Mohon tunggu...
Adam Sundana
Adam Sundana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Prodi PJJ Komunikasi - Universitas Siber Asia

Penggemar media sosial dan teknologi rintisan, penikmat fotografi, bercita-cita jadi petani.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kesehatan Mental Remaja dari Pengaruh Media Sosial

23 Mei 2022   21:31 Diperbarui: 24 Mei 2022   08:42 854
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak pernah terdengar pada 2 dekade yang lalu ketika seorang remaja membawa ponsel pintar setiap saat, dimana terus-menerus memeriksa berbagai profil media sosial mereka. 

Saat ini, media sosial tampaknya menjadi bagian terpenting dari kehidupan remaja. Banyak remaja menggunakan platform populer seperti Instagram, Facebook, WhatsApp, Twitter dan TikTok. 

Menurut data Reportal pada Februari 2022 Indonesia memiliki 197,4 juta pengguna aktif media sosial[1]. Demografi lebih detil pada data tersebut menampilkan sebanyak 11,5% berusia 13-17 Tahun, dan 32% berusia 18-24 Tahun. 

Menurut WHO (Who Health Organization) remaja merupakan periode usia 10 sampai 19 tahun. Menurut PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) usia remaja berada dikisaran usia 15 sampai 24 tahun[2].

Total jumlah dari kedua kelompok usia remaja pada data Reportal menunjukan pengguna aktif Media Sosial di Indonesia sebanyak 43,5% atau sekitar 85,9 juta pengguna.

Remaja dapat memperoleh manfaat dari ketersediaan media sosial karena memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dan melakukan interaksi yang bermanfaat meski tinggal berjauhan. Mereka juga bisa mendapatkan kenalan baru dan berpotensi mendapatkan bantuan dari remaja lain saat mereka membutuhkannya.

Namun, media sosial mungkin memiliki konsekuensi negatif bagi kesehatan mental remaja, seperti membuat mereka merasa berkewajiban untuk daring sepanjang waktu atau mengekspos mereka pada kemungkinan perundungan siber, yang keduanya dapat berdampak negatif pada kebahagiaan dan harga diri seorang remaja. 

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata sehat berarti baik seluruh badan serta bagian-bagiannya (bebas dari sakit), waras, yang mendatangkan kebaikan pada badan, sembuh dari sakit, baik dan normal (tentang pikiran)[3]. Sedangkan kata mental memiliki arti bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang bukan bersifat badan atau tenaga[4].

Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya[5].

Meskipun menghentikan penggunaan media sosial sepenuhnya adalah sebuah pilihan, orang tua dan remaja seharusnya bekerja sama untuk menetapkan batas waktu yang masuk akal untuk menggunakan media sosial karena penggunaannya dapat mengandung efek positif pada kesehatan mental juga.

Dampak Positif

Kesehatan mental remaja bisa mendapatkan keuntungan dari media sosial, yang memungkinkan mereka untuk berkomunikasi dengan teman-teman yang tinggal jauh. 

Jika teman telah pindah, mereka mungkin masih tetap berhubungan melalui media sosial, yang dapat membantu menjaga persahabatan dan meningkatkan kebahagiaan, yang pada akhirnya membantu kesehatan mental mereka. 

Menurut Demir dkk dalam Febrieta (2017), Kehadiran hubungan persahabatan dan jumlah waktu yang dihabiskan dengan sahabat dapat membuat seseorang bahagia daripada mereka yang tidak memiliki teman atau sahabat dekat[6].

Remaja juga dapat menggunakan platform media sosial untuk mengekspresikan diri dan menerima dukungan dan bantuan ketika mereka membutuhkannya. 

Dari penelitian yang dilakukan oleh Cahyani terhadap Generasi Z memberikan informasi bahwa, “Dukungan sosial yang diterima generasi Z dalam menggunakan media sosial adalah dukungan emosional dan dukungan informasional. Dukungan emosional berupa komentar, dan simbol like di setiap postingan di media sosial.” [7] 

Hal ini dapat membantu remaja yang menderita penyakit mental atau mengalami kesulitan membangun identitas mereka. Menerima dorongan dari orang lain melalui media sosial dapat membantu mereka menjadi lebih bahagia, yang berdampak baik pada kesehatan mental mereka. 

Dampak Negatif

Media sosial mungkin memiliki efek menguntungkan dan merugikan pada kesehatan mental remaja.

Fear Of Missing Out (FOMO) kondisi dimana ketakutan akan kehilangan adalah salah satu kekhawatiran yang mungkin dialami anak-anak saat menggunakan media sosial. 

Remaja mungkin merasa terdorong untuk terus aktif di berbagai situs media sosial mereka untuk mencegah ketinggalan akan apa pun yang dilakukan temannya. 

Kekhawatiran ini dapat menyebabkan individu lebih menyukai media sosial daripada interaksi langsung atau kebiasaan tidur yang baik, karena mereka mungkin memeriksa media sosial di tengah malam.

 Kurang tidur dan kurangnya tatap muka langsung dapat berkontribusi pada perasaan kesepian dan putus asa, yang keduanya merugikan kesehatan mental remaja. 

Dari hipotesis yang dilakukan oleh Hariadi (2018), menemukan ada hubungan antara Fear of Missing Out dengan kecanduan media sosial pada remaja pelajar di MAN Surabaya. Ini menyiratkan bahwa semakin tinggi Fear of Missing Out, semakin besar kecanduan media sosial, dan sebaliknya.[8]

Perundungan siber dapat menyebar melalui media sosial. Kesehatan mental seorang remaja mungkin akan sangat dirugikan oleh perlakuan ini. Seorang remaja yang diintimidasi mungkin menderita dari merasa rusaknya harga diri, kesepian, kesedihan, kecemasan, dan bahkan mencoba bunuh diri. 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Witjaksono dkk (2021), sebanyak 82 responden dari 100 responden pernah mendapatkan tindakan perundungan siber. 

Tindakan perundungan siber ini banyak didasari oleh rasa iseng maupun bercanda, namun tanpa disadari tindakan tersebut dapat menjadi salah satu bentuk perundungan siber[9]. 

Alasan yang masuk akal

Jika media sosial berdampak negatif pada kesehatan mental remaja, mungkin masuk akal untuk meninggalkan media sosial. Namun, ini mungkin bukan solusi yang baik, karena memisahkan remaja dari media sosial sama sekali dapat memperburuk emosi negatif. 

Karena menghilangkan media sosial sepenuhnya juga akan menghilangkan pengalaman positif yang bisa dimiliki remaja, seperti mengobrol dengan teman dari jauh atau menerima banyak dukungan daring. Jika pengalaman positif yang sudah dinikmati remaja diambil,  mereka mungkin akan merasa lebih buruk.

Karena masalah remaja dengan media sosial berbeda-beda, penting bagi orang tua dan remaja untuk bekerja sama guna menemukan apa sebenarnya yang menyebabkan perasaan negatif dan bagaimana mereka dapat menyelesaikannya. 

Mungkin ada aspek tertentu dari platform media sosial yang mengganggu remaja, atau mungkin seluruh platform atau orang-orang di sekitar mereka yang harus mereka hindari. 

Remaja yang berbeda memerlukan solusi yang berbeda untuk masalah mereka, dan penting bagi remaja dan orang tua untuk berkomunikasi secara efektif guna mengidentifikasi masalah dan solusi ini. 

Dengan mengambil pendekatan ini, orang tua dapat membantu remaja membatasi waktu yang mereka habiskan di media sosial hingga jumlah yang wajar dan sehat, atau menghapusnya sama sekali jika perlu, yang dapat membantu meningkatkan kesehatan mental mereka secara keseluruhan.

Kesimpulannya, media sosial dapat memiliki efek positif dan negatif pada kesehatan mental remaja. Jika kesehatan mental remaja mulai terpengaruh secara negatif oleh media sosial, penting bagi orang tua dan remaja untuk bekerja sama untuk menemukan penyebab perasaan negatif mereka dan mencari batasan yang wajar untuk waktu yang dihabiskan di media sosial. Dengan melakukan ini, seharusnya ada peningkatan kesehatan mental remaja secara keseluruhan.

Referensi

  1. Digital 2022: Indonesia — DataReportal – Global Digital Insights
  2. Fatimahtuzzahro (2017), Pengaruh Cognitive Restructuring Terhadap Perubahan Perilaku Game Online Addiction Pada Remaja Usia 12-14 Tahun (Studi di SMP Wahid Hasyim Kota Malang), hal 11 - UMM Institutional Repository
  3. Sehat - KBBI Daring (kemdikbud.go.id)
  4. Mental - KBBI Daring (kemdikbud.go.id)
  5. Riani (2021), Perhatikan Kesehatan Mental Anak Sejak Dini, hal 3 | iPusnas Digital Library
  6. Febrieta (2017), Efek kesepian terhadap hubungan antara persahabatan dan kebahagiaan, hal 63 (researchgate.net)
  7. Suryani, Dukungan Sosial di Media Sosial, hal 259 (uksw.edu)
  8. Hariadi (2018), Hubungan Antara Fear Of Missing Out (FOMO) Dengan Kecanduan Media Sosial Pada Remaja - (uinsby.ac.id)
  9. Witjaksono dkk (2021), Fenomena Cyberbullying pada Mahasiswa di DKI Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun