Lampu hias menyambut saya dan keluarga saat sampai di Madu Tiga Beach & Resort, Bintan, Kepulauan Riau, akhir pekan lalu. Sinar temaramnya menambah semarak resort yang bernuansa alam tersebut.
Saat kami sampai, senja sudah berlalu, berganti malam. Waktu sudah menunjukan pukul 18.20 WIB. Namun, suasana resort malah terasa lebih hangat. Beberapa pengunjung terlihat bersantai di depan pondok yang mereka sewa. Ada juga yang duduk-duduk di restoran sambil menikmati aneka makanan dan minuman.
Saat kami menginap, pengunjung terlihat cukup banyak. Pondok-pondok mungil yang dilapisi bilik bambu dan rumbia terlihat penuh terisi. Aneka kendaraan roda empat terparkir hampir di depan setiap pondok.
Masa-masa suram dunia pariwisata, khususnya hotel dan resort, akibat pandemi Covid-19 sepertinya sudah berlalu. Kini bisnis tersebut kembali menggeliat. Masyarakat sudah banyak yang memanfaatkan hari libur untuk menghabiskan waktu bersama keluarga dan kerabat di resort-resort favorit.
Kami salah satunya, meskipun hanya berlibur tipis-tipis. Menginap selama satu malam.
Kamar Nyaman dan Bersih
Kami menempati kamar nomor 13. Lokasinya cukup strategis. Berada di depan restoran dan musala, samping kolam renang. Namun, mobil tidak bisa masuk. Tidak dapat diparkir di depan pondok. Harus berjalan kaki sekitar 20 meter dari tempat parkir ke pondok yang kami sewa.
Saat memasuki areal pondok, suasana nyaman langsung terasa. Mungkin efek temaram lampu dan arsitektur pondok yang terlihat alami. Terlebih, pondok-pondok tersebut terlihat baru dan bersih.
Di dalam pondok, ada dua meja dan kursi yang di sediakan untuk bersantai, satu tempat tidur berukuran queen, televisi, ceret listrik dan meja rias. Tidak ada lemari untuk pakaian, hanya ada buffet meja dan dua buah gantungan pakaian.
Pondok tersebut juga dilengkapi sebuah kamar mandi mungil. Meski demikian fasilitas yang disediakan lumayan lengkap, ada shower, wastafel, toilet dan aneka perlengkapan mandi, mulai dari handuk, sabun, sampo, sikat gigi dan pasta gigi.
Meski cukup lelah menempuh perjalanan dari Batam, Kepulauan Riau, selama lebih dari dua jam, kami sama sekali tidak tertarik untuk rebahan. Kami malah antusias untuk berkeliling menyusuri resort yang penuh dengan lampu-lampu hias.
Setelah salat magrib dan mandi, kami sekeluarga berkeliling menyusuri resort di kawasan Pantai Trikora tersebut. Anak saya yang bungsu malah tidak sabar bermain pasir. Ia berlari-lari sambil sesekali melempar cangkang kerang yang terdampar di pantai ke dalam laut. Duh, padahal sudah malam.
Setelah puas bermain, kami makan malam di pinggir pantai, mengudap aneka makanan, mulai dari ayam bakar, ikan bakar, sosis bakar, plecing kangkung, hingga tomyam.
Pihak resort menyediakan lokasi makan malam di beberapa titik, semuanya berada di pinggir pantai. Menariknya, sambil makan kita dapat menikmati pertunjukan live music juga. Jadi, lebih seru. Apalagi bila kita makan beramai-ramai bersama teman atau keluarga.
Dilengkapi Banyak Fasilitas
Salah satu daya tarik Madu Tiga Beach & Resort adalah fasilitas bermain yang lumayan banyak. Selain pasir putih halus yang menghampar luas khas Pantai Trikora, Bintan, resort ini juga menyediakan aneka fasilitas gratis dan berbayar yang dapat dinikmati anak-anak hingga orang dewasa.
Ada kolam renang, lapangan bola sepak dan voli pantai, Â sepeda, Â All Train Vehicle (ATV), banana boat hingga kayak.
Menariknya, fasilitas-fasilitas berbayar tersebut dibanderol dengan harga yang masih masuk akal. Masih terjangkau kantong kalau menurut saya. Jadi, kalaupun mencoba beberapa water sport tidak lantas membuat "kantong bolong".
Untuk ukuran tempat wisata, apalagi di daerah Bintan, harga-harga yang ditawarkan termasuk "ramah kantong".
Begitu juga dengan harga makanan dan minuman yang ditawarkan di restoran. Harganya masih terbilang terjangkau untuk ukuran resort. Harga aneka minuman umumnya dibawah Rp20.000, harga makanan-makanan pengganjal perut seperti nasi goreng, mie goreng dibanderol sekitar Rp30.000-an.
Bisa Menikmati Sunrise yang Lumayan Indah
Pagi hari sekitar pukul 05.30 WIB, matahari menyembul kekuningan memancarkan sinar yang lumayan indah. Banyak pengunjung, termasuk saya, yang memanfaatkan momen tersebut untuk mengambil foto atau video.
Beberapa ada yang memilih duduk-duduk santai di atas pasir atau ayunan untuk menikmati momen tersebut. Meski tinggal di daerah pesisir seperti Batam, jarang-jarang menikmati matahari terbit di pinggir pantai seperti itu. Apalagi dalam suasana santai.
Saya rasa sunset yang dilihat dari resort tersebut juga lumayan indah. Namun, kami tidak tahu karena kemarin itu datang setelah senja berlalu.
Dapat Sekalian Berkunjung ke Tempat Wisata Lain
Saat menginap di Madu Tiga Beach & Resort, kita dapat sekalian berkunjung ke tempat wisata di sekitar Bintan dan Tanjungpinang. Tempat wisata terdekat adalah Gurun Pasir Busung.
Tempat wisata ini cocok bagi yang suka foto-foto dengan latar belakang pemandangan yang instagramable. Ada hamparan batu yang menyerupai gurun pasir. Ada juga genangan air berwarna biru yang membentuk seperti danau.
Selain Gurun Pasir Busung, bisa juga berkunjung ke tempat wisata Patung Seribu. Ada deretan patung dengan aneka mimik muka di objek wisata ini.
Atau bila suka wisata sejarah, bisa sekalian menyebrang ke Pulau Penyengat. Pulau yang konon menjadi asal-muasal Bahasa Indonesia. Tempat lahir, besar dan meninggalnya Raja Ali Haji. Bapak Bahasa Indonesia. Tokoh yang membuat pedoman yang menjadi standar bahasa Melayu, cikal bakal Bahasa Indonesia.
Bagaimana Menuju ke Sana?
Kalau dari Batam, kita dapat naik kapal ferry dari Pelabuhan Telaga Punggur ke Pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang. Setelah itu dilanjutkan dengan kendaraan bermotor. Disarankan bus atau mobil. Jangan deh naik motor. Meski jalannya mulus dan lebar, daerahnya masih banyak lahan kosong yang hanya ada pohon-pohon.
Ngeri bila naik kendaraan roda dua, apalagi hanya sendiri atau berdua dan hari sudah terlampau sore, kecuali berombongan.
Jarak tempuh Pelabuhan Telaga Punggur-Sri Bintan Pura sekitar 60 menit.
Bisa juga dari Pelabuhan Telaga Punggur ke Pelabuhan Tanjunguban. Bila naik kapal ferry durasinya lebih cepat, sekitar 30 menit. Bila naik kapal roro sekitar 60 menit.
Namun, bila tidak membawa kendaraan sendiri, agak sulit mendapat kendaraan di Tanjunguban. Penyewaan kendaraan masih terbatas. Umumnya yang lewat Tanjunguban membawa kendaraan sendiri atau dijemput.
Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H