Kecelakaan kerja merupakan salah satu risiko yang selalu mengintai di berbagai sektor industri. Baik itu di sektor manufaktur, konstruksi, pertambangan, atau bahkan di industri jasa, kecelakaan kerja dapat terjadi kapan saja dan di mana saja.
Ada banyak jenis kecelakaan kerja yang rentan dialami para pekerja saat melakukan tugas, mulai dari terjatuh, tertimpa benda yang jatuh, tertumbuk/terjepit/terkena benda untuk perangkat bekerja, terpapar suhu ekstrem, tersengat arus listrik, mengalami kontak dengan bahan berbahaya, hingga terkena efek radiasi.
Mirisnya, kecelakaan kerja tersebut tidak hanya terpusat di satu bidang industri. Namun, hampir merata di semua bidang pekerjaan. Bahkan di bidang industri pariwisata pun yang notabene untuk kegiatan liburan dan bersenang-senang tak luput dari kecelakaan kerja.
Masih ingat tragedi jatuhnya elevator yang menyebabkan tewasnya lima karyawan salah satu resort mewah di Bali pada September 2023 lalu? Nah, itu hanya salah satunya.
Ada banyak kecelakaan kerja yang dialami karyawan saat melakukan tugas. Beberapa waktu lalu (9/5/2024), bahkan terjadi kecelakaan kerja memilukan di salah satu perusahaan sawit di Nunukan, Kalimantan Utara.
Seperti yang dilansir kompas.com, korban  yang merupakan seorang helper meninggal dunia karena terjepit mesin conveyor saat melakukan perebusan Tandan Buah Segar (TBS).
Setiap tahun, kasus kecelakaan kerja di Indonesia umumnya memang terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, tahun 2017 angka kecelakaan kerja yang dilaporkan sebanyak 123.041 kasus, tahun 2018 meningkat menjadi 173.105 kasus, tahun 2019 sempat menurun menjadi 114.000 kasus, akan tetapi pada 2020 melonjak kembali menjadi 177.000 kasus.
Lalu yang mencengangkan lagi, sepanjang tahun 2023 bahkan mencapai 370.747 kasus. Setelah dua tahun sebelumnya sebanyak 234.370 kasus untuk tahun 2021, dan 265.335 kasus untuk tahun 2022.
Lalu, apa yang harus dilakukan karyawan, perusahaan, dan pemerintah agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi? Agar situasi kerja relatif aman dan kondusif?
Menjalankan Manajemen K3 dengan Baik dan Benar
Berdasarkan jurnal dari Program Magister Hukum Universitas Indonesia berjudul "Tanggung Jawab Pengusaha dan Pekerja dalam Penerapan K3 pada Proyek Konstruksi Ditinjau dari Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Para Pihak" yang ditulis Rahadian Ratry, agar situasi kerja aman dan kondusif, diperlukan peran dari berbagai pihak yang terlibat untuk menjalankan manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Masing-masing pihak mempunyai hak dan tanggung jawab bersama untuk saling mendukung agar manajemen K3 dapat dilaksanakan secara benar sesuai peraturan perundang undangan yang berlaku.Â
Perusahan tidak sebatas menyediakan peralatan standar K3 seperti alat pelindung diri (APD) dan kotak kesehatan darurat, akan tetapi juga menjalankan metode kerja yang memungkinkan pekerja secara tidak langsung diberi pelajaran mengenai K3 dalam setiap pelaksanaan pekerjaan.
Perusahaan dapat menugaskan petugas khusus untuk mengajarkan, mengingatkan, mensosialisasikan apa yang harus dilakukan agar pekerja dapat terhindar dari risiko terjadinya kecelakaan kerja.
Ada kalanya beberapa pekerja tidak memahami pelaksanaan pekerjaan yang aman. Atau malah sudah tahu, tetapi tidak menjalankan metode kerja yang sudah ditentukan sesuai K3.
Nah, tugas perusahaan mengatur agar metode kerja berjalan dengan tahapan yang seharusnya melalui penetapan pengawasan yang baik dan benar sesuai dengan manajemen K3.
Sementara, pekerja juga harus patuh dan menjalankan seluruh proses pekerjaan sesuai dengan K3 yang sudah ditetapkan perusahaan sesuai dengan perundang-undangan. Tidak ada yang diabaikan, tidak ada yang dilewatkan.
Sedangkan peran pemerintah, membuat acuan dan aturan sehingga setiap pelaku usaha memiliki pedoman yang jelas dalam menegakan aturan terkait K3 di perusahaan masing-masing.
Sudah Diterapkan di PT GNI
Salah satu perusahaan yang sudah menerapkan manajemen K3 dengan baik di lingkungan kerja adalah PT Gunbuster Nickel Industry (GNI). Â Berdasarkan informasi dari kompas.id, PT GNI bahkan menjadi percontohan dalam penerapan regulasi keselamatan kerja di industri smelter.
Hal tersebut dikarenakan perusahaan yang berlokasi di Morowali, Sulawesi Tengah, tersebut menjalankan fasilitas smelter dengan mematuhi regulasi keamanan kerja yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
PT GNI bekerja sama dengan departemen HSE, lembaga pemerintah, dan pihak ketiga mengadakan program pelatihan dan sertifikasi untuk operator alat berat. Tidak hanya itu, diselenggarakan juga pelatihan kesadaran akan keselamatan kerja.
Tujuan kedua kegiatan tersebut tentu untuk meningkatkan keterampilan dan kesadaran pekerja terhadap lingkungan kerja, terutama karena potensi bahaya di area smelter yang termasuk dalam kategori risiko tinggi.
Sejak beberapa tahun sebelumnya, PT GNI secara kooperatif bekerjasama dengan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) untuk meningkatkan aspek K3. Upaya tersebut tertuang dalam Komitmen dan Ikrar K3 PT Gunbuster Nickel Industry.
Tidak hanya itu, perusahaan industri smelter nikel tersebut juga telah membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3), dialog, hingga safety briefing yang dilakukan secara berkala setiap kali ada pembaruan teknologi ataupun rapat rutin. Hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan awareness dan tanggap darurat para pekerja, terlebih untuk keselamatan dasar.
Sehingga, yang terlibat untuk penerapan manajemen K3 di lingkungan kerja PT GNI bukan hanya petugas K3, tetapi seluruh pekerja, mulai dari level terendah hingga level tertinggi.
Alhasil, risiko kecelakaan kerja yang rentan dialami oleh para pekerja di lingkungan kerja dapat dicegah, atau dapat diminimalisasi.
Salam Kompasiana! (*)
Referensi:
(4) https://scholarhub.ui.ac.id/dharmasisya/vol1/iss2/32/
Â
Portofolio:
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H