Membangun hubungan baik antara mertua dan menantu gampang-gampang susah. Di luar sana bahkan tidak sedikit cerita miring mengenai relasi menantu dan mertua yang kurang baik. Ujung-ujungnya membuat para jomlo, terutama kaum perempuan, menjadi takut menikah.
Lalu, bagaimana meminimalisasi friksi diantara mertua dan menantu?
Jangan Memaksakan Menikah Bila Tidak Mendapat Restu
Saat saya masih lajang, keluarga dan kerabat yang sudah menikah selalu mewanti-wanti, jangan pernah menikah bila orangtua calon suami tidak memberi restu. Mereka bilang, mengakrabkan diri dengan mertua yang sepenuhnya merestui saja perlu usaha, apalagi yang tidak merestui.
Terlebih, bila seseorang sudah tidak suka sama kita, yang terlihat selalu sisi buruknya. Sisi baiknya malah tertutupi. Tidak dianggap.
Oleh karena itu, lebih baik sejak awal meminimalisasi konflik antara mertua dan menantu dengan tidak menikahi pasangan yang orangtuanya tidak setuju bila ia menikah dengan kita.
Tinggal di Rumah Berbeda
Upaya lain agar hubungan menantu dan mertua terjaga dengan baik adalah dengan tidak tinggal di dalam satu rumah. Satu hunian. Lebih baik tinggal di rumah yang berbeda.
Bila mertua dan menantu tinggal di dalam satu rumah, lebih rentan mengalami konflik. Intensitas pertemuan yang lebih sering, otomatis membuat risiko berselisih juga semakin besar.
Terlebih mungkin ada kebiasaan-kebiasaan yang berbeda antara mertua dan menantu yang membuat satu dan yang lain kurang nyaman. Mengganggu.
Ini juga yang kerap menjadi wajengan keluarga besar saya kepada anak dan keponakan yang akan menikah. Mereka bilang, saat sudah menikah upayakan pisah rumah. Satu rumah satu keluarga. Lain hal, bila si mertua sakit parah, atau sudah sangat sepuh dan tidak bisa dibiarkan tinggal sendirian tanpa pengawasan dari anak-anaknya.
Bila memang belum sanggup membeli atau mengkredit rumah sendiri, ngontrak. Bila mengontrak pun belum bisa, setidaknya tinggal di satu rumah yang disekat. Sehingga, ada batasan, mana teritorial mertua, mana teritorial si anak dan menantu.Â
Tahu Batasan
Mertua sebenarnya seperti orangtua kedua untuk kita. Meski demikian kita tetap harus tahu batasan. Â Tidak semua hal harus kita ceritakan kepada mertua. Tidak semua kegiatan harus melibatkan mertua. Ada hal-hal yang tidak bisa kita bagi.
Hubungan yang terlalu akrab umumnya lebih rentan mengalami konflik. Selain itu, semakin akrab hubungan kita dengan seseorang, biasanya ledakan konflik juga akan semakin besar. Jadi, akan lebih baik bila kita menjalin hubungan dengan mertua sewajarnya saja.
Kita saja suka berselisih paham dengan orangtua, berkonflik, padahal orangtua sudah mengenal kita seumur hidup. Apalagi dengan mertua yang umumnya baru kita kenal setelah kita dewasa? Saat kita sudah akan menikah dengan buah hatinya.
Selain itu, bila kita berkonflik dengan orangtua, umumnya kita bisa saling memaafkan dengan tulus. Tidak ada rasa jengkel, marah, dendam yang tersisa. Bila berkonflik dengan mertua, belum tentu bisa seperti itu.
Mertua juga harus tahu batasan untuk tidak terlalu ikut campur urusan anak dan menantu. Apalagi bila tidak diminta. Sebagai orang yang lebih tua, wajar memberi masukan, saran. Namun, jangan kelewat batas.
Dulu ada teman saya yang akhirnya bercerai dengan sang suami karena si mertua terlalu ikut campur terkait pola pengasuhan anak.
Tidak Membeda-Bedakan
Sebagai menantu, jangan membeda-bedakan perlakuan kita kepada orangtua dan mertua. Perlakukan mereka dengan sama. Atau sesuai porsinya. Bila orangtua diajak berjalan-jalan berkeliling kota bersama cucu, ajak juga si mertua. Atau setidaknya ditawari.
Bila setiap bulan kita berkunjung ke rumah orangtua sambil membawa seluruh anggota keluarga, lakukan juga hal yang sama kepada mertua, kecuali bila mereka memang keberatan. Atau ada alasan lain.
Nah, sebagai mertua, jangan juga membeda-bedakan perlakuan kepada anak dan menantu. Jangan sampai karena merasa anak dan menantu yang satu lebih royal, rutin memberi ini dan itu, diperlakukan lebih baik.
Sementara, anak dan menantu yang lain yang mungkin tidak seroyal si anak dan menantu tersebut, diperlakukan kurang baik, kurang ramah, kurang begitu disambut saat berkunjung. Mereka mungkin tidak royal karena kondisi ekonomi yang kurang mendukung.
Tidak Membicarakan Keburukan Salah Satu Pihak
Untuk menjaga hubungan baik antara menantu dan mertua, masing-masing pihak sebaiknya menahan diri untuk tidak membicarakan keburukan si mertua atau si menantu kepada orang lain.
Tidak sedikit mertua yang membicarakan keburukan menantu kepada tetangga, teman, ataupun keluarga besar, begitupun sebaliknya dengan menantu yang tidak jarang membicarakan kejelekan mertua ke orang terdekat.
Sebaiknya, keburukan mertua atau menantu kita simpan sendiri. Tidak perlu orang lain tahu.
Ingat lho, saat salah satu pihak tahu ia dijelekan secara diam-diam apalagi secara kontinyu dan masif hehe, pasti akan kecewa, sakit hati, geram. Apalagi bila itu dilakukan oleh mertua atau menantu.
Untuk menjaga hubungan baik, mungkin secara umum akan terlihat baik-baik saja. Si pihak yang dibicarakan diam-diam, menahan diri untuk tidak marah. Namun, hubungan antara mertua dan menantu itu pasti tidak akan sama lagi.
Nah, teman-teman Kompasianer mungkin ada yang mau menambahkan untuk poin selanjutnya di kolom komentar.
Salam Kompasiana! (*)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI