Sebelum bonus demografi, pertumbuhan ekonomi Cina yang berkisar 7,0 persen, namun setelah mengalami bonus demografi naik menjadi 9,2 persen, sementara Korea Selatan pertumbuhan ekonomi sebelum bonus demografi 7,3 persen menjadi 13,2, Singapura dari 8,2 meningkat menjadi 13,6 dan Thailand dari 6,6 meningkat tajam menjadi 15,5.
Bonus demografi akan dapat dirasakan maksimal bila penduduk produktif bekerja dan melakukan aktifitas positif, terjadi peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat, terjadi peningkatan kualitas dan kuantitas pendidikan, pengendalian jumlah penduduk, kebijakan ekonomi yang mendukung fleksibilitas tenaga kerja dan pasar, tidak ada diskriminasi antara pekerja perempuan dengan laki-laki, masyarakat memiliki akses tabungan, hingga keterbukaan perdagangan dan saving nasional.
"Etos kerja Jepang yang sangat tinggi membuat negera tersebut mengalami bonus demografi kedua. hal tersebut dikarenakan warga jepang yang sudah lansia masih tetap produktif dan bekerja. Beberapa kota di Indonesia mungkin akan mengalami bonus demografi berkali-kali, seperti Jakarta, Batam dan Surabaya. Hal tersebut dikarenakan ketiga kota tersebut seperti gula, yang muda datang untuk bekerja, setelah lanjut usia pulang ke kampung halamannya," papar Sonny.
APAKAH INDONESIA BISA MEMANFAATKAN PELUANG?
Jawabannya BISA, mengapa TIDAK?
PENDIDIKAN
Indonesia sudah menerapkan wajib belajar 9 tahun pada tahun 1994, yang kemudian ditambah menjadi 12 tahun. Itu Berarti lulusan dekade 1990-an, penduduk Indonesia seharusnya sudah mengenyam setidaknya bangku SMA. Meski mungkin di beberapa wilayah kenyataannya sedikit sulit karena ada yang menikah muda karena tuntutan lingkungan, ada yang dipaksa untuk membantu mencari nafkah orangtua, hingga ada yang memang dasar anaknya tidak mau bersekolah.
Yup, keluarga dan lingkungan memang penting membuat sesorang antusias mengejar ilmu dibangku formal. Mungkin memang ada baiknya program-program yang menggiatkan seorang tokoh yang cukup terkenal untuk membagikan pengalaman mereka ke anak-anak sekolah, mungkin yang tingkat SD sehingga mereka lebih antusias mengejar cita-cita.
Seru juga kan kalau misalnya tiba-tiba ada seorang pengusaha yang berbagi pengalaman ke anak-anak sekolah dasar terkait pengalaman mereka, atau penerbang, teknokrat, atau mungkin seorang presiden kalau boleh. Bila melihat tokoh tersebut bercerita secara langsung, anak-anak yang masih polos biasanya semakin terpacu untuk mengejar cita-cita mereka. Rintangan apapun (kecuali takdir mungkin) tidak akan menghalangi mereka untuk mewujudkan impian.
Bagaimana dengan lulusan sarjana? Seperti yang dirilis Merdeka.com, Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pengembangan (OECD) menyatakan bahwa Indonesia akan menjadi negara dengan jumlah sarjana muda terbanyak kelima di masa depan. Situasi ini bakal terwujud paling lambat pada 2020 mendatang.
Saat ini penduduk yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi memang semakin banyak. Hal tersebut terlihat dari daerah-daerah terpencil yang umumnya lulus SMA langsung menikah, sekarang memilih untuk kuliah, meski mungkin ada beberapa yang memilih jenjang diploma.
Remaja di daerah nenek saya misalkan yang masuk Kecamatan Jampang Kulon, Kota Sukabumi, Jawa Barat. Bila dulu banyak anak umur belasan tahun yang memilih menikah, saat ini mereka memilih untuk berkuliah bahkan ada yang ke luar kota, sebagian ada yang memilih bekerja. Kebetulan di sekitar sana banyak pabrik-pabrik yang dibangun.
[caption id="attachment_346783" align="aligncenter" width="450" caption="Dok Pribadi/Admin Kompasiana Nurulloh saat menyerahkan kenang-kenangan kepada pihak BKKBN."]