Dalam dunia bola, apa yang dulu tidak mungkin, kini menjadi kenyataan. Sepak bola telah mengangkat derajat Bangsa Kroasia setelah Piala Dunia 1998.
Kroasia yang baru tujuh tahun merdeka dari negara Yugoslavia, berangkat ke Perancis sebagai debutan, dan pulang tampil sebagai juara ketiga turnamen paling prestius tersebut. Medali perunggu tim juga dilengkapi sepatu emas yang berhasil diraih striker Davor Suker, mengungguli penyerang-penyerang papan atas dunia seperti Ronaldo da Lima, Gabriel Batistuta, dan Denis Berkamp.
Publik sepak bola tidak lupa momen mereka menghancurkan Jerman di babak perempat final, juara Piala Eropa 1996 itu dihajar tiga gol tanpa balas. Davor Suker, Prosinecky, Cs juga nyaris mengempaskan mimpi tuan rumah Perancis menjadi juara dunia untuk kali pertama. Mereka akhirnya menyerah 1-2 di semifinal.
Namun kemenangan negara kecil atas raksasa dunia, Jerman, di kota Lyon itu menjadi satu malam bersejarah bagi Kroasia. Merupakan tonggak menyongsong masa depan yang gemilang. Mereka mulai mendapat pengakuan, tak lagi dipandang sebelah mata dari negara-negara kuat sepak bola.
Sepak bola pun menjadi sangat popular setelahnya. Ketika anak laki-laki terlahir, hadiah pertama adalah bola sepak. Â Demikan dikatakan Vedran Corluka, Bek senior yang telah membela Kroasia sejak Piala Eropa 2008.
****
Dalam perjalananya selama dua dekade hingga sekarang timnas Kroasia mengalami pasang surut. Jangankan menyamai, mendekati raihan generasi emas pertama sangat sulit. Pada Piala Dunia 2002, dan Piala Dunia 2006, mereka kandas di fase grup dengan penampilan biasa-biasa saja.
Generasi Emas kedua Vatreni mulai terbentuk akhir 2000-an, yang beberapa pemain tersebut menjadi kekuatan utama tim saat ini. Seperti Luka Modric, Ivan Rakitic, dan Corluka.
Modric dkk. menjadi tim yang solid di Piala Eropa 2008 Swiss-Austria, tim ini juga yang menghabisi tim Inggris di kualifikasi dan membuat tim Tiga Singa gagal ke putaran final.
Di Swiss-Austria, mereka tampil sebagai juara grup, dan kembali mengalahkan Jerman 2-1. Banyak pengamat kemudian memfavoritkan Modric Cs minimal bisa melaju ke semifinal Piala Eropa.
Namun sama halnya kehidupan ketika kita mengira bernasib baik, nasib buruk-lah kenyataan yang harus kita jalani. Vatreni yang perkasa di babak grup dikalahkan Turki di perempat final dengan cara paling menyakitkan yang bisa terjadi di pertandingan sepak bola.
Laga berlangsung sangat alot walaupun Kroasia mendominasi permainan. Kedua tim tak mampu mencetak gol dalam waktu normal, dan mesti dilanjutkan ke perpanjangan waktu 2x15 menit. Extra time inilah puncak antiklimaks dan dramatis, menit '119 satu menit menjelang pertandingan berakhir, Kroasia unggul dari gol Ivan Klasnic, dan diambang kemenangan.
Kroasia sudah merayakan kemenagan, seakan lupa masih ada sekitar dua menit tambahan jalannya laga. Mereka lengah, dan bencana itu terjadi saat pemain Turki Semih Sentruk, menembakkan bola liar di kotak penalti Kroasia ke gawang yang dikawal Pletikosa, Â gol, 1-1.
Pertandingan harus ditentukan lewat adu penalti. Namun comeback luar biasa Turki membuat para algojonya di atas angin dan percaya diri, semuanya sukses menjalankan tugas. Sebaliknya bagi Kroasia, mental para pemainnya ambruk ke titik terendah, tiga dari empat eksekutor gagal menyarangkan bola, termasuk Luka Modric dan Ivan Rakitic.
Duel tersebut itu merupakan salah satu pertandingan Piala Eropa paling magis dan dramatis. Bisa disebut malam paling tragis bagi sepak bola Kroasia. Jika 10 tahun sebelumnya, Kroasia menciptakan malam indah di Lyon, maka saat itu di kota klasik Wina, Austria, mereka harus melewati malam paling gelap bagi persepak bolaan Kroasia.
Tragedi Wina membuat pemain-pemain Kroasia terpuruk. Mereka membutuhkan butuh waktu yang lumayan panjang untuk pulih dan bangkit. Dan mereka seperti mulai dari nol, Kroasia gagal lolos ke putaran final Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan untuk pertama kali sejak Piala Dunia 1998.
Perlahan mulai di Piala Eropa 2012, generasi emas kedua ini bangkit walaupun belum sepenuhnya pulih. Modric Cs kembali lolos ke Piala Dunia 2014 Brasil walaupun terhenti di fase grup. Dua tahun kemudian tim mulai menunjukkan kekuatan dahsyat di Piala Eropa 2016, Â sayang Vatreni dihentikan Portugal di perdelapan final, yang kemudian menjadi kampiun baru Eropa.
***
Seiring waktu dan semakin matangnya pemain mereka, berbagai kegagalan selama satu dekade menempa mereka memiliki mental tangguh.
Performa mereka di Piala Dunia 2018 Rusia merupakan bukti keperkasaan. Kroasia tampil sempurna di tiga laga grup dengan meraih tiga kemenangan, termasuk menghajar Lionel Messi cs 3-0.
Tak seperti turnamen besar sebelumnya, dimana Kroasia selalu melempem di babak knock-out, di Rusia, Modric, Rakitic, dan kawan-kawan menunjukkan mental baja.
Melawan Denmark di perdelapan final, Rusia di perempat final, dan Inggris di semifinal mereka selalu tertinggal dulu. Namun mampu bangkit dan kemudian menang. Ketiganya harus dilewati dengan dua kali adu penalti dan sekali perpanjangan waktu.
Lewat perjuangan dan pengorbanan panjang selama satu dekade, generasi emas ini mampu melampaui prestasi generasi emas pertama dua puluh tahun lalu. Sejarah baru hebat tersebut mereka ciptakan setelah mengalahkan Inggris di semifinal di kota Moskow. Negara kecil dengan prestasi besar.
Dan malam nanti, di Luzhiniki Stadium Moskow, mereka akan menjalani pertandingan terbesar dalam sejarah sepak bola Kroasia melawan Perancis, di final Piala Dunia 2018.
Setelah malam indah di Lyon 1998, kemudian malam kelabu di Wina 2008, bagaimana dengan malam nanti di Moskow 2018 ?
Salam Piala Dunia. Jangan lupa nonton bola tanpa Kacang Garuda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H