14 Februari ternyata tidak hanya diperingati sebagai Hari Valentine, tetapi juga hari pertama dari Pekan Sarapan Nasional. (PESAN). Sesuai dengan namanya, PESAN yang didengungkan sejak 2013 ini, diperingati selama satu minggu, yakni dari 14 Februari hingga 20 Februari.
PESAN dideklarasikan oleh Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN) Indonesia, Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI), Perhimpunan Dokter Gizi Medik Indonesia (PDGMI), dan Perhimpunan Dokter Gizi Klinik Indonesia (PDGKI).
Berdasarkan data yang dirilis kompas.com, keempat organisasi tersebut mendeklarasikan pesan karena dilatarbelakangi hasil tinjauan yang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia umumnya tidak biasa sarapan. Anak usia sekolah dan remaja yang tidak biasa sarapan mencapai 16,9 hingga 59 persen, sementara orang dewasa 31,2 persen.
Selain itu, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar 2010, anak usia sekolah yang biasa sarapan pun tidak sedikit yang hanya asal kenyang, tidak memperhatikan apa yang dikonsumsi saat makan pagi. Ada sekitar 44,6 persen anak usia sekolah yang belum berperilaku sarapan sehat atau mengonsumsi sarapan berkualitas rendah.
Padahal seperti yang kita tahu, sarapan dengan gizi seimbang memiliki banyak manfaat. Selain dapat menjaga kesehatan tubuh, meningkatkan imunitas, memasok energi untuk berktivitas, juga dapat membantu pikiran lebih fokus, berat badan lebih ideal, dan mood lebih terjaga.
"Paksa" Sarapan Sejak Kecil
Saya dibesarkan di keluarga yang membiasakan sarapan. Setiap kali kami keluar rumah untuk beraktivitas, perut harus sudah terisi. Dulu saat masih bolak-balik Bogor-Jakarta-Bogor karena pekerjaan, setiap hari makan seperti orang yang sedang sahur. Sarapan sebelum adzan shubuh berkumandang.
Kebiasaan sarapan sudah dipupuk sejak kecil. Dulu saat masih sekolah dan kuliah, bila saya enggan sarapan, ibu saya tak segan-segan mengancam tidak memberi uang jajan. Sampai bangku kuliah, uang jajan saya diberikan setiap hari, tidak per minggu apalagi per bulan. Itu hukuman terberat bagi saya yang hobi mencoba beragam jajanan di sekolah maupun kampus.
Agar mau sarapan, biasanya ibu saya memasakan makanan favorit. Satu hari sebelumnya membuat makanan setengah jadi, pagi hari tinggal dimasak ulang. Selain itu, saya dibangunkan lebih awal. Alasannya tentu saja agar lebih leluasa untuk sarapan. Tidak terburu-buru.
Ibu saya lumayan ketat membiasakan saya sarapan karena beliau tahu saya hobi jajan. Ibu saya takut, perut masih kosong, saya beli es, atau beli makanan yang lumayan pedas. Khawatir perut tidak kuat. Selain itu, takut masuk angin. Ia mengatakan, kalau di tempat tujuan kita sempat makan dulu, kalau tidak, sepanjang kegiatan kita akan terus berpikir kapan ada kesempatan untuk makan, bukannya fokus pada aktivitas yang dilakukan.
Kebiasaan sarapan memang harus "dipaksa" sejak kecil. Bila tidak terbiasa sarapan, saat anak sudah besar dia tidak bisa makan pagi. Ada beberapa teman yang mengaku mual bila sarapan terlalu pagi. Apalagi bila sarapan berat seperti nasi dan lauk pauk. Padahal, kalau sahur bisa, mengapa sarapan pagi tidak bisa?
Biasakan Sarapan Bernutrisi
Menurut Ketua Umum Persatuan Pakar Gizi (Pergizi) Pangan Indonesia, Prof. Dr. Hardinsyah, MS yang dikutip Viva, menu sarapan bergizi seimbang itu yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan air. Hal itu seperti yang dicontohkan dalam "Isi Piringku" Kementrian Kesehatan RI.
Bila merujuk "Isi Piringku" Kementrian Kesehatan RI, satu piring untuk satu kali makan harus ada lauk pauk, buah-buahan, sayuran dan makanan pokok. Sayuran dan makanan pokok memiliki porsi yang lebih besar dibanding buah-buhan dan lauk pauk. Namun jenis untuk setiap kategori dapat disesuaikan sesuai selera.
Prof. Dr. Hardinsyah, MS Â juga mengungkapkan, membiasakan sarapan bergizi sangat baik untuk anak-anak. Sarapan dapat membantu meningkatkan konsentrasi anak saat belajar, membantu meningkatkan prestasi akademis, menjaga daya tahan tubuh agar tetap sehat, sekaligus mencegah anak dari konsumsi jajanan yang tidak sehat.
Saya pernah mengalami ini. Saat awal masuk TK anak saya sering tidak sarapan. Alasannya karena waktu berangkat dari rumah ke sekolah sudah terlalu mepet. Jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh. Bila dipaksakan khawatir terlambat sekolah. Saya juga berpikir toh dia catering. Nanti di sekolah bisa sarapan.
Namun setelah membaca referensi dari beberapa sumber, sarapan sebaiknya dilakukan maksimal dua jam setelah bangun, atau sebelum pukul 09.00. Padahal waktu istirahat makan di sekolah anak saya lebih dari waktu sarapan seperti yang disarankan. Alhasil waktu itu anak saya sering sakit.
Ia bahkan pernah hampir dua minggu tidak masuk sekolah karena kondisi badannya yang tidak memungkinkan. Wali kelas anak saya bahkan sampai berkunjung ke rumah. Setelah kejadian tersebut, saya menjaga pola makan anak, termasuk sarapan. Alhamdulillah, kondisi badannya menjadi lebih kuat. Tidak pernah lagi harus bolos sekolah karena sakit.
Sarapan memang penting, yuk biasakan sarapan. Selamat Pekan Sarapan Nasional. Sudahkah Anda sarapan pagi ini? Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H