Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menggerek Ekonomi Batam, Benarkah Ex Officio Solusi Terbaik?

7 Februari 2019   13:44 Diperbarui: 8 Februari 2019   08:10 322
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila sesuai dengan rencana Dewan Kawasan, akan ada sejarah baru di Batam, Kepulauan Riau. Dua lembaga pemerintahan akan dipimpin oleh satu orang yang sama, yakni Walikota. Kepala BP Batam tak lagi ditunjuk dan dipilih oleh Dewan Kawasan, tetapi akan otomatis dirangkap langsung oleh Walikota Batam.

Meski proses menuju ex officio tersebut sudah mulai berjalan, pro dan kontra masih ada. Banyak yang mendukung, tak sedikit juga yang menolak. Pihak yang tidak setuju bahkan sempat memasang spanduk di jalanan utama Kota Batam, menyuarakan penolakan dalam bentuk tulisan singkat.

Baca Juga: Tepatkah Melebur BP Batam-Pemko Batam? 

Walaupun ada yang menolak, pemerintah pusat tetap kukuh "menuju" ex-officio. Saat ini, Kepala BP Batam sementara, bahkan sudah dilantik. Jabatannya hanya akan berlangsung selama empat bulan, dari Januari hingga April 2019. 

Tugas utamanya adalah melakukan sinkronisasi dan koordinasi pelaksanaan tugas pengelolaan, pengembangan dan pembangunan BP Batam selama masa transisi.

Pemerintah pusat menilai, menjadikan Walikota Batam sebagai Ex Officio Kepala BP Batam merupakan jalan keluar paling tepat. Dengan "dipegangnya" dua instansi pemerintahan oleh satu orang yang sama, diharapkan pertumbuhan ekonomi di Batam akan lebih optimal. Tidak ada lagi yang akan menghambat investasi karena dualisme kewenangan.

Fokus Kembangkan Industri, Jabatan Sebaiknya Dipisah

Mengembangkan daerah industri itu bukan hal mudah. Terlebih ada target khusus. Perlu upaya ekstra dan fokus. Demikian juga dengan masalah kependudukan dan pelayanan kepada masyarakat, bukan hal sederhana. Ada banyak hal yang harus dipikirkan, dilakukan, dan direalisasikan, agar hasilnya lebih optimal.

Baca Juga: Mengkaji Pembubaran BP Batam 

Selama menjabat sebagai Walikota dan Ex Officio Kepala BP Batam, pasti akan ada deputi dan kepala dinas yang membantu. Deputi dan kepala dinas juga pasti akan memberikan ide untuk berbagai program. Mereka juga tentu akan menyokong terlaksananya program tersebut. 

Namun, bukankah akan lebih maksimal bila dipikirkan dan dijalankan oleh satu orang dari pimpinan masing-masing?

BP Batam itu merupakan perpanjangan tangan dari pemerintah untuk mengembangkan usaha dan industri. Sang pimpinan tentu harus memiliki jiwa entrepreneurship. Harus ada "ide-ide gila" agar industri di Batam dapat terdongkrak dengan baik. Bila tidak, hasilnya pasti tidak akan maksimal.

Sementara walikota itu dipilih oleh masyarakat. Meski pintar, disukai banyak orang, belum tentu memiliki jiwa kewirausahaan. Nah, bila kebijakan ex officio ini dipaksakan dijalankan, berarti meski tidak "cocok" memimpin BP Batam, tetap akan memimpin.

Ingat Walikota juga merupakan sosok pilihan partai, meski ada juga yang independen --tapi kan tidak banyak. Jadi suka tidak suka, bila hanya ada dua calon walikota misalnya saat Pilkada, tetap harus itu yang dipilih. Padahal, misalkan, ada sosok lain yang sebenarnya lebih cocok memegang kendali BP Batam.

Selain itu, bagaimana seandainya bila dalam masa kepemimpinan walikota yang menjadi Ex Officio Kepala BP Batam itu kinerjanya tidak maksimal? Perekonomian di Batam tetap melempem? Haruskan dibiarkan hingga masa kepemimpinannya berakhir?

Padahal dua pimpinan BP Batam yang terakhir diberhentikan dalam waktu yang sangat singkat hanya karena dinilai tidak bisa membawa perekonomian Batam pada target yang sudah ditentukan.

Khawatir hanya Isu yang "Digoreng"

Selama ini dualisme kewenangan memang selalu digembar-gemborkan menjadi penyebab tersendatnya industri di Batam.

Namun, sudahkah hal tersebut ditelisik lebih dalam? Benarkah itu yang menjadi biang kerok utama pertumbuhan ekonomi di Batam tidak seperti yang diharapkan? Jangan-jangan ada unsur kesengajaan dari salah satu pihak untuk menghambat investasi agar isu dualisme kewenangan tetap laris "digoreng".

Zaman secanggih sekarang, mengapa tidak memanfaatkan teknologi untuk biroksasi investasi, sehingga pengurusan perizinan dapat terintegrasi, terlacak dan tertelusur? Pemerintah Kota Batam dan BP Batam duduk bersama membuat aplikasi yang dapat digunakan bersama.

Bila menggunakan aplikasi, akan terlihat dimana macetnya proses birokrasi yang menghambat investasi. Setelah itu dicari jalan keluar. 

Bila ada salah satu pihak dari masing-masing instansi yang "bermain" untuk menghambat proses tersebut karena mencari keuntungan pribadi, bisa langsung ditindak oleh masing-masing pimpinan. Namun, setiap pimpinan harus saling terbuka dan meluruhkan ego masing-masing.

Khawatir saja isu dualisme kewenangan hanya dibuat-buat untuk kepentingan segelintir orang. Terlebih, saat kampanye dulu walikota terpilih sekarang, gembar gembor akan menghapus UWTO. Isu ini dikhawatirkan "digoreng" agar  beliau bisa duduk di pucuk pimpinan BP Batam untuk "melunasi" janji.

Terlebih gubernur terpilih juga berasal dari partai yang sama dengan walikota, dan ketua umum partai tersebut secara terang-terangan --dikutip media-- sangat mendukung penghapusan UWTO. 

Padahal lahan di Batam berbeda statusnya dengan lahan di kota lain. Bila lahan di kota lain merupakan lahan warisan leluhur, lahan di Batam merupakan lahan yang dikembangkan oleh Otorita Batam/BP Batam.

Bila dulu tidak dibangun Otorita Batam/BP Batam, belum tentu pertumbuhan Batam sepesat sekarang, belum tentu harga lahan di Batam semahal sekarang, belum tentu juga banyak pendatang, karena dulu listrik dan air bersih saja tidak ada.

Sejak awal masyarakat juga sudah tahu, lahan di Batam hanya untuk guna pakai dengan biaya sewa yang harus dibayarkan setiap beberapa tahun.

Lahan di Batam diterapkan sebatas guna pakai karena jumlahnya terbatas, tetapi dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan industri. Agar tidak ada drama pembebasan lahan seperti di kota lain, digunakan metode seperti itu. 

Selain itu juga untuk melindungi agar lahan tersebut digunakan secara tepat. Bila tidak, lahan bisa ditarik ulang. Apalagi Batam berada di daerah perbatasan yang sangat dekat dengan negara tetangga.

Semoga kekhwatiran tersebut tidak terbukti. Semoga pemerintah pusat bisa menemukan formula yang tepat agar Batam bisa menjadi lokomotif perekonomian Indonesia seperti yang diharapkan. Amien. Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun