[caption id="attachment_346778" align="aligncenter" width="600" caption="Dok Pribadi/Peserta Nangkring Bareng."][/caption]
KEPENDUDUKAN DAN BONUS DEMOGRAFI
Masalah kependudukan selalu menjadi topik menarik untuk dibahas. Apalagi Indonesia yang memiliki penduduk 253,60 juta jiwa merupakan peringkat ke empat penduduk terbesar di dunia setelah Cina dengan jumlah penduduk 1,355 miliar, India dengan penduduk 1,236 miliar dan Amerika Serikat dengan jumlah penduduk 318.892 juta jiwa.
Ada banyak hal yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia dengan anugrah penduduk yang terbilang banyak tersebut. Apalagi sejak tahun 2012, penduduk produktif di Indonesia mulai mendominasi sehingga berpotensi untuk menggerakan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi lebih baik.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), rasio ketergantungan penduduk Indonesia adalah 51,31. Itu berarti setiap 100 orang usia produktif,terdapat sekitar 51 orang usia tidak produktif. Usia produktif adalah usia 15 hingga 64 tahun, sementara usia tidak produktif adalah usia 0 hingga 14 tahun dan usia 65 tahun tahun ke atas.
[caption id="attachment_346779" align="aligncenter" width="600" caption="Dok Pribadi/Para pembicara saat memaparkan Bonus Demografi."]
Dominasi usia produktif di Indonesia tersebut, membuat negeri yang memiliki 34 provinsi ini memasuki bonus demografi. Apa itu bonus demografi? Seperti bonus pada umumnya, bonus demografi merupakan anugrah/manfaat ekonomi yang diperoleh suatu bangsa karena memiliki proporsi penduduk produktif yang lebih banyak dibanding penduduk tidak produktif sehingga berpotensi menjadikan Indonesia menjadi negara maju, tidak lagi menjadi negara berkembang seperti saat ini.
Tidak usah membuat referendum atau voting, saya yakin semua penduduk Indonesia ingin menjadikan Indonesia sebagai negara maju.Siapa juga yang tidak ingin perekonomian negaranya tumbuh seperti Amerika Serikat, Jepang, Korea Selatan, atau Cina yang digadang-gadang mulai menyalip Amerika dalam hal ekonomi.
Namun apakah Indonesia mampu memanfaatkan potensi yang ada untuk menjadikan Indonesia sejajar dengan negara-negara maju dibelahan bumi sana? Memanfaatkan bonus demografi yang konon umumnya hanya akan dinikmati setiap bangsa sekali sepanjang sejarah?.
Saya yakin Indonesia pasti bisa memanfaatkan bonus demografi tersebut, selama ada dukungan dari masyarakat sebagai pelaku ekonomi dan pemerintah selaku pembuat kebijakan. Apalagi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai salah satu pemangku kepentingan, cukup gencar melakukan edukasi dan sosialisasi terkait pentingnya memanfaatkan bonus demografi hingga melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan penduduk yang berkualitas dan sejahtera sesuai dengan misi BKKBN yakni “Mewujudkan Pembangunan yang Berwawasan Kependudukan dan Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera”.
[caption id="attachment_346781" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Peserta nangkring saat mendengarkan pemaparan."]
Badan pemerintah yang dipimpin oleh Prof. dr. Fasli Jalal, Ph.D, SpGK tersebut gencar melakukan pendampingan untuk meningkatkan kualitas generasi mendatang dengan memastikan ibu melahirkan sehat dan memiliki usia lebih panjang sehingga dapat merawat, mendidik, mengasuh, hingga menyusui anak yang dilahirkan.
Melakukan koordinasi dengan kementrian/instansi pemerintah terkait untuk mensosialisasikan pentingnya imunisasi, hingga memastikan gizi yang cukup untuk batita, balita, anak-anak, hingga ibu hamil dan menyusui, dengan menyediakan makanan tambahan yang bergizi tinggi.
Melakukan edukasi organ reproduksi untuk anak-anak remaja hingga melakukan pendampingan bagi anak-anak tenaga kerja wanita (TKW). Anak TKW tersebut dipastikan bersekolah dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah, diberi asupan gizi yang baik, hingga memastikan mereka diasuh dengan baik.
Tim BKKBN melaksanakan program tersebut dengan terjun langsung ke wilayah-wilayah yang disinyalir menyumbang TKW cukup banyak. Agar program berjalan maksimal, BKKBN tidak berjalan sendiri, namun dengan menggandeng pemerintah daerah.
Mengapa BKKBN menyasar keluarga dan anak-anak TKW untuk meningkatkan kualitas penduduk Indonesia? Pembicara dari BKKBN, Yunus Patriawan Noya selaku Deputi Advokasi Pergerakan dan Informasi BKKBN dan Suyono Hadinoto Direktur Dampak Kependudukan BKKBN pada acara Kompasiana Nangkring bersama BKKBN di de Arianis Café, Batam, Rabu (8/10) mengungkapkan bahwa kulaitas bangsa berawal dari keluarga. Itu makanya BKKBN sangat konsen memastikan bahwa anak-anak diasuh dengan baik dan mendapatkan gizi seimbang sehingga tumbuh menjadi anak sehat, cerdas dan kuat.
Sementara anak-anak TKW secara khusus didampingi agar kelak mereka tumbuh menjadi anak-anak yang baik dan berguna, bukan menjadi anak yang kerap memicu masalah karena kehilangan kasih sayang orangtua, khususnya ibu. Sehingga, meski ditinggal jauh ibunda yang bekerja mencari nafkah, mereka tetap tumbuh menjadi pribadi yang kelak dapat dibanggakan.
[caption id="attachment_346782" align="aligncenter" width="450" caption="Dok Pribadi/Peserta saat menjawab pertanyaan dari MC."]
“BKKBN melakukan pendekatan 360° agar misi dan visi BKKBN dapat terealisasi secara optimal. Selain melakukan sosialisasi, edukasi dan pendampingan secara langsung, kami juga melakukan edukasi dan sosialisasi melalaui media, mulai dari media televisi, cetak hingga media online, salah satunya bekerjasama dengan Kompasiana,” ungkap Deputi Advokasi Pergerakan dan Informasi BKKBN Yunus Patriawan Noya.
Tak hanya itu, BKKBN juga memberikan penghargaan bagi kepala daerah yang mendukung program BKKBN. Badan tersebut juga memberi penghargaan pada perusahaan yang membuat iklan dengan menggunakan dua anak. Hal tersebut dilakukan agar program dua anak cukup semakin melekat di masyarakat. Tak terbayangkan bila banyak iklan yang menayangkan iklan dengan tiga atau lima anak? Yunus menuturkan dengan setengah bergurau, bisa-bisa program pemerintah kandas karena banyak yang tergiur untuk memiliki anak lebih dari dua.
Selain dari BKKBN, acara yang dipandu oleh admin Kompasiana, Nurulloh, tersebut juga menghadirkan Kepala Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LDFE-UI) DR. Sonny Harry B Harmadi yang memaparkan potensi-potensi yang dapat dimanfaatkan Indonesia terkait bonus demografi.
Sonny mengingatkan, meski Indonesia memiliki bonus demografi dan memiliki potensi untuk melajukan ekonomi selama 33 tahun – dari tahun 2012 hingga 2045. Namun bukan berrati Indonesia akan tinggal landas menjadi negara maju. Bisa saja bonus demografi tersebut terlewatkan begitu saja, seperti halnya Afrika Selatan dan Brazil.
“Namanya juga potensi, bisa berhasil bisa tidak. Contoh yang kurang optimal memanfaatkan bonus demografi adalah Brazil dan Afrika Selatan, sementara yang dapat memanfaatkan dengan baik adalah Korea Selatan dan Cina,” ungkap pengajar di Universitas Indonesia tersebut.
Sebelum bonus demografi, pertumbuhan ekonomi Cina yang berkisar 7,0 persen, namun setelah mengalami bonus demografi naik menjadi 9,2 persen, sementara Korea Selatan pertumbuhan ekonomi sebelum bonus demografi 7,3 persen menjadi 13,2, Singapura dari 8,2 meningkat menjadi 13,6 dan Thailand dari 6,6 meningkat tajam menjadi 15,5.
Bonus demografi akan dapat dirasakan maksimal bila penduduk produktif bekerja dan melakukan aktifitas positif, terjadi peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan, pengendalian jumlah penduduk, kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, tidak ada diskriminasi antara pekerja perempuan dengan laki-laki, masyarakat memiliki akses tabungan, hingga keterbukaan perdagangan dan saving nasional.
"Etos kerja Jepang yang sangat tinggi membuat negera tersebut mengalami bonus demografi kedua. hal tersebut dikarenakan warga jepang yang sudah lansia masih tetap produktif dan bekerja. Beberapa kota di Indonesia mungkin akan mengalami bonus demografi berkali-kali, seperti Jakarta, Batam dan Surabaya. Hal tersebut dikarenakan ketiga kota tersebut seperti gula, yang muda datang untuk bekerja, setelah lanjut usia pulang ke kampung halamannya," papar Sonny.
APAKAH INDONESIA BISA MEMANFAATKAN PELUANG?
Jawabannya BISA, mengapa TIDAK?
PENDIDIKAN
Indonesia sudah menerapkan wajib belajar 9 tahun pada tahun 1994, yang kemudian ditambah menjadi 12 tahun. Itu Berarti lulusan dekade 1990-an, penduduk Indonesia seharusnya sudah mengenyam setidaknya bangku SMA. Meski mungkin di beberapa wilayah kenyataannya sedikit sulit karena ada yang menikah muda karena tuntutan lingkungan, ada yang dipaksa untuk membantu mencari nafkah orangtua, hingga ada yang memang dasar anaknya tidak mau bersekolah.
Yup, keluarga dan lingkungan memang penting membuat sesorang antusias mengejar ilmu dibangku formal. Mungkin memang ada baiknya program-program yang menggiatkan seorang tokoh yang cukup terkenal untuk membagikan pengalaman mereka ke anak-anak sekolah, mungkin yang tingkat SD sehingga mereka lebih antusias mengejar cita-cita.
Seru juga kan kalau misalnya tiba-tiba ada seorang pengusaha yang berbagi pengalaman ke anak-anak sekolah dasar terkait pengalaman mereka, atau penerbang, teknokrat, atau mungkin seorang presiden kalau boleh. Bila melihat tokoh tersebut bercerita secara langsung, anak-anak yang masih polos biasanya semakin terpacu untuk mengejar cita-cita mereka. Rintangan apapun (kecuali takdir mungkin) tidak akan menghalangi mereka untuk mewujudkan impian.
Bagaimana dengan lulusan sarjana? Seperti yang dirilis Merdeka.com, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pengembangan (OECD) menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah sarjana muda terbanyak kelima di masa depan. Situasi ini bakal terwujud paling lambat pada 2020 mendatang.
Saat ini penduduk yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi memang semakin banyak. Hal tersebut terlihat dari daerah-daerah terpencil yang umumnya lulus SMA langsung menikah, sekarang memilih untuk kuliah, meski mungkin ada beberapa yang memilih jenjang diploma.
Remaja di daerah nenek saya misalkan yang masuk Kecamatan Jampang Kulon, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Bila dulu banyak anak umur belasan tahun yang memilih menikah, saat ini mereka memilih untuk berkuliah bahkan ada yang ke luar kota, sebagian ada yang memilih bekerja. Kebetulan di sekitar sana banyak pabrik-pabrik yang dibangun.
[caption id="attachment_346783" align="aligncenter" width="450" caption="Dok Pribadi/Admin Kompasiana Nurulloh saat menyerahkan kenang-kenangan kepada pihak BKKBN."]
KESEHATAN
Saat ini pemerintah sudah lebih konsen terkait kesehatan masyarakat dengan mengharuskan seluruh warga negera Indonesia terdaftar di BPJS Kesehatan, maksimal 1 Januari 2015. Itu berarti – diharapkan – tidak ada lagi masyarakat yang tidak terjangkau fasilitas kesehatan.
Mungkin sekarang tinggal memastikan saja agar rumah sakit/klinik/dokter keluarga melayani masayarakat Indonesia dengan baik, cekatan dan cepat sehingga program kesehatan yang dicanangkan pemerintah dapat berjalan dengan baik.
Saya sempat beberapa kali bertemu pengguna BPJS Kesehatan dan mendapatkan cerita cukup positif. Ada warga Belakang Padang, Batam yang terkena kanker payudara, penderita tersebut dirujuk untuk berobat di Pekanbaru, Riau. Ia diobati tanpa mengeluarkan biaya apapun (kecuali tiket pergi-pulang Batam-Pekanbaru) hingga sembuh.
PENGENDALIAN JUMLAH PENDUDUK
Pengendalian jumlah penduduk cukup berhasil. Program Keluarga Berencana (KB) yang diluncurkan pemerintah berhasil diterima masyarakat. Saat ini pepatah Banyak Anak Banyak Rejeki, patah dengan istilah Dua Anak Cukup.
Jangankan pasangan muda, nenek saya yang sudah sepuh dan berusia 80 tahunan pun langsung mengultimatum saya untuk memasang alat kontrasepsi sesaat setelah saya melahirkan. Beliau mengatakan, lebih baik memiliki anak itu terencana – tidak perlu banyak, yang penting berkualitas.
Apalagi untuk fasilitas kesehatan dan tunjangan anak di instansi pemerintah hanya sampai untuk anak kedua, ketiga dan seterusnya tidak ada tunjangan. Kebijakan tersebut secara tidak langsung membuat para pegawai berpikir lebih matang bila ingin memiliki anak lebih dari dua.
Hanya saja mungkin yang harus menjadi konsen pemerintah adalah penyebaran penduduk yang saat ini belum merata. Ada daerah yang sangat padat, namun juga ada daerah yang masih longgar. Solusinya klise mungkin, yakni pemerataan pembangunan. Bila di daerah yang masih sepi ada lapangan pekerjaan, ada pusat perbelanjaan dan sejenisnya, pasti lambat laun akan di gerumuti penduduk pendatang.
LAPANGAN PEKERJAAN
Saat ini lapangan pekerjaan juga lebih terbuka lebar. Banyak ibu rumah tangga yang menghasilkan uang cukup lumayan dengan berbisnis online, ada juga yang berbisnis MLM. Jumlah penduduk Indonesia yang cukup banyak menjadi potensi tersendiri untuk membuka pangsa pasar.
Hanya saja seperti yang disinggung oleh DR. Sonny Harry B Harmadi, saat ini lapangan pekerjaan di Indonesia lebih cenderung ke jasa, bukan menghasilkan produk. Mungkin ada baiknya ke depan, dengan SDM yang berlimpah Indonesia mulai membangun perusahaan yang menghasilkan sebuah produk yang dapat dinikmati secara masal oleh warga dunia, seperti halnya Korea Selatan yang membuat samsung, atau Cina yang membuat Oppo.
NANGKRING BARENG
Acara nangkring bareng yang dihelat Kompasiana-BKKBN selama empat jam tersebut disambut sangat antusias oleh Kompasianer. Banyak anggota Kompasianer yang menyempatkan hadir agar dapat bertemu langsung dengan sesama Kompasianer maupun dengan admin, bahkan beberapa ada yang dari Bintan, Kepulauan Riau.
Bagi saya pribadi, acara nangkring bareng tersebut memberi pelajaran tersendiri – yakni harus menyiapkan diri, atau setidaknya tahu sedikit terkait tema yang akan dibahas. Hehe saat ditanya apa singkatan BKKBN saya sempat kebingungan dan tidak tepat menjawab =D. Maklum biasa googling, dan tidak menghapal singkatan-singkatan =).
[caption id="attachment_346784" align="aligncenter" width="450" caption="Dok Pribadi/Berfoto bersama Pak sonny usai menerima hadiah ponsel."]
Saya berkesempatan bertemu banyak teman (baru) disana, mulai dari Mas Birgaldo Sinaga, hingga Mas Zuhri Muhammad. Bahkan sempat terlontar ke depan akan mengadakan acara khusus bagi Kompasianer Batam (Kepulauan Riau) agar tetap terjalin silaturahmi karena ternyata cukup banyak juga Kompasianer dari tanah Melayu ini.
Pada acara tersebut saya juga berkesempatan mendapat hadiah Samsung Galaxy Star karena dapat menjawab pertanyaan yang diajukan pembicara. Hehe jawaban tersebut balas dendam saya karena tidak dapat menjawab secara tepat singkatan BKKBN =D, maaf ya. Sekarang saya hapal luar kepala singkatan BKKBN =D.
Semoga ke depan Kompasiana mengadakan acara nangkring lagi di Batam. Amien (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H