Daniel Kahneman salah satu pemikir paling berpengaruh zaman modern. Kahneman seorang psikolog, tapi ia bersama kolaborator sejatinya, Amos Tversky memenangkan hadiah Nobel bidang Ekonomi pada 2002. Kontribusi keduanya mengembangkan "Teori Prospek", yang menjelaskan dan menambah pandangan baru tentang pengambilan keputusan individu.
Buku terkenal Kahneman berjudul Thinking, Fast and Slow yang diterbitkan pada 2011 berakar pada karya bersama mereka, dan didedikasikan untuk Amos Tversky, yang wafat 1996. Boleh dibilang buku ini adalah memoar yang berisi tentang karya hidup intelektual Kahneman yang meninggal dunia pada Maret 2024 di usia 90.
Saya mulai membaca buku ini pada 2019. Tak rampung-rampung, selalu tertunda. Beberapa kali saya membaca ulang dari awal tapi tidak pernah sampai halaman terakhir (625), hingga pada akhirnya menamatkan pada liburan akhir 2024 barusan.
Buku ini menyajikan penemuan-penemuan di bidang psikologi selama puluhan tahun terakhir mengenai pertimbangan dan pengambilan keputusan. Thinking, Fast and Slowdibagi menjadi lima bagian. Diawali dengan pembagian dua sistem otak manusia, karena selama ini kita memahami dunia dalam dua cara yang sangat berlawanan, menggunakan dua cara berpikir yang sangat berbeda. Kahneman menyederhanakannya dengan "Sistem-1" dan "Sistem-2".
Sistem-1 itu cara berpikir cepat, intuitif, asosiatif, metaforis, otomatis, emosional, dan tidak dapat dimatikan. Sistem-2 itu berpikir lambat, disengaja, dan logis. Sistem-2 malas dan mudah capek, jadi biasanya ia menerima atau mengevaluasi apa yang dikatakan Sistem-1. Sifat malas itu tertanam dalam hakikat kita. Hukum alam menegaskan bahwa jika ada beberapa cara untuk mencapai tujuan yang sama, orang akan melakukan cara yang memerlukan upaya paling ringan.
Sistem-1 sebagian besar cukup bagus dalam apa yang dilakukannya, ia sangat peka terhadap isyarat lingkungan yang halus, tanda-tanda bahaya, dan sebagainya. Akan tetapi, ia membayar harga yang mahal untuk kecepatan. Ia suka menyederhanakan, menganggap "WYSIATI" (what you see is all there is).
Dengan begitu, kita sangat rentan tepapar bias irasional dan beragam efek yang keliru. Mudah berpikir asosiatif, berpikir dengan perumpamaan, berpikir sebab-akibat, terlalu mengandalkan intuisi, kelewat yakin, dan terlalu cepat melompat ke kesimpulan. Kita juga sangat rentan terhadap "ilusi fokus", yang dapat disampaikan dalam satu kalimat: "Tidak ada dalam hidup yang sepenting yang Anda pikirkan saat Anda memikirkannya."
Kahneman menjelaskan dan meyakinkan kita dengan begitu banyak cerita menarik, eksperimen-ekperimen valid, dan contoh-contoh peristiwa keseharian dengan analisis cerdas dan humor yang lucu.
Hasil percobaannya banyak mengejutkan. Seringkali kita tetap yakin biarpun kita keliru. Sekarang diketahui emosi berpengaruh jauh lebih besar dalam pemahaman kita mengenai pertimbangan dan keputusan, yang langsung dibimbing oleh perasaan suka dan tak suka, tanpa penalaran. Orang sibuk secara kognitif, misalnya, lebih mungkin membuat pilihan egois, menggunakan bahasa eksis, dan membuat pertimbangan yang dangkal dalam situasi sosial.
Kita pun jadi tahu bahwa perzinahan lebih banyak dilakukan para dokter atau pengacara dibanding politisi; hakim yang capek dan lapar cenderung memberikan putusan menolak permohonan; investor lebih percaya saham dengan kode yang mudah diucap; atau orang lebih terawasi dengan poster bergambar "mata" daripada gambar "bunga" di kantin kejujuran.
Atau pikirkan rangkaian pertanyaan ini: Berapa kencan yang Anda lakukan bulan lalu? Sebahagia apakah Anda akhir-akhir ini? Jawabannya akan sangat berbeda jika pertanyaaan itu dibalik, walaupun memiliki keterkaitan (hlm. 109). Jawaban yang baik membutuhkan banyak pemikiran, tulis Kahneman.
Sebagai dosen saya baru tersadar terpapar "efek halo" saat memeriksa ujian, biasanya saya membaca dan menilai satu demi satu lembar ujian tiap mahasiswa. Yang efektif adalah memakai prosedur baru, yakni membaca dan menilai jawaban pertanyaan pertama dari semua mahasiswa, lalu melanjutkan menilai jawaban pertanyaan kedua, dan seterusnya.
Kegiatan rapat juga contoh bagus kita sering terpapar "WYSIATI". Dalam rapat sebelum satu masalah dibahas, semua yang hadir dalam rapat sebaiknya diminta menulis singkat pendapat mereka, karena jika diskusi terbuka memberi terlalu banyak porsi kepada mereka yang bicara lebih dulu dan tegas, yang menyebabkan orang lain memilih ikut mereka.
Kita pikir kita cerdas, tapi kita salah. Intelegensi tinggi tidak membuat orang kebal terhadap bias, ia berbeda dengan rasionalitas. Intelegensi bukan sekadar kemampuan bernalar, juga mencakup kemampuan menemukan bahan yang relevan dalam ingatan dan mengarahkan perhatian ke tempat yang membutuhkan.
Jika Anda ingin bisa dipercaya dan cerdas, jangan menggunakan bahasa rumit kalau bisa menggunakan bahasa sederhana. Mitos yang marak di kalangan kampus belakangan, mengenai kosakata yang paling dianggap mengesankan professor. Kahneman mengutip Oppenheimer yang menunjukkan bahwa membungkus gagasan yang familier dalam bahasa muluk-muluk dianggap sebagai tanda kecerdasan dan kredibilitas rendah.
Membaca buku ini membuat saya berlatih untuk selalu tidak percaya dengan cepat segala sesuatu. Mengasah kemampuan mengendalikan perhatian dan mengendalikan emosi. Melatih lebih waspada, tidak mudah puas dengan jawaban yang tampaknya menarik, membiasakan diri untuk mencoba menganalisnya.
Buku ini salah satu karya intektual paling berkontribusi dalam banyak hal pemikiran sosial ekonomi, sangat dianjurkan kita membaca dan mendapatkan banyak manfaatnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H