Sea Games ke XXX 2019 telah bergulir di Philipina, opening ceremony berlangsung pada 30 November 2019 dibuka langsung oleh Presiden Rodrigo Duterte, dan akan berakhir 11 Desember nanti. Negara republik kepulauan akan menjadi tuan rumah untuk kali keempat. Sebelumnya tahun 1981 dan 1991, dan pada 2005.
Buat kontingen Indonesia, selamat bertanding dan berjuang mengharumkan nama negara, 267 juta penduduk Indonesia akan selalu mendukung kalian.
****
Tiap kali pesta olahraga Asean ini dihelat, selalu mengingatkan tentang memori masa kecil saya yang bercita-cita menjadi atlet nasional (serius), yang dengan bangga bisa mewakili Indonesia di ajang multi event, mulai SEAG, Asian Games, bahkan Olimpiade.
Saya terobsesi menjadi anggota kontingen Indonesia yang dilepas Presiden Soeharto dalam upacara kenegaraan di Istana merdeka, dimana setiap atlet diabadikan wartawan Istana hormat dan mencium bendera merah putih.
Dan ketika balik ke tanah air, saya mendapatkan bonus ratusan juta hasil meraih medali. Sungguh cita-cita mulia sekaligus menggiurkan buat bocah yang nilai mata pelajaran olahraganya selalu mendapatkan nilai terbaik dibandingkan dengan mata pelaran lain tiap kali penerimaan lapor sekolah.
Ayahanda mengakui pengetahuan saya seputar dunia olahraga di atas rerata anak sebaya---saya dulu kerap membagi bacaan koran dengan ayah, dan rubrik olahraga adalah bagian saya-. Bahkan aspek olahraga saya melebihi guru olahraga saya sendiri.
Saya masih ingat ketika Pak Suardi, sang guru mata pelajaran Penjaskes menguji kami siswa kelas-V SD. Salah satu soal ujiannya di tahun 1992: Siapa pemegang rekor Asia lari 100 meter putra ?
Banyak jawaban siswa dibenarkan oleh guru karena menjawab Mardi Lestari, Sprinter Indonesia dengan catatan waktu 10, 20 detik (dicatat saat PON 1989). Padahal Pak Suardi dan teman-teman saya belum tahu bahwa rekor Mardi sudah dipertajam oleh pelari asal Qatar, Talal Mansoor, dengan waktu 10, 14 detik!
Rupanya sang guru tidak up to date dengan dunia olahraga, sedangkan saya selalu mencari tahu perkembangan terbaru dari persaingan dunia sport. Sumber pengetahuan saya waktu bocah : Tabloid Bola (masih sekali sepekan), dan rubrik Olahraga pada Harian Kompas. Siaran TV hanya ada TVRI, saya setia menunggu sebulan sekali program Arena & Juara, ada satu lagi dari Gelanggang ke Gelanggang.
Setamat dari SD, hasrat saya melanjutkan di sekolah khusus keolahragaan, yakni SMP/SMA Ragunan Jakarta. Saya merasa punya bakat dan potensi menjadi atlet bulu tangkis atau pesepak bola. Dua olahraga paling populer di tanah air. Awal dekade 90-an itu, saya terinspirasi dengan beberapa atlet dari kedua cabor tersebut.
Baik dari dalam negeri maupun atlet luar negeri. Saya mengidolakan pebulangkis ulet 'si gondrong' Ardi B Wiranata, yang sukses besar juara di turnamen paling prestius, All England 1991. Saya pun ngefans dengan ganda putra terbaik kita, Eddy Hartono/ Gunawan, Juara All England 1992. Sayang sekali idola saya tersebut gagal meraih emas pada Olimpiade Barcelona 1992.Â
Dari dunia sepak bola, saya penggemar berat Marco van Basten dan Jurgen Klinsmann. Saya pun mengawali menjadi fans militan klub bola lokal, PSM Makassar, tepat ketika Ayam Jantan menjuarai kompetisi Perserikatan pada 1992. Alimuddin Usman, Yosef Wijaya dan kawan-kawan, sukses membungkam dua favorit kuat, Persib Bandung di semifinal, dan PSMS Medan di Final.
Waktu akhirnya menjawab semuanya, ketika hingga SMA pun saya masih bersekolah di SMA umum. Sempat membatin kecewa dan menghela napas, namun pada titik itulah, saya mulai tersadar bahwa cita-cita menjadi atlet profesional terempas.Â
Takdir menentukan saya harus mengabdi sebagai Dosen di Universitas Negeri Makassar (UNM). Ayah saya juga seorang Dosen, kakek saya seorang Guru. Mungkin itu alasan kuat kenapa saya tidak pernah berada di Ragunan. Heheh.
Salam olahraga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H