Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

[Fiksi Kuliner] Kisah Pada Secangkir Teh Tarik Panas

9 Juni 2016   17:39 Diperbarui: 9 Juni 2016   19:04 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya menatap gadis itu lekat-lekat. Parasnya masih cantik seperti dulu. Ia bahkan terlihat lebih menarik dengan balutan hijab hijau tosca yang dililit sedemikian rupa. Meski usianya sudah mendekati usia 30 tahun, namun penampilannya terlihat seperti anak kuliah yang baru memasuki usia 20 tahun.

“Kamu  tidak berubah, masih aja hobi mengaduk teh tarik,” ucap Aya saat saya mengaduk-aduk secangkir teh tarik panas hingga buihnya melumer ke bibir cangkir.

“Kamu juga tidak berubah, selalu menanyakan hal yang sama sejak kita sekolah dulu,” jawab saya .

“Kalau suka teh tarik dingin, kenapa kamu tidak memesan es teh tarik saja?” tanyanya.

Saya memang sedikit berbeda terkait teh tarik. Meski hobi menyecap teh tarik dingin, saya  lebih suka memesan teh khas Negeri Jiran itu panas-panas. Ada kenikmatan tertentu saat mengaduk buih teh tarik tersebut hingga dingin.

 “Kirain setelah 10 tahun berlalu kamu tidak lagi meminum teh tarik seperti itu,” ujar Aya.

Saya hanya tersenyum. Ah, seandainya Aya tahu. Sebenarnya dia-lah yang menyebabkan saya memiliki hobi aneh seperti itu. Sejak memiliki perasaan yang sedikit spesial padanya, saya tidak lagi bisa menghabiskan waktu dengannya dengan perasaan tenang. Sehingga, untuk mengurangi kegugupan, saya selalu memesan teh tarik panas yang diaduk hingga dingin.

Setelah satu dasawarsa berlalu, kebiasaan tersebut masih terus saya lakukan. Apalagi sejak saya dan Aya berpisah karena Aya harus melanjutkan kuliah ke luar kota. Saat kangen masa-masa bersama Aya, biasanya saya akan memesan teh tarik sambil mengaduk buihnya hinga meluber ke sisi gelas.

“Ndi, apa enaknya sih minum teh tarik panas yang sudah dingin?” ulang Aya.

“Coba aja, Ya. Enak banget,” kataku berbohong. Padahal tidak ada rasa enak sama sekali. Teh tarik tersebut terasa anyep di lidah. Aromanya juga sudah habis menguar terbawa udara.

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun