Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menengok Tanjungpinang, Kota dengan "Seribu" Vihara

1 Oktober 2017   06:04 Diperbarui: 1 Oktober 2017   08:05 4371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Vihara di Tanjungpinang. | Dokumentasi Pribadi

Tanjungpinang merupakan kota yang sangat kental dengan budaya Melayu. Bangunan-bangunan kuning-hijau khas Melayu begitu mendominasi ibukota Provinsi Kepulauan Riau tersebut. Begitupula dengan dialek yang terdengar. Bahasa Indonesia dengan cengkok Melayu sangat mendominasi.

Maklum kota yang dipimpin oleh Lis Darmansyah tersebut dulu sempat menjadi  pusat pemerintahan Kesultanan Riau-Lingga yang lekat dengan budaya Melayu. Selain itu, Tanjungpinang juga menaungi Pulau Penyengat, pulau kecil yang menjadi asal muasal Bahasa Indonesia.  

Namun uniknya, meski sangat kental dengan budaya Melayu, di kota yang berpenduduk sekitar 260.519 jiwa tersebut, budaya Tionghoa juga cukup mendominasi. Kelenteng dan vihara berdiri megah di hampir setiap sudut kota. Warnanya yang mencolok, membuat sebagian besar pengunjung tertarik untuk mengabadikan diri di depan tempat peribadatan tersebut.

Kelenteng Tien Shang Miao. | Dokumentasi Pribadi
Kelenteng Tien Shang Miao. | Dokumentasi Pribadi
Warga Tionghoa memang sudah cukup lama merantau ke Tanjungpinang. Menurut Ha Li --salah satu warga di Kelurahan Senggarang, Tanjungpinang, warga Tionghoa sudah beratus tahun lalu merantau ke Tanjungpinang. Mereka merantau karena urusan perniagaan, meski beberapa ada juga yang sengaja bermigrasi karena ingin mendapatkan kehidupan yang lebih baik.

Pria berusia 67 tahun itu menuturkan, warga Tionghoa di Kota Gurindam tersebut berkembang cukup signifikan. Hal tersebut dikarenakan, mereka tidak hanya menikah dengan sesama keturunan Tionghoa, namun juga tak sedikit yang menjalin ikatan pernikahan dengan warga asli setempat.

Vihara di Tanjungpinang. | Dokumentasi Pribadi
Vihara di Tanjungpinang. | Dokumentasi Pribadi
Hal yang sama dibenarkan oleh salah satu warga Tanjungpinang yang saat itu mengantar saya dan rombongan berkeliling kota. Ia menuturkan, budaya Tionghoa cukup kuat mendominasi di Kota Tanjungpinang. Diperkirakan saat ini ada sekitar 30 persen keturunan Tionghoa yang bermukim di kota tersebut.

Tidak bermaksud rasis, namun berdasarkan data yang dirilis "tanjungpinangkota.bps.go.id" Budha merupakan agama kedua terbanyak yang dianut warga setelah Islam. Dari empat kecamatan, penduduk yang beragama Budha paling banyak di Tanjungpinang terdapat di Kecamatan Tanjungpinang Kota, persentasenya mencapai 31,40 persen. Kedua di Kecamatan Tanjungpinang Barat yang mencapai 19,66 persen, ketiga di Kecamatan Bukit Bestari sebanyak 13, 48 persen, dan terakhir di Kecamatan Tanjungpinang Timur yang jumlahnya 4,68 persen.  

Vihara 1000 Patung. | Dokumentasi Pribadi
Vihara 1000 Patung. | Dokumentasi Pribadi
Dijadikan Tempat Wisata

Alih-alih menekan perkembangan budaya Tionghoa yang cukup pesat, Pemerintah Tanjungpinang justru memanfaatkan vihara dan kelenteng tersebut untuk tujuan wisata. Apalagi tidak sedikit kelenteng dan vihara unik yang sangat instagramable di kota yang berbatasan langsung dengan Singapura tersebut.

Walikota Tanjungpinang Lis Darmansyah saat famtrip pertengahan 2017 lalu menuturkan, Tanjungpinang berbeda dengan Batam yang sudah kuat dari sisi infrastruktur karena disokong oleh pemerintah pusat, berbeda pula dengan Kabupaten Bintan yang dianugerahi wisata-wisata alam yang sangat cantik. Sehingga, kedua kota dan kabupaten tersebut tidak perlu berupaya sekeras Tanjungpinang untuk menarik kunjungan wisatawan nusantara maupun mancanegara.

Ia melanjutkan, menyiasati  minimnya wisata alam, Pemerintah Tanjungpinang akhirnya mengemas secara kreatif potensi-potensi wisata "yang dibuat oleh tangan-tangan manusia", salah satunya adalah wisata vihara ataupun kelenteng --selain berwisata ke Puau Penyengat tentu saja, yang menjadi wisata ungguan Kota Tanjungpinang.

Apalagi vihara dan kelenteng di Tanjungpinang banyak yang unik. Ada Vihara Ksitigarbha Bodhisattva yang biasa dikenal dengan Vihara 1000 Patung. Setiap akhir pekan vihara ini sangat ramai dikunjungi wisatawan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara dari Malaysia dan Singapura.

Vihara 1000 Patung. | Dokumentasi Pribadi
Vihara 1000 Patung. | Dokumentasi Pribadi
Pengunjung umumnya antre berkunjung ke vihara tersebut karena arsitekturnya sangat khas Tiongkok. Bangunan yang ada di vihara tersebut atapnya dibuat melengkung dan dilengkapi hiasan naga, begitupula dengan ornamen lain, seperti batu besar yang dihiasi aksara Cina. Belum lagi tanaman-tanamannya yang identik dengan tumbuhan Negeri Tirai Bambu. Bila tidak menyebutkan lokasi, saat mengunggah foto di vihara tersebut ke media sosial, beberapa teman pasti akan ada yang menyangka kita sedang berada di Negeri Tiongkok.

Ada juga Kelenteng Tien Shang Miao yang sudah berusia 206 tahun. Uniknya kelenteng yang dulu sempat dijadikan tempat tinggal Kapiten Cina Chiao Ch'en tersebut kini ditumbuhi pohon beringin yang lumayan besar. Akar pohon sebesar kepalan tangan manusia dewasa tersebut tumbuh merambat membuat kelenteng tersebut terlihat unik.

Menurut penduduk sekitar, pada akhir pekan atau hari-hari besar tertentu banyak wisatawan mancanegara yang berkunjung ke kelenteng tersebut. Ada yang hanya sekedar berfoto, ada juga yang memang sekalian beribadah. Meski kondisinya terlihat kurang terawat, namun kelenteng tersebut ternyata masih rutin dijadikan tempat beribadah oleh warga sekitar.

Selain Kelenteng Tien Shang Miao dan Vihara 1000 Patung, ada juga Vihara Avalokitesvara Graha. Konon katanya vihara tersebut merupakan vihara terbesar se-Asia Tenggara. Saat berkunjung ke vihara tersebut, memang terlihat deretan patung yang berjejer rapi seolah menyambut setiap pengunjung.

Kompasianer berfoto dengan biksu Vihara Avalokitesvara Graha | Dokumentasi Kompasiana
Kompasianer berfoto dengan biksu Vihara Avalokitesvara Graha | Dokumentasi Kompasiana
Belum lagi rumpu hijau dan buah naga yang terhampar luas di depan dan kiri-kanan bangunan vihara. Saat berkunjung dengan para Kompasianer beberapa waktu lalu, kami hanya memandang takjub. Tak sanggup rasanya bila harus berkeliling dengan berjalan kaki menyusuri setiap jengkal dari vihara tersebut.

Kami malah lebih tertarik mengobrol dan berfoto bersama dengan sang biksu yang begitu ramah. Selain itu berkeliling di dalam vihara melihat beragam patung, salah satunya Patung Dewi Kuan Yin Phu Sha yang berukuran sekitar 16,8 meter. Patung tersebut sangat mencolok, selain sangat besar --konon katanya terbuat dari tembaga seberat 4o ton dan dilapisi emas 22 karat-- juga karena saatitu sedang ada perayaan. Banyak umat Budha yang saat itu sedang khusu beribadah.

Banyak spot menarik untuk berfoto di Vihara Avalokitesvara Graha. Abaikan modelnya hehe. | Dokumentasi pribadi
Banyak spot menarik untuk berfoto di Vihara Avalokitesvara Graha. Abaikan modelnya hehe. | Dokumentasi pribadi
Toleransi Beragama Sangat Baik

Toleransi beragama di Tanjungpinang memang sangat baik. Meski kental dengan budaya Melayu, tidak ada sentimen bagi ras atau suku tertentu. Para penduduk saling menghormati agama satu sama lain. Tidak ada pemaksaan kehendak karena salah satu suku merasa sebagai penduduk asli atau sebagai ras mayoritas.

Tempat beribadah masing-masing agama juga berdiri dengan megah sesuai dengan kebutuhan dari setiap masing-masing penduduk. Tidak sedikit dari tempat beribadah tersebut yang letaknya berdekatan --misalkan masjid dan vihara yang hanya berjarak beberapa meter, begitupula dengan gereja dan masjid, maupun vihara.

Ah, memang perbedaan itu lebih indah bila dihormati. Apalagi bila dimanfaatkan untuk kemajuan suatu kota. Setuju? Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun