Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Berkarier Sambil Membesarkan 2 Anak Berkebutuhan Khusus, Siapa Bilang Enggak Bisa?

30 Agustus 2018   11:30 Diperbarui: 31 Agustus 2018   09:11 1517
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rutin hiking sebagai salah satu terapi. | Dokumentasi instagram @agatha_suci

Berupaya Memberikan yang Terbaik bagi Si Buah Hati

 Saat tahu buah hati kedua juga didiagnosis sebagai anak berkebutuhan khusus, Suci kembali terpuruk. Apalagi tidak ada kejanggalan apapun yang ia rasakan selama hamil, baik anak pertama maupun anak kedua. Menurut dokter, tak seperti down syndrom, gejala autisme memang tidak bisa terdeteksi saat janin masih dalam kandungan.

Rutin hiking sebagai salah satu terapi. | Dokumentasi instagram @agatha_suci
Rutin hiking sebagai salah satu terapi. | Dokumentasi instagram @agatha_suci
Selama beberapa waktu, usai melahirkan anak kedua, Suci bahkan sempat bertanya-tanya, "Kok bisa? Kenapa lagi?" Namun akhirnya ia ikhlas dan mampu menerima kondisi tersebut. Ia akhirnya mencari tahu berbagai informasi mengenai autisme. Ia dan suami, Jeffry Thung, bahkan mulai memetakan pendidikan formal yang layak untuk kedua buah hati saat memasuki usia sekolah.

Suci dan suami optimistis, meski kondisi kedua buah hati mereka spesial, si buah hati merupakan anugerah yang kelak pasti bisa berhasil dan sukses bila dibimbing dengan baik. Ia yakin kedua anak kandungnya tersebut dapat menjadi orang hebat bila diarahkan dengan tepat. Terlebih ia juga percaya, setiap anak merupakan karunia dari tuhan yang memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Apalagi ada banyak contoh anak autis yang akhirnya sukses berkat bimbingan keluarga. Sebut saja Wolfgang Amadeus Mozart, si komposer legendaris yang setiap kali kita mendengarkan musik klasik pasti pikiran kita tertuju pada namanya, atau Isaac Newton si ahli fisika yang hasil penemuannya masih kita manfaatkan hingga saat ini.

Bila anak autis rutin melakukan terapi, konsisten diajari untuk disiplin, Suci yakin, meski untuk beberapa hal terlihat tertinggal dari anak lain, bukan tidak mungkin anak-anak tersebut mampu mengejar ketertinggalan itu. Kini buah hati Suci sudah bersekolah di salah satu sekolah internasional di Jakarta.

Perempuan kelahiran 8 April 1985 tersebut menuturkan, Kahlia mulai terapi pada usia dua tahun, sementara Arsa pada usia empat tahun. Terapi yang dijalani cukup beragam, mulai dari les berenang hingga hiking yang dilakukan setiap akhir pekan. Ia dan suami juga selalu berupaya mengikuti saran ahli.

Namun, ia menegaskan, hal penting yang harus dilakukan pada tahap awal adalah orangtua yang harus bisa berdamai dengan diri sendiri. Terkadang ada orangtua yang tak mengakui sang buah hati berkebutuhan khusus karena malu.

Tak dipungkiri, sebagian besar masyarakat memang masih memandang "sebelah mata" anak-anak berkebutuhan khusus. Beberapa bahkan ada yang menyalahkan si orangtua. Anak "spesial" dikaitkan karena dulu orangtuanya begini lah, atau begitulah.

Namun, Suci tidak demikian. Ia tak pernah malu karena memiliki anak yang "berbeda". Itu makanya saat banyak teman-teman Suci yang memilih meninggalkan buah hati yang berkebutuhan khusus di rumah saat berkumpul dengan teman lain karena malu, Suci selalu membawa kedua buah hatinya tersebut selama kondisi dan situasinya memungkinkan.

Bersyukur Dapat Dukungan Penuh Keluarga

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun