Satu bulan telah berlalu, saya masih saja merasakan satu momen luar biasa menjadi suporter timnas sepak bola Indonesia di ajang Asian Games 2018. Saya berkesempatan hadir di Stadion Wibawa Mukti, Cikarang, Kabupaten Bekasi, menyaksikan pertandingan babak 16 Besar Asian Games, antara Timnas Indonesia melawan Uni Emirat Arab.
Langkah Garuda Muda pada akhirnya terhenti lewat adu penalti, setelah bertarung mati-matian selama 120 menit dengan skor 2-2, dimana mereka dua kali tertinggal. Siapa pun yang menyaksikan pertandingan, baik di stadion maupun di televisi, mungkin sepakat timnas pasukan Luis Milla, tampil lebih baik. Hanya saja hasil akhir yang belum berpihak. Mereka kalah, memang, tapi cara Evan Dimas cs, bermain sungguh membuat kami memberikan apresiasi tinggi.
Selain bangga terhadap pemain yang telah berjuang hingga titik penghabisan, saya masih terkesan dengan atmosfer luar biasa di Wibawa Mukti yang diciptakan suporter timnas. Dukungan suporter total, yel-yel kreatif, dan sorak-sorak penonton sepanjang dan setelah pertandingan memeriahkan desa Sertajaya sore itu.
Dari sekitar 25 ribu suporter yang hadir di stadion (dan masih banyak suporter tidak mendapatkan tiket) merupakan gabungan suporter klub-klub Liga Indonesia, seperti Persija, Persib Bandung, Arema, dan sebagainya. Mereka semangat datang jauh-jauh dengan sepenuh hati bersatu demi mendukung Evan Dimas, Stefano Lilipaly, dan kawan-kawan.
Saya masih merinding jika mengingat saat ikut bernyanyi Indonesia Raya, Indonesia Pusaka, Bagimu Negeri, dan tentu saja lagu wajib sepak bola: Garuda di Dadaku. Indonesia Pusaka ciptaan Ismail Marzuki paling selalu bergema, sangat menyentuh hati dan membangkitkan kecintaan kita pada tanah air  ..."Di sana tempat lahir beta/Dibuai dibesarkan bunda/Tempat berlindung di hari tua/ Tempat akhir menutup mata."
Tak diragukan, ini pertandingan sepakbola terindah yang saya saksikan di stadion. Sumpah, saya bangga sekali menjadi orang Indonesia, bangga sekali menjadi suporter Timnas Garuda.
Sepanjang perjalanan pulang dari Cikarang kembali ke Jakarta, saya berpikir laga ini akan menjadi momen kebangkitan sepakbola nasional menuju gemilang prestasi. Kita punya skuad yang menjanjikan dan dukungan suporter yang positif sebagai modal besar. Meskipun kita kalah, sekali lagi.
****
Suporter dan sepakbola adalah sesuatu yang tak bisa dipisahkan, dimana kecintaan suporter terhadap klub sepakbola yang dibelanya telah mengubah pikiran normal manusia. Suporter sepakbola sama halnya kegiatan manusia lain, banyak suporter yang baik, namun tak sedikit yang jahat.
Saya pernah menonton di Stadion Tambak Sari, Surabaya, ketika dua musuh bebuyutan yang bertetangga, Persebaya Surabaya dan Arema Malang bertanding. Seorang pemain Arema yang dulunya pemain Persebaya, diteror habis-habisan dengan yel-yel dan makian kebencian, umpatan paling kotor yang bisa diumpat oleh manusia.Â
Istri sang mantan pemain, ibu, dan saudara perempuannya dihina dan dilecehkan secara verbal. Bergidik saya mendengar ocehan kasar itu. Begitu butakah hati orang yang terlanjur fanatisme? Coba jika dia yang mendengar keluarganya dihina?