[caption id="attachment_367973" align="aligncenter" width="500" caption="Dok Pribadi/Berfoto di depan Patung Dewi Guang Shi Pu Sha."][/caption]
Akhirnya, setelah hampir lima tahun menetap di Kota Batam, akhir pekan lalu saya bisa juga berkunjung ke Vietnam Camp. Sebuah lokasi wisata sisa-sisa peninggalan para korban perang Vietnam yang terletak di Desa Sijantung, Pulau Galang, Kota Batam. Tempat wisata yang dikelola oleh BP Batam tersebut memiliki luas sekitar 80 hektar.
Bagi penyuka sejarah, Vietnam Camp merupakan obyek wisata wajib kunjung. Hal tersebut dikarenakan tempat wisata tersebut sarat dengan peninggalan-peninggalan yang cukup bersejarah – terutama bagi warga Vietnam (dan sebagian warga Kamboja). Menurut salah satu penjaga pintu masuk, selain di huni oleh pengungsi dari Vietnam, tempat pengungsian tersebut juga dihuni oleh pengungsi dari Kamboja – meski jumlahnya tidak sebanyak pengungsi Vietnam.
Berbeda dengan warga Vietnam, warga Kamboja datang ke camp pengungsian tersebut setelah satu tahun ditampung di Jakarta. Itu makanya ada beberapa warga Kamboja yang cukup lancar Berbahasa Indonesia – dan memeluk agama Islam. Itu makanya pula di camp tersebut terdapat surau yang dulu sering digunakan untuk shalat warga Kamboja.
Berkeliling menyusuri camp tersebut menimbulkan sensasi tersendiri. Hal yang pertama saya rasakan adalah rasa kagum. Bukan apa-apa, untuk menampung para pengungsi yang katanya berjumlah sekitar 250 ribu orang, Pemerintah Indonesia dan UNHCR membangun berbagai fasilitas, mulai dari rumah sakit, pemakaman, rumah, tempat ibadah, tempat pelatihan, barak, hingga penjara.
Saya cukup antusias saat melihat bangunan berlantai dua yang dicat putih-orange lengkap dengan ruangan yang berpalang besi layaknya ruangan di penjara, namun dengan ukuran yang lebih mini. Pada halaman depan bangunan tersebut, terdapat keterangan yang menyatakan bahwa penjara itu dibuat sebagai tempat tahanan para pengungsi.