Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Pengelola Kedai Makan, Sebaiknya Jangan Lakukan Ini

8 November 2017   10:06 Diperbarui: 8 November 2017   18:31 3210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akibat satu dan lain hal (baca: malas memasak), beberapa waktu terakhir ini saya lebih sering membeli makanan jadi di kedai-kedai makan sekitar rumah. Kebetulan di lingkungan tempat saya tinggal cukup banyak tempat makan yang menawarkan beragam menu. Mereka umumnya berjualan di ruko-ruko yang berderet di pinggir jalan.

Menu-menu yang ditawarkan kedai-kedai itu cukup variatif. Rasanya juga lezat dengan harga yang masih terjangkau kantong. Mungkin karena target pasar mereka adalah para penghuni kostan, baik pelajar, mahasiswa, maupun pekerja, yang cukup banyak tersebar di pemukiman tempat saya tinggal.

Namun sayangnya, meski menawarkan makanan-makanan lezat dengan olahan yang cukup variatif, beberapa kedai tersebut abai dari sisi pelayanan. Sehingga, terkadang saya malas untuk membeli makanan lagi di beberapa kedai tersebut, satu-dua kedai malah sudah saya black list untuk tidak lagi saya kunjungi.

Tidak Menerapkan Sistem, First Come, First Serve

Saya biasanya membeli makanan untuk satu keluarga --saya, suami, dan anak. Oleh karena itu, saya lebih sering membeli makanan untuk dibawa pulang, bukan makan di tempat. Selain lebih hemat --karena tidak harus membeli minum, juga rasanya tidak nyaman bila terlalu sering "bedol desa" hanya untuk menikmati sepiring makanan, walaupun jarak tempat makan itu hanya beberapa meter dari rumah.

Namun justru karena lebih sering membeli makanan dibungkus, saya sempat beberapa kali mengalami kejadian yang kurang mengenakan. Menunggu hingga berjam-jam hanya untuk seporsi ayam kuluyuk, atau sepotong ayam bakar. Akibat pelayanan yang amburadul dari kedai makan tersebut.

Berjarak beberapa meter dari rumah, ada satu rumah makan yang sangat bisa diandalkan saat saya sebagai ibu rumah tangga malas memasak. Kedai tersebut lumayan besar, bersih, makanan yang ditawarkan juga lezat dengan harga yang masih "ramah kantong".

Namun sayang saat pengunjung semakin ramai, si pengelola abai dari sisi pelayanan. Ia tidak mengatur antrean untuk pesanan makanan, terutama makanan yang untuk dibawa pulang. Ia menyerahkan begitu saja kertas pesanan yang ditulis pengunjung ke si juru masak. Nanti si juru masak yang akan menentukan pesanan apa yang akan lebih dulu dibuat.

Seringnya, si juru masak tersebut mendahulukan pesanan yang paling mudah dibuat, seperti nasi goreng atau mie goreng. Padahal terkadang, orang yang memesan nasi goreng tersebut baru datang --pesanan itu pun malah terkadang tidak ditulis, hanya diteriakan begitu saja oleh si pengelola yang merangkap sebagai kasir.

Koki tersebut juga sangat sering mendahulukan pesanan orang-orang yang berdiri di sekitar tempat ia memasak. Kebetulan kedai tersebut menempatkan dapur untuk memasak di depan dengan ruangan yang terbuka. Alhasil, orang yang lebih dulu memesan seringnya harus menunggu lebih lama, karena lebih memilih duduk di tempat yang disediakan, atau karena memesan makanan yang dianggap si koki lumayan ribet.

Saya pernah harus menunggu hingga tiga jam, sampai-sampai saat saya tiba di rumah suami sedang memanaskan motor untuk bersiap menyusul saya ke tempat makan tersebut. Suami khawatir terjadi apa-apa dengan saya di jalan, karena masa hanya memesan makanan rumahan hingga menghabiskan waktu berjam-jam. Apalagi karena merasa jaraknya dekat dari rumah, saat itu saya tidak membawa ponsel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun