Jika sukses, Les Bleus, menyamai raihan dua bintang Argentina dan Uruguay. Deschamps pun akan mensejajarkan diri dengan nama besar Mario Zagallo (Brasil) dan Franz Benckenbauer (Jerman), mengangat trofi sebagai pemai (kapten) dan sebagai pelatih.
Militansi Kroasia
Bagaimana dengan Kroasia, sejarah apa yang hendak mereka ciptakan ?
Kroasia adalah negara kecil tapi prestasi besar. Jumlah penduduknya tidak sampai 5 juta jiwa, negara kecil di semananjung Balkan ini merupakan pecahan dari Yugoslavia akibat perang saudara yang lama berkecamuk di sana.
Mereka menjadi anggota FIFA sejak tahun 1992. Namun 26 tahun kemudian mereka sudah berlaga di Final dan terpisah satu pertandingan kemenangan untuk menggenggam piala paling direbuti semua negara.
Perjalanan mereka di Rusia jelas memperlihatkan semangat nasionalisme yang rela berkorban demi harkat martabat negara yang mengalami banyak masalah. Mereka tampil sebagai tim dengan materi mumpuni dan pantang menyerah.
Memadukan teknik apik dan fisik prima penggawa Vatreni, Kroasia tampil hampir sempurna di tiga laga Grup D. Mereka tanpa ampun memborong sembilan poin dengan tiga streak kemenangan, termasuk memporak-porandakan pertahanan Argentina.
Kisah heroik dengan militansi dan semangat nasionalisme terlihat jelas di fase gugur. Melawan Denmark di perdelapan final, Rusia di perempat final, dan Inggris di semi final, mereka selalu tertinggal dulu. Namun mampu bangkit dan kemudian menang.
Ketiganya harus dilewati dengan dua kali adu penalti dan sekali perpanjangan waktu. Jika kita bicara kelaziman, menjalani tiga pertandingan selama 120 menit dan adu penalti yang menguras energi, emosi, dan mental, mustahil dapat melalui dengan baik. Tapi pemain-pemain Kroasia membuktikan itu dengan semangat rela berkorban.
Saya belum bisa membayangkan bagaimana pesta di Zagreb dan bangganya seluruh rakyat Kroasia jika Luka Modrid, Ivan Rakitic, dan kawan-kawan, membawa pulang gelar Piala Dunia.
****