Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berapa Santunan Layak untuk Orangtua?

24 Juli 2015   15:22 Diperbarui: 24 Juli 2015   15:22 1486
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjelang Idul Fitri 1436 H lalu, saya sempat mencuri dengar obrolan beberapa orangtua yang sudah terbilang sepuh. Awalnya mereka hanya mengobrol ringan mengenai kebiasaan Idul Fitri, mulai dari para orangtua tersebut yang biasa dibelikan kue lebaran, baju baru, hingga sisipan angpau dari anak-cucu mereka.

 

Saat membahas mengenai angpau, obrolan agak sedikit sensitif karena beberapa dari mereka mulai curhat mengenai kepedulian masing-masing anak. Ada yang dengan bangga bercerita bahwa anaknya setiap kali lebaran memberikan uang sekian juta, ada juga yang dengan sumringahnya membanggakan jumlah pakaian baru yang dibelikan anak-anak mereka.

 

Ada satu yang bercerita bahwa anaknya setiap kali lebaran tidak sekaligus memberikan uang dalam jumlah berjuta-juta karena setiap bulan sang anak rutin mengirimkan sejumlah uang untuk membantu kebutuhan sehari-hari. Beberapa dari kami ada yang manggut-manggut takjub, karena tidak semua anak memiliki kepedulian seperti itu.

 

Ada satu nenek yang bercerita bahwa awalnya ia senang dikirimi uang Rp150 ribu/bulan dari sang anak. Bukan karena besaran yang diberikan, namun lebih kepada bentuk kepedulian dari anak tersebut. Namun saat bercerita kepada salah satu kerabat, kesenangan tersebut sedikit berkurang. Kerabatnya bilang, sudah seharusnya seorang anak memberikan sedikit rezeki mereka kepada orangtua.

 

Kerabat tersebut juga menambahkan, namun dengan gaji sekitar Rp8 juta/bulan, masa uang yang dihadiahkan untuk sang bunda tidak sampai 10 persen dari take home pay yang diterima. Nenek tersebut dengan polosnya bilang, berarti kecil sekali ya uang yang diberikan sang anak padanya.

 

Saya yang saat itu memang hanya jadi pendengar, jadi bertanya-tanya sebenarnya seberapa besar ya dana yang seharusnya disisihkan untuk orangtua – setelah kita berkeluarga?

 

  • Menurut saya, berapa besaran santunan yang diberikan anak kepada orangtua tergantung dari sang anak dan orangtua itu sendiri. Ada yang memilih untuk menghitung pengeluaran orangtua setiap bulan, kemudian dibagi rata dengan jumlah anak dari orangtua tersebut. Nah, setiap bulan setiap anak memberikan jumlah uang tersebut sebagai bentuk kepedulian mereka kepada orangtua. Apalagi bila orangtua tidak lagi punya penghasilan tetap, atau kalaupun memiliki penghasilan tetap mungkin tidak cukup untuk mencover kebutuhan sehari-hari.

 

  • Ada juga yang setiap berkunjung memberikan sejumlah uang dengan besaran yang tidak ditentukan. Alasannya, meski bersaudara kandung kondisi finansial setiap orang pasti berbeda. Apalagi orangtua juga tidak meminta atau tidak mewajibkan untuk memberikan uang. Beberapa orangtua memang ada yang enggan menerima pemberian uang dari sang anak. Mereka biasanya selalu bilang, asal ada buat keluarga kecil kalian, kami sudah bahagia. Setelah dipaksa-paksa, atau uang tersebut diberikan dalam bentuk barang, mereka baru mau menerima. Atau mereka menerima uang tersebut, namun saat kita bersalaman untuk berpamitan pulang, biasanya mereka menyelipkan uang dengan jumlah yang sama (bahkan lebih) kepada anak kita. Alasannya hadiah dari nenek/kakek buat cucu tersayang.

 

  • Meski jumlahnya tidak banyak, ada juga orangtua yang mewajibkan anak memberikan “setoran” secara rutin. Katanya mereka diwajibkan menyetorkan sejumlah uang sebagai ganti biaya pendidikan dan biaya “mencari” kerja yang dikeluarkan oleh orangtua.

 

Saya tidak mau berpolemik mengenai kebiasaan masing-masing anak untuk menyisihkan sebagian rejeki mereka untuk orangtua. Apalagi dalam agama saya - Islam, seorang anak memang wajib menafkahi orangtua bila ia mampu dan orangtua sudah menginjak masa lanjut usia dan tidak lagi memiliki penghasilan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup.

 

Namun bagi orangtua – terutama yang mampu, mungkin ada baiknya tidak melihat berapa besar uang yang bisa diberikan sang anak kepada mereka. Bila uang yang diberikan jauh dari harapan, mungkin berdoa saja semoga sang anak diberikan rejeki halal yang berlebih agar bisa memberikan uang yang lebih banyak lagi. Apalagi bila sang anak sudah menikah dan memiliki anak. Mungkin ada keinginan untuk memberi lebih, namun terkendala biaya sekolah anak dan kebutuhan lain yang tak ada habisnya.

 

Buat orangtua, mungkin ada baiknya tidak membicarakan berapa banyak anak kita memberikan uang setiap bulan kepada orang lain – meskipun itu kerabat sendiri. Khawatir menjadi kecewa seperti nenek yang saya ceritakan diatas. Selain itu, jangan bedakan mereka. Mentang-mentang yang satu rutin memberikan uang dengan jumlah banyak, dan yang lain hanya memberi dengan jumlah sedikit, perlakuan yang diberikan berbeda. Biar bagaimanapun mereka tetap anak-anak Anda.

 

Ah, semoga kita bisa lebih peduli kepada orangtua kita – orangtua yang membesarkan dan merawat hingga kita bisa mandiri seperti saat ini. Amien! Salam Kompasiana! (*)

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun