Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

[My Diary] Banana Boat dan Pernikahan

13 April 2016   18:48 Diperbarui: 13 April 2016   19:04 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="My Diary/Dok: Fiksiana Community"][/caption]

Dear Diary,

Setujukah kamu, bila saya bilang pernikahan itu seperti banana boat? Mungkin kamu bilang saya berlebihan, atau kamu anggap saya tak pandai memberikan contoh perumpamaan.

Namun coba kamu perhatikan baik-baik, Ry. Ada banyak persamaan antara banana boat dan pernikahan.

Penumpang banana boat, seolah mewakili ayah, ibu, dan dua orang anak dalam ikatan perkawinan. Sementara pengemudi boat laksana sang pemberi takdir. Ia bisa melajukan boat, atau mengendurkannya. Ia bisa memilih berlayar di air laut yang penuh riak, atau telaga yang tenang tentram.

Sedangkan riakan air seperti tantangan dalam pernikahan. Ry, seharmonis apapun suatu keluarga, pasti akan ada riak-riak kecil. Saat banana boat berlabuh untuk kembali berlayar, pasti akan ada hentakan-hentakan. Apalagi saat penumpang satu per satu naik untuk menikmati hamparan pemandangan dari atas banana boat. Riakan-riakan air tidak dapat dihindarkan.

 

Diary,

Saat saya naik banana boat beberapa hari lalu, sempat terpikir, ada banyak tantangan dalam pernikahan. Menariknya, tantangan terberat terkadang bukan berasal dari hal-hal diluar keluarga yang menjalankan pernikahan tersebut, namun berasal dari dalam.

Ombak yang meliuk-liuk memang merupakan masalah tersendiri. Banana boat yang kita naiki mungkin akan oleng ke kiri dan kanan saat terkena gelombang, namun percayalah bila seluruh personel dalam banana boat tersebut kompak, ombak  tidak akan bisa membalikan banana boat.

 

Diary,

Kamu tahu kan, saya bukan pakar pernikahan? Namun entah mengapa saya tergelitik untuk berbagi hal ini dengan kamu.

Saya merasa, bila seluruh personel dalam ikatan perkawinan kompak, tidak ada tantangan yang bisa merusak pernikahan. Sang ayah tahu dan menjalankan tugas serta fungsi sebagai kepala keluarga, sang ibu juga demikian. Begitupula dengan anak-anak yang hadir dalam pernikahan tersebut. Bila ada harmoni, pernikahan akan mulus berjalan.

Jangan biarkan salah satu personel dalam ikatan pernikahan terjatuh, jangan dibiarkan ia tenggelam. Sebelum ada salah satu yang tergelincir ada baiknya memberi arahan dari awal apa yang sebaiknya dilakukan. Saat ada gelombang bagaimana harus bersikap. Sebab, bila satu jatuh, ada kemungkinan yang lain akan jatuh.

Sama seperti saat naik banana boat, saat ada satu personel yang terjatuh. Besar kemungkinan personel yang lain juga akan jatuh. Sehingga, banana boat itu akan terbalik dan tidak lagi bisa dinaiki.

 

Diary,

Satu hal lagi yang saya pelajari dari filosofi banana boat, jangan lengah. Terkadang saat tahu sedikit lagi sampai finish, kita mengendurkan pegangan dan insting untuk bertahan. Sehingga, tidak sedikit yang malah tenggelam saat hampir sampai di garis finish. Begitu pula dengan pernikahan. Tidak sedikit kan yang akhirnya terpaksa harus menyerah mengakhiri pernikahan justru saat usia tidak lagi muda.

Diary, cukup sekian cerita hari ini. Nanti saya sambung lagi dengan filosopi yang lain. (*)

 

Untuk membaca karya peserta lain silahkan menuju akun Fiksiana Community dengan judul : Inilah Hasil Karya Peserta Event My Diary. Silakan bergabung di Fiksiana Community.

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun