Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Â Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)