Curhat dong, Mah....
Familiar kan dengan kalimat tersebut? Setiap mendengar kalimat itu, pikiran kita pasti langsung tertuju ke seorang ustazah ternama, Mamah Dedeh.
Dulu awalnya saya iseng saja menonton Mamah Dedeh di salah satu stasiun televisi swasta. Sekadar mengisi waktu di pagi hari.
Biasanya saya mendengarkan ceramah dari ustazah yang bernama lengkap Dedeh Rosyidah Syarifudin itu sambil sarapan atau sembari menyetrika pakaian untuk ke kantor.
Namun lama-lama, setelah disimak lebih serius, ceramahnya ternyata ngena banget, tetapi tetap seru dan lucu. Akhirnya ketagihan menonton setiap ada kesempatan.
Saya juga bahkan membaca buku yang beliau tulis berjudul "Curhat ke Mamah Dedeh: Menuju Keluarga Sakinah" yang diterbitkan PT Gramedia Pustaka Utama.
Membahas Hal yang Lekat dengan Keseharian Kita
Saya menyukai ceramah Mamah Dedeh karena isi ceramahnya lekat dengan kehidupan kita sehari-hari.
Biasanya tema yang dibahas adalah tema yang umumnya kita temui, seperti bagaimana hukum arisan, bolehkah berbohong untuk kebaikan, bagaimana kalau kita menikah tanpa restu orang tua, atau apa saja kewajiban anak terhadap orang tua.
Terkadang juga membahas yang lebih serius, seperti mengenai siksa kubur, takdir, warisan, zakat, salat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya.
Ssst... terkadang membahas hubungan pernikahan juga lho. Bagaimana menghindari/mengatasi konflik dengan suami, istri, atau mertua? Bagaimana bila istri tidak bisa memberikan keturunan, lebih baik mengangkat anak atau suami menikah lagi?
Serunya, acara Mamah Dedeh di televisi ini selalu mengundang ibu-ibu dari berbagai kelompok pengajian. Alhasil, banyak pertanyaan aktual yang memang kerap dialami oleh kita pada umumnya.
Menggunakan Bahasa yang Mudah Dimengerti
Hal lain yang saya sukai dari ceramah Mamah Dedeh adalah bahasa yang digunakan saat menjawab pertanyaan-pertanyaan dari penonton.
Beliau selalu menggunakan bahasa sehari-hari yang mudah dimengerti. Kalau pun menyitir ayat Al-Quran, ustazah kelahiran Ciamis, 5 Agustus 1951 itu selalu menambahkan penjelasan dengan rinci.
Menurut saya, gaya ceramahnya yang blak-blakan dan kerap disisipi candaan khas Sunda memberi daya tarik tersendiri. Terkadang mendengar ceramah Mamah Dedeh serasa sedang mendengarkan nasihat dari keluarga dekat.
Solusi dan nasihat yang diberikan juga tidak mengawang-ngawang, applicable. Selain itu, tidak terkesan menggurui.
Bersedia Meminta Maaf
Efek gaya ceramahnya yang ceplas-ceplos Mamah Dedeh sempat tersandung beberapa masalah. Salah satunya saat beliau menjawab pertanyaan dari salah satu penonton. Saat itu ia menggunakan kata "autis" untuk orang-orang yang gemar bermain gadget.
Kalimat tersebut ternyata menuai banyak kecaman dari beberapa kalangan karena dianggap mengolok-olok. Meski tidak bermaksud demikian, Mamah Dedeh meminta maaf karena menggunakan kata autis untuk menggambarkan hal tersebut.
Lulusan dari Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, ini juga tak segan meminta maaf saat ceramahnya mengenai orang Islam yang dianjurkan untuk tidak membuka klinik hewan yang menangani babi atau anjing, menuai protes.
Jujur, saya salut dengan kebesaran hati Mamah Dedeh untuk meminta maaf. Terkadang saat kita tergelincir membuat kesalahan, ada yang suka ngeles, tidak mengakui kesalahan tersebut.
Apalagi ini penceramah yang sudah terkenal.
Berpenampilan Sederhana
Penampilan Mamah Dedeh terlihat sederhana, tidak neko-neko. Pada setiap penampilan umumnya menggunakan gamis dan jilbab siap pakai. Sering terlihat tidak bermake-up, kalau pun memulas muka, hanya menggunakan pulasan tipis-tipis.
Nyaris tidak ada drama terkait kehidupan pribadinya. Tampil di televisi umumnya hanya untuk ceramah, tidak untuk kepentingan lain.
Sangat Matang dalam Ilmu Agama
Mamah Dedeh sudah mengenal dakwah sejak kecil. Ia merupakan putri seorang kyai. Sang ayah, (Alm) K.H Sujai merupakan mubaligh cukup ternama di Ciamis, Jawa Barat. Mamah Dedeh besar dalam lingkungan yang sangat religius.
Berdasarkan data yang dirilis viva.co.id, sejak duduk di bangku SD beliau sudah mulai mengisi ceramah di beberapa pengajian kampung. Kebiasaan ceramah tersebut berlanjut hingga mahasiswa.
Apalagi saat di sekolah menengah ia melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA). Setelah lulus dari PGA, melanjutkan kuliah di Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang sekarang berubah nama menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Setiap akhir pekan, saat Mamah Dedeh masih berstatus sebagai mahasiswa, ia dan beberapa teman kuliah berceramah di wilayah sekitar kampus, mulai dari Ciputat, Cirendeu, dan Pondok Cabe. Kebetulan saat kuliah beliau tinggal di asrama.
Setelah lulus kuliah dan menikah, kegiatan dakwah tetap Mamah Dedeh lakukan. Ia kerap berceramah dan mengajar mengaji di pengajian-pengajian hingga akhirnya namanya semakin terkenal, terutama di sekitar Jabodetabek.
Pada 1994, pemilik radio betawi Bens, yakni aktor kenamaan Benyamin Sueb, meminta Mamah Dedeh untuk mengisi program mengaji di radio tersebut.
Ternyata gaya bahasa Mamah Dedeh yang ceplas-ceplos, penuh humor, menarik banyak pendengar.
Akhirnya tidak hanya radio yang tertarik mengundang Mamah Dedeh untuk mengisi acara, tetapi stasiun televisi nasional juga.
Namanya semakin eksis. Kini pemirsanya tidak hanya tersebar di Indonesia, tetapi juga sudah merambah ke Brunai Darussalam, Saudi Arabia, Korea, hingga Amerika Serikat.
Duh, Mamah Dedeh memang sosok ustazah panutan. Penceramah favorit.
Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H