“Aku mencintaimu”
Kalimat sakti itu mengalir dari bibirnya
Terpaku aku …
...Tatap bola matanya yang dalam dan terasa begitu luas
Bahkan lebih luas dari Samudra bumi ini
Tak berani ku selamiHanya berdiri di tepian nya
Tanyaku …
bila kau melihatku tersenyum, apa yang akan kau lakukan ?
“Aku pun ikut tersenyum bersamamu”
Meski kau tak tahu sebab senyumku itu ?
“Kau tersenyum karena suasana hatimu sedang baik, untuk apa aku bertanya kenapa kau tersenyum. Cukup bagiku tahu bahwa kau baik-baik saja”
Bila kau lihat aku dalam amarah, apa yang akan kau lakukan ?
“Aku berikan kau sejuk senyumanku, sirami hatimu yang gerah.”
Meski kau tak tahu sebab amarahku itu ?
“Bila kau amarah, aku tak kan amarah. Kusejukkan amarahmu dengan senyumanku. Agar suasana hatimu kembali menjadi baik.”
Bila kau lihat aku menangis dalam diam, apa yang akan kau lakukan ?
“Tak akan ku beri kau senyuman, tak akan ku beri kau amarah. Aku hanya akan memelukmu…mendekapmu…hingga air matamu berhenti mengalir. Hingga tubuhmu berhenti bergetar. Hingga hatimu berhenti bersedih. Dan aku akan terus mendekapmu… tak akan ku lepas lagi. Karena tak kan kubiarkan kau menangis.”
Bila aku mati dalam pelukanmu, apa kau akan menangis ?
“Tidak sayangku. Aku tak kan tangisi kepergianmu. Aku sungguh jatuh cinta padamu. Tapi cinta-Nya padamu melebihi cinta mahluknya yang mana pun. Mungkin kan ku cemburui kepergianmu.”
Tersenyum aku dalam hati
Telah datang dia yang ku nanti
Mengapa harus kusimpan amarah
Mengapa harus kusimbah airmata
Dia mampu buatku tersenyum
Karena ….
“Aku pun mencintaimu”
*punya kumala
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H