Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Pedih! Saat Terpaksa Harus Golput

17 April 2019   10:33 Diperbarui: 17 April 2019   18:44 882
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila pagi ini hampir semua WNI se-Nusantara yang telah berusia 17 tahun ke atas berbondong-bondong ke tempat pemilihan suara untuk memilih presiden-wakil presiden dan anggota legislatif, saya hanya duduk manis di rumah. Menonton pemungutan suara di beberapa kota melalui siaran televisi.

Saya sebenarnya sangat antusias memilih salah satu pasangan calon untuk presiden-wakil presiden mendatang, tetapi terpaksa harus golput karena nama saya ternyata tidak terdaftar sebagai pemilih tetap. Nama saya tidak ada di daftar pemilih tetap di tempat pemungutan suara tempat saya tinggal.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Jauh-jauh hari sebelum hari pemungutan suara, beberapa anggota di whatsapp grup sudah membagikan link berkali-kali untuk mengecek, apakah nama kita sudah terdaftar sebagai pemilih atau belum. Namun, waktu itu saya terlalu percaya diri nama saya sudah terdaftar, sehingga mengabaikan "imbauan" tersebut.

Saya percaya nama saya sudah terdaftar karena sejak awal 2018 saya dan suami sudah didata sebagai pemilih pada pemilihan umum 2019 ini. 

Ada kertas berwarna oranye yang ditempelkan di kaca rumah sebagai bukti sudah dilakukan pencocokan data pemilih untuk pemilihan umum 2019. Pada kertas tersebut tercantum nama saya dan suami.

Apalagi pada akhir 2018, ada petugas yang datang ke rumah. Petugas itu memberikan tanda bukti pendaftaran pemilih untuk pemilihan umum 2019. 

Pada kertas persegi berwarna putih tersebut ada nama saya dan suami. Waktu itu saya sendiri yang menerima tanda bukti pendaftaran pemilih itu.

Tak Kunjung Dapat Surat C-6
Saat beberapa teman di media sosial mengunggah form C-6 untuk memilih pada pemilihan umum 2019, saya mulai bertanya-tanya saya dan suami kok tidak juga dapat form itu. 

Namun suami menenangkan, dapatnya paling H-1, sama seperti saat kami mendapat surat undangan untuk memilih Wali kota dan Wakil Wali kota Batam pada 2016 lalu.

Dokumentasi Pribadi
Dokumentasi Pribadi

Namun setelah menjelang malam saya dan suami belum juga mendapat surat C-6, saya mulai risau. Saya mulai menelusuri nama saya di situs KPU. 

Namun entah mengapa sejak malam hingga pagi ini saya coba, situsnya hanya berputar-putar. Saya tidak tahu apakah saya sudah terdaftar di situs tersebut atau tidak.

Namun sejak tadi malam saya sudah "bersuudzon", mungkin nama saya dan suami memang tidak terdaftar di situs KPU karena kami ber-KTP di Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam, Kepulauan Riau, sementara kami tinggal dan didaftarkan di Kecamatan Bengkong Indah, Kota Batam, Kepulauan Riau.

Saya dan suami sudah pasrah. Tadi malam suami bilang, bila memungkinkan besok pagi ia akan pergi ke Belakangpadang, memilih sebagai pemilih khusus. 

Namun saya tidak memungkinkan ikut. Kecamatan Belakangpadang berada di pulau kecil yang terpisah dari Pulau Batam. Bila ke sana harus menggunakan boat sekitar 20 menit. Saya masih memiliki anak bayi yang belum memungkinkan untuk diajak serta.

Namun tadi malam menjelang pukul 21.30 WIB, tiba-tiba ada orang yang mengetuk pintu rumah. Orang itu ternyata mengantar surat undangan untuk pencoblosan hari ini. 

Anehnya hanya suami yang mendapat C-6 tersebut, saya tidak. Suami sempat bertanya kepada si pengantar, kok undangannya hanya satu, si pengantar hanya bilang tidak tahu. Suami pun tidak bertanya lebih lanjut karena mungkin orang itu memang hanya ditugaskan untuk mengantar.

Undangan Pencoblosan Sepertinya "Tebang Pilih"
Pagi tadi saat suami akan menggunakan hak suara di tempat pemungutan suara dekat rumah, tak sengaja berpapasan dengan tetangga yang tinggal persis di depan rumah kami. 

Saat mengobrol ringan, ternyata ia pun hanya mendapat satu C-6 pada Pemilu 2019 ini. Namun bila keluarga kami, suami yang dapat undangan, keluarga dia hanya istrinya yang dapat. Dia tidak dapat.

c-6 yang hanya diberikan kepada suami, saya tidak. | Dokumentasi Pribadi
c-6 yang hanya diberikan kepada suami, saya tidak. | Dokumentasi Pribadi

Saya jadi bertanya-tanya kok bisa ya seperti itu? Apakah C-6nya kurang, apakah saya dan tetangga tersebut terlewat tidak didaftarkan? Atau hak suara yang seharusnya kami gunakan diberikan kepada orang lain? Meski C-6 bukan syarat mutlak untuk ikut pencoblosan.

Kalau saya tidak dapat, mungkin sedikit wajar karena alamat KTP dan domisili berbeda, namun tetangga depan rumah itu alamat KTP dan domisili sama lho. Terus suami saya yang alamat KTP dan domisilinya berbeda kok malah dapat. Aneh kan?

Tetangga saya itu nanti katanya bisa memilih sebagai pemilih khusus. Mencoblos setelah pukul 12.00 WIB. Namun masalahnya, itu kan berarti surat suara sisa? 

Kalau masih ada surat suara yang tersisa, kalau tidak, terpaksa harus golput. Sementara, saya sudah dipastikan tidak bisa mencoblos di TPS dekat rumah itu karena alamat KTP tidak di TPS tersebut.

Ah, semoga Pemilu mendatang lebih baik lagi. Ini juga pelajaran bagi saya untuk cek dan ricek. Jangan terlalu percaya karena sudah diberikan bukti sebagai salah satu pemilih di Pemilu. Jujur, saya belum ikhlas. 

Pedih rasanya terpaksa harus golput. Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun