Mohon tunggu...
Ahmed Ganda
Ahmed Ganda Mohon Tunggu... -

saya ya saya, mau apa aja ya tetap saya!

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Beras untuk Sang Gagak

7 Oktober 2011   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:14 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beras sudah ditanak

Lirih rindu ibu anak

Kepul asap dari celah serapah

Ibu menangis, bertanya pada anak

“Adakah lagi yang berarti dari yang mati?”

Anak hanya mendongkak perih, linu, dan rindu

Ibu menangis, bertanya anak padanya

“Mak, apakah lagi arti dari yang berarti ketika beliau telah mati?”

Ibu menangis dan meraba dan menjawab

“Ada nak, lirih sendu bahagia mu!!”

Anak ingin beranak

Ibunya menolak, dan menyerapah

“Anak haram mu, ku tolak dunia akhirat!”

Anak menangis, ibunya berontak

“Anak haram, entah dari tetes mani siapa!!”

Anak menangis, sesegukan . . .

(Teriak lawak sang gagak, riakkan heningnya pinggir kali sebelah gedung Asia Afrika)

Beras sudah ditanak

Tawa riang ibu, anak, dan bapak

Kepul asap dari celah knalpot mobil berkilap tanpa atap

Ibu bertanya, anak terbahak

“Kamu akan jadi orang?”

Dan anak lantang menjawab

“Iya bu, Orang Jalang”

Semobil terbahak

Sang bapak bangga pada anak

(Teriak lawak sang gagak, kotori langit lembayung paris van java)

Beras sudah ditanak

Tawa riang koruptor tamak

Polisi korup

Pejabat korup

Dosen korup

Musikus korup

Dokter korup

Pengemis korup

Saudagar korup

Semua korup

(Teriak lawak sang gagak, cengkerami langit malam by pass soekarno hatta)

Euis hanya tergolek

Ditangannya seutas tambang

Dia mati bunuh diri

Bergelantungan di jembatan depan BiP

Di janinnya ada segumpal mani dari para yang korup dan bapak yang terbahak

(Teriak lawak sang gagak, akhirnya dia menangis sendiri)

10.04 pm, 23 Agustus 2009

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun