Jangan marah, nanti puasanya batal, lho!
Saat kecil sering mendengar kalimat tersebut diucapkan orang dewasa maupun sesama anak-anak. Alhasil, saat amarah mulai memuncak karena tersinggung teman, kita mulai mencoba mengendalikan diri. Jangan sampai sudah letih bangun dini hari, puasa kita tiba-tiba batal karena marah.
Padahal marah tidak membatalkan puasa. Ibadah puasa yang kita jalankan tetap sah. Setelah dewasa dan mempelajari ilmu agama lebih banyak, baru tahu. Hanya saja pahala kita berkurang. Terlebih saat berpuasa kita dituntut untuk dapat mengendalikan hawa nafsu. Salah satunya adalah rasa marah.
Selain itu, amarah yang tidak terkendali juga tidak disukai Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Amarah adalah pembuka permusuhan, pekelahian, perkataan tidak baik. Saat orang marah biasanya rasa welas asih menjadi hilang. Sehingga, terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ujung-ujungnya menyesal.
Menurut beberapa referensi, kemarahan merupakan bara api yang dilemparkan setan ke dalam lubuk hati manusia. Itu makanya, saat kita membiarkan rasa marah menguasai, kemarahan biasanya kian berlipat kan? Kita juga semakin membabi-buta melampiaskan kemarahan tersebut.
Marah sebenarnya salah satu tabiat dasar manusia. Nabi Muhammad SAW juga tidak melarang kita untuk memiliki rasa marah. Terlebih marah juga dibagi dua, yakni marah yang terpuji dan marah yang tercela. Marah yang terpuji adalah marah yang didasari karena Allah dan syariatnya. Marah yang tercela adalah marah karena perkara dunia.
Hanya saja rasa marah tersebut harus dikendalikan. Saat marah kita tetap harus bisa menguasai diri. Jangan melampiaskan kemarahan tersebut. Bukan, hal yang mudah memang. Itu makanya sampai ada hadist,"orang yang kuat bukanlah menang dalam perkelahian, tetapi orang kuat adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah."Â (HR. Bukhori & Muslim).
Saat Lapar Kita Cenderung Mudah Marah
Perut kosong karena puasa juga kerap membuat kita lebih mudah tersulut emosi. Kondisi ini banyak dikenal dengan istilah hangry, gabungan dari kata Bahasa Inggris "hungry" yang berarti lapar, dengan "angry" yang berarti marah.
Pakar Diet dan Nutrisi dari Kings College London, Inggris, Sophie Medlin, seperti yang dikutip detik.com mengungkapkan, emosi yang memuncak saat lapar berhubungan dengan kadar gula darah. Saat gula darah menurun, hormon kortisol dan adrenalin naik. Hal tersebut menyebabkan otak menangkap sinyal perasaan tidak senang, yang berkembang menjadi marah. Sinyal itu mirip dengan sinyal marah yang berasal dari perilaku impulsif.Â
Jadi tak heran saat berpuasa kita seperti menjadi salah satu bagian dari " si sumbu pendek". Terlebih sejak beberapa tahun terakhir ini kondisi perpolitikan di tanah air juga lumayan "panas". Efek semakin banyak masyarakat yang "melek" politik. Imbas semakin banyak masyarakat yang sadar politik.
Namun sayangnya, saking terlalu fanatik membela salah satu kubu di perpolitikan tanah air, terkadang malah jadi berselisih dengan teman dan rekan. Tak sedikit yang mengalami hubungan silaturahmi dengan orang-orang terdekat menjadi hancur karena terlalu memaksakan diri menunjukan ego "pilihan gue lebih baik", sampai lupa hubungan baik dengan rekan dan teman justru lebih penting.
Yuk, Belajar Kendalikan Rasa Marah
Sayang bila harus mengumbar rasa marah karena hal sepele. Jangan sampai kita juga mengorbankan pahala di bulan Ramadan --yang hanya datang satu tahun sekali-- hanya untuk memanjakan rasa marah. Saling ngotot, saling caci, saling mengumbar perkataan tidak baik hanya karena berbeda pendapat, atau karena berselisih untuk hal sepele.
Yuk, belajar mengendalikan rasa marah dengan menghindari perdebatan. Biasanya bila sudah masuk ke arena debat, rasa marah mudah tersulut. Lebih baik diam, menghindari kata-kata yang akan memancing emosi. Bila marah dengan orang yang bertemu langsung di dunia nyata, lebih baik kita berwudhu, atau hindari dulu bertemu orang tersebut sementara waktu.
Bila marah dengan orang yang ada di dunia maya, sebenarnya lebih mudah mengatasinya, caranya unfollow dulu untuk sementara semua postingan orang tersebut. Nanti bila rasa marah sudah reda. Bisa kembali berteman seperti biasa. Jangan sampai pahala puasa kita dikorbankan karena kemarahan untuk hal yang tidak krusial. Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H