Masih menurut teman saya itu, pernah suatu hari sang anak bermain sabun mandi hingga sabun yang tadinya penuh tersebut tandas tak bersisa. Melihat kamar mandi yang penuh busa, si pengasuh kemudian menegur si anak secara baik-baik agar tidak mengulangi perbuatan itu lagi. Namun bukannya mendapat dukungan dari teman saya dan pasangan (orangtua si anak), si pengasuh malah dimarahi karena berani menegur buah hati mereka. Alhasil sang anak menjadi semena-mena.
Bagi saya pribadi, siapapun berhak menegur anak saya bila memang melakukan perbuatan yang kurang terpuji –apalagi bila merugikan orang yang menegur tersebut. Namun tentu saja harus dengan cara baik-baik. Menurut saya, teguran merupakan tanda sayang. Apalagi bila dilakukan kepada anak-anak yang memang belum memiliki sensemana perbuatan baik dan mana perbuatan yang kurang baik. Bila tidak kita beri tahu mana yang baik dan tidak, anak belum tentu tahu. Apalagi kita tidak bisa 24 jam berada disamping anak.
Membiarkan anak melakukan semua perbuatan yang dia suka secara semena-mena bukan tanda sayang, apalagi cinta. Justru malah menjerumuskan anak menjadi pribadi sulit – tidak bisa menerima saat segala sesuatu tak berjalan seperti yang ia harapkan. Padahal dalam hidup, belum tentu semua yang kita inginkan dapat kita dapatkan, belum tentu kondisi yang kita hadapi seperti yang kita harapkan, kita lah yang harus berdamai dengan beragam situasi.
Setiap orang memang memiliki cara masing-masing dalam mendidik anak, dengan kelebihan dan kekurangannya. Sebagai ibu, saya juga belum sempurna dalam mendidik anak. Akan tetapi sebagai sesama orangtua tidak ada salahnya, kan, bila saling mengingatkan? Salam Kompasiana! (*)
***Artikel ini sebelumnya sudah dipublikasikan diblog pribadi.