Mungkin si kecil perlu waktu sedikit lebih lama untuk paham materi yang dijelaskan, perlu penjelasan yang lebih rinci, sementara guru tidak bisa seperti itu. Beliau harus mengejar target pembelajaran di tengah waktu belajar yang sangat terbatas. Terlebih saat pandemi Covid-19 seperti saat ini.
Alhasil, saat ada satu-dua siswa yang belum paham, materi tetap dilanjutkan. Apalagi bila siswa yang tidak mengerti juga diam saja, tidak bertanya, tidak juga meminta dijelaskan ulang.
Jadinya, semakin materi berlanjut ke bagian yang lebih sulit, semakin siswa kesulitan untuk memahami materi pelajaran. Apalagi bila materi tersebut saling terkait.
Bisa juga si kecil sulit memahami pelajaran karena ia lebih suka gaya belajar visual, sementara guru di sekolah mengajarkan secara auditori. Atau si buah hati lebih condong gaya belajar kinestetik, sedangkan guru mengajar dengan gaya belajar visual.
Oleh karena itu, perlu dukungan dan pendampingan orang tua untuk memaksimalkan potensi si kecil, mengoptimalkan kemampuannya. Bila si buah hati mentok di suatu materi pelajaran, kita sebagai orang tua bisa membantu menjelaskan hingga ia mengerti.
Ingat lho, tidak ada anak yang bodoh. Menurut William G Spady, semua siswa dapat belajar dan berhasil. Namun, tidak dengan cara yang sama di hari yang sama.
All students can learn and succeed, but not on the same day in the same way. (William G Spady)
Lalu, Bagaimana Bila Orang Tua Juga Kesulitan?
Nah, terkadang orang tua juga tidak jauh lebih pintar dari si anak. Apalagi pelajaran anak zaman now lebih susah. Anak kelas II SD saja sudah belajar pecahan. Anak kelas IV SD sudah belajar sudut hingga bangun segi banyak.
Kalau pun kita paham materi tersebut, terkadang kita juga kesulitan menjelaskannya kepada si kecil. Bingung bagaimana mengajarkannya. Apalagi bila sangat kental dengan logika.