerja BNM, Imam Mudawin meminta rekaman tersebut dan melaporkan tindakan pelecehan yang dilakukan oleh Haji Muslim selaku kepala sekolah SMAN 7 kepada Dinas Pendidikan kota Mataram dan instansi lainnya. Singkat cerita, Haji Muslim dimutasi dari jabatannya. Sekali lagi hanya dimutasi tanpa ada sanksi apapun dari dinas terkait. Apakah mutasi dapat diartikan sebagai sanksi? Tentu saya sangsi menanggap hal tersbut sebagai sanksi. Dalam perjalanan kasus ini, Haji Muslim tidak terima dengan perekaman tersebut, lalu melaporkan kepada kepolisian.

Saat ini boleh jadi gambaran perasaan BNM, seorang korban pelecehan seksual yang dinyatakan bersalah sedang menangis sambil bertanya, dimanakah keadilan di negeri ini saat dibutuhkan? Dimanakah kehadiran negara ketika rakyatnya menjerit? BNM, seorang pendidik (guru) honorer di SMAN 7 Mataram yang mendapatkan vonis enam bulan penjara dan denda sebesar lima ratus juta rupiah dalam kasus perekaman kesusilaan oleh Mahkamah Agung memutuskan BNM bersalah telah melanggar pasal 27 ayat 1 UU ITE yang dianggap menyebarkan informasi elektronik yang mengandung muatan asusila.

Proses berjalan, kasus ditangani oleh pengadilan negeri Mataram pada 2017. Majelis hakim memutuskan BNM bebas dan tidak terbukti menyebarkan percakapan tersebut. Semua ahli yang dihadirkan menyatakan jika tuduhan kepala sekolah SMAN 7 kepada BNM mentransfer, mendistribusikan atau menyebarkan percakapan yang direkam tidak terbukti sama sekali.

Dikutip dari laman http://wartakota.tribunnews.com/2018/11/18/kronologi-menyebarnya-rekaman-mesum-mantan-kepsek-mataram-yang-menyeret-baiq-nuril-maknun menyebutkan bahwa berdasarkan Salinan Putusan Pengadilan Negeri Mataram Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.MTR yang diperoleh Warta Kota, berikut kronologi tersebarnya rekaman percakapan mesum sesuai keterangan BNM di persidangan:

Menimbang, bahwa Terdakwa di persidangan telah memberikan keterangan, yang pada pokoknya, sebagai berikut:

1. Bahwa terdakwa dalam keadaan sehat walafiat, jasmani rohani;

2. Bahwa Terdakwa Baiq Nuril Makmun pada waktu kejadian adalah bekerja sebagai tenaga honorer yang membantu bendahara SMAN 7 Mataram yaitu perempuan Landriati;

3. Bahwa terdakwa dan Landriati sering diajak oleh saksi korban Haji Muslim sebagai Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram untuk bekerja lembur di luar kantor sekolah, yaitu di hotel Puri Saron, Senggigi:

4. Bahwa tentang data rekaman digital elektronik yang berisi pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa adalah benar merupakan hasil rekaman pembicaraan melalui handphone yang dilakukan terdakwa bahwa data rekaman digitai elektronik yang berisi pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa sebagaimana barang bukti digital elektronik yang diperlihatkan di persidangan adalah merupakan rekaman pembicaraan atas peristiwa atau kejadian yang nyata tentang cerita saksi Haji Muslim ketika melakukan persetubuhan atau hubungan badan dengan perempuan Landriati di sebuah kamar hotel Puri Saron Senggigi,

5. Bahwa sebelum perekaman pembicaraan melalui handphone tersebut terdakwa bersama anaknya yang masih kecil diajak kerja lembur oieh Haji Muslim bersama Landriati di sebuah kamar hotel Puri Saron Senggigi;

6. Bahwa ketika Haji Muslim bersama Landriati memasuki kamar hotel, dan

ketika Landiati masuk ke kamar mandi kamar, Haji Muslim menyuruh terdakwa bersama anaknya yang masih kecil agar bermain di kolam renang, sementara Haji Muslim dan Landriati masuk kamar berdua dan menutup rapat pintu kamar;

7. Bahwa kurang lebih satu setengah jam kemudian, terdakwa menuju kamar hotel yang di dalamnya ada Haji Muslim dan Landriati tersebut, dan ketika pintu kamar hotel terdakwa buka, Haji Muslim berdiri menunjukkan kain sprei tempat tidur yang bercecer sperma, lalu Haji Muslim menunjukkan sambil berkata "ini bekas saya habis berhubungan, sehingga sperma saya muncrat sekali, kenapa kamu cepat datang ke kamar?," lalu terdakwa melihat Landriati keluar dari kamar mandi, yang sudah berpakaian rapi;

8. Bahwa kemudian terdakwa pulang ke rumahnya, dan ketika sore harinya Haji Muslim menelepon terdakwa sambil kembali menceritakan kejadiannya bagaimana gaya berhubungan badan (persetubuhan) Haji Muslim bersama Landriati di kamar hotel Puri Saron Senggigi tersebut;

9. Bahwa pada waktu pembicaraan atau percakapan melalui handphone itu terdakwa merekamnya tanpa sepengetahuan Haji Muslim, yang sekarang bukti rekaman dan handphone Samsung warna hitam silver telah disita dan diperlihatkan di persidangan tersebut;

10. Bahwa saksi Haji lmam Mudawin pernah meminta rekaman pembicaraaan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut, tetapi terdakwa tidak langsung memberikan karena tidak berani memberikan rekaman tersebut, tetapi Haji imam Mudawin selalu mendesak untuk meminta bukti rekaman tersebut dengan alasan isi rekaman tersebut akan diadukan (dilaporkan) ke DPRD Kota Mataram sebagai barang bukti;

11. Bahwa setelah itu, pada waktu sekitar bulan Agustus 2015 akhirnya terdakwa memberikan rekaman tersebut kepada Haji Imam Mudawin setelah berjanji saling ketemu di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram, dengan permintaan terdakwa agar isi rekaman itu jangan disebarkan dan hanya sebagai bahan laporan ke DPRD Kota Mataram saja kepada Haji imam Mudawin yang ketika itu didengar dan disaksikanoleh saksi Husnul Aini dan Laiu agus Rofiq (kakak ipar terdakwa);

12. Bahwa perekaman tersebut terdakwa lakukan pada sekitar bulan Agustus 2012 sekira pukul 16.30 WITA;

Menimbang, bahwa berdasarkan fakta hukum in-concreto di persidangan, bermula dari permintaan saksi Haji Imam Mudawin untuk meminta rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa dalam barang bukti digital tersebut kepada terdakwa; yang kemudian pada bulan Desember 2014 bertempat di halaman kantor Dinas Kebersihan Kota Mataram,

Saksi Haji imam Mudawin datang membawa seperangkat komputer laptop berikut kabel data miliknya menemui terdakwa bersama anak kandungnya yang masih kecil yang disaksikan oleh saksi Husnul Aini dan saksi a de charge Lalu Agus Rofiq terbukti bahwa saksi Haji mam Mudawin yang aktif melakukan perbuatan meminta rekaman digital yang tersimpan di dalam handphone merek Samsung warna hitam silver milik terdakwa;

Kemudian saksi Haji Imam Mudawin yang menghidupkan perangkat laptop miliknya dan mencolokkan kabel data di dua perangkat elektronik handphone milik terdakwa ke perangkat laptop milik saksi Haji mam Mudawin;

Sehingga data elektronik rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa di dalam handphone merek Samsung warna hitam silver milik terdakwa tersebut berhasil di-copy, dikirimkan (send to) dan disimpan di perangkat komputer laptop merek Toshiba warna coklat milik saksi Haji Imam Mudawin.

Menimbang, bahwa kemudian saksi Haji imam Mudawin memberikarn hasil copy data elektronik rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut kepada Sri Rahayu, S.Pd dan Mulhakim, S.H. yang disimpan di flashdisk milik masing-masing, dan;

Selanjutnya Mulhakim, S.H. memberikan copy rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa dari flashdisk-nya tersebut kepada saksi a de charge Muhajidin, S.Pd. (guru kimia, SMAN 7 Mataram) di ruang Laboratorium Komputer SMAN 7 Mataram yang ter-copy dan tersimpan di flashdisk;

Kemudian saksi Haji Imam Mudawin juga memberikan hasil copy data elektronik rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut kepada Mulhakim S.H. di ruang Bimbingan dan Konseling SMAN 7 Mataram;

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan saksi Haji mam Mudawin untuk meminta data elektronik rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim (saksi korban) dan terdakwa tersebut adalah untuk digunakan saksi Haji imam Mudawin sebagai bahan laporannya ke DPRD Kota Mataram dan untuk membersihkan nama baik SMAN 7 Mataram dari perbuatan asusila;

Menimbang, bahwa demikian pula terungkap sebagai fakta hukum dipersidangan, bahwa saksi a de charge Muhajidin, S.Pd (guru kimia SMAN Mataram) setelah menerima data elektronik rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa dari Muihakim, S.H. yang telah diberikan oleh saksi Haji Imam Mudawin tersebut;

Terbukti bahwa Mulhakim, S.H. juga telah meng-copy sebanyak tujuh data rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut yang disimpan di laptop/notebook merek Asus warna hitam dan handphone merek Samsung warna putih milik Mulhakim, S.H. kepada Haji Muslim (korban) di perangkat komputer laptop milik Haji Muslim dan;

Saya Mulhakim, S.H. dari perangkat handphone Samsung warna putih miliknya melalui fasilitas bluetooth telah mentransfer dan mengirimkan data elektronilk rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut kepada saksi Dra. Hj Indah Deporwati, M.Pd selaku Pengawas SMAN 7 Mataram untuk bahan data laporan ke Dinas Pendidikan Kota Mataram;

Kepada Muhali (Guru agama islam SMAN 7 Mataram) kepada Lalu Wirebakti (Humas dan guru SMAN 7 Mataram), kepada Hanafi (Kepala KCD Ampenan), kepada Sukrian Pembina Pramuka SMAN 7 Mataram), kepada Drs. H. sin (Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Mataram) di perangkat handphone masing-masing 7.

Menimbang, bahwa perbuatan saksi Haji imam Mudawin, Mulhakim S.H. dan saksi a de charge Muhajidin, S.Pd yang aktif memindahkan, mentransfer, mengirimkan dan menyebarkan data elektronik yang merupakan Informasi Elektronik tentang data rekaman digital pembicaraan atau percakapan antara Haji Muslim dan terdakwa tersebut yang ditujukan kepada orang lain, yaitu saksi Dra. Hj. Indah Deporwati, MPd, Muhalim Lalu Wirebakti, Hanafi, Sukrian, dan Drs. H. Isin dapat dikategorikan sebagai perbuatan "mendistribusikan" dan "mentransmisikan" serta "membuat dapat diaksesnya "Informasi Elektronik".

Dalam perjalanan kasus tersebut, jaksa mengajukan kasasi. Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi dan membatalkan putusan pengadilan negeri Mataram setelah sebelumnya menyatakan BNM bebas. Putusan MA menyebut jika BNM dinyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana UU ITE dengan ancaman pidana enam bulan dan denda lima ratus juta rupiah. Jika denda tersebut tidak dibayarkan makan akan diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan. Bisakah anda bayangkan seorang korban pelecehan seksual malah dikurung dan di denda gegara merekam pembicaraan konten melecehkan harga diri perempuan? Kiranya nalar sehat sangat sulit mencernanya.

Alasan MA memutus BNM bersalah karena dianggap telah melanggar Pasal 27 ayat 1 UU ITE menyebarluaskan informasi elektronik yang mengandung muatan asusila. Memang, pada akhirnya BNM menyatakan berniat mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasi MA dengan nomor 574/Pid.Sus/2018 yang memvonis BNM bersalah atas perekaman konten yang BNM lakukan.  Dalam beberapa kesempatan BNM menegaskan bahwa sebenarnya dirinyalah korban pelecehan seksual tersebut. Oleh karenya BNM meminta hukumannya diringankan dan berharap tidak dipenjara.

Kasus ini akhirnya mendapat perhatian publik dan mengundang empati dari pelbagai kalangan; aktivis gender, akademisi, penggiat anti kekerasan seksual, organisasi, LSM dan individu-individu yang memiliki kepedulian terhadap kasus ini. Bahkan BNM secara khusus meminta keadilan kepada Presiden Joko Widodo. "Saya tidak bersalah. Saya minta keadilan yang seadil-adilnya," kata BNM, sebagaimana dikutip dari laman https://nasional.kompas.com/read/2018/11/15/16065251/penjelasan-ma-soal-putusan-kasasi-kasus-baiq-nuril-maknun.

Dalam konteks ini saya ingin menyampaikan jika para korban pelecehan seksual biasanya cenderung "DIAM" dan mendapatkan perlawan sedemikian rupa oleh para pelakunya. Dari beberapa pengalaman yang saya ketahui, korban pelecehan seksual ternyata harus berjuang sendiri melawan ketidakadilan. Sudah menjadi korban, terstigma, mendapatkan perlakuan diskriminatif serta dirundung oleh lingkungan sekitarnya karena melaporkan peristiwa yang di alaminya. Untuk mencegah dan meminimalisir kejadian serupa para korban pelecehan seksual seharusnya mendapatkan apresiasi setinggi-tingginya oleh negara karena berani mengungkapnya. Selain itu, para korban pelecehan semestinya mendapatkan perlindungan dari negara agar terhindar dari segala macam bentuk ancaman yang sangat mungkin dilakukan oleh pelaku dan orang-orang yang se-kubu dengan pelaku. Semoga kasus ini tidak menyurutkan keberanian perempuan memperjuangkan hak dan keadilan. Wallohu a'lam. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun