Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Petualangan la-Pulga di Piala Dunia

1 Juli 2018   01:03 Diperbarui: 12 September 2018   16:50 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Argentina harus berhenti berharap bahwa mereka akan memenangi Piala Dunia hanya dengan mengandalkan pemain yang berpredikat super-star sepak bola, seperti yang terjadi pada Piala Dunia 1986.

Saat itu Tim Tango Argentina menjuarai Piala Dunia 1986 Meksiko dengan permainan sepak bola terhebat, lengkap dengan segala kontroversi pada sosok Diego Armando Maradona, yang diyakini sebagai pesepak bola terbesar dunia yang pernah lahir.

Nama besar Maradona tampaknya tak pernah pudar sedikit pun, senantiasa membayangi kiprah Argentina di Piala Dunia, bahkan ketika negara tersebut sudah memiliki Lionel Messi, pesepak bola yang sudah lima kali terpilih sebagai pemain terbaik dunia. Messi belum lahir ketika 30 juta rakyat Argentina turun ke jalan-jalan di negaranya merayakan sukses menjadi juara dunia untuk kedua kalinya.

Dalam beberapa kesempatan, Messi berujar jika boleh memilih dia akan rela menukar semua gelar individu yang sudah diraihnya dengan satu trofi Piala Dunia, bersama Argentina.

Impian itu sebenarnya sudah begitu dekat empat tahun lalu di Piala Dunia 2014 Brasil. Messi membawa Argentina ke pertandingan final dan selangkah lagi akan mensejajarkan diri dengan Maradona, legenda hidup sekaligus idola semua orang di Argentina.

Namun seperti yang sudah menjadi sejarah, di Maracana Stadium Rio, Argentina dikalahkan tim Jerman  0-1 melalui gol extra-time di menit '113 dari tendangan gunting Mario Goetze. La Pulga-julukan Messi harus meratapi kegagalan di final akbar, yang barangkali satu-satunya kesempatan yang tidak pernah dia dapat lagi.

***

Messi sempat frustrasi dan mundur dari tim nasional dua tahun silam sebab timnya kembali kalah oleh Cili di final Copa Amerika Centenairo. Namun Messi kembali untuk mencoba menatap Piala Dunia 2018 Rusia, yang kemungkinan menjadi ajang terakhir sang Messias.

Biasanya mereka selalu berangkat ke ajang empat tahunan dengan predikat favorit. Argentina memiliki semuanya, materi pemain berkualitas, pelatih hebat, dan dukungan maksimal dari masyarakat terhadap tim kebanggaan. Realitasnya memang demikian bahwa sepak bola sudah mendarah daging di negara asal Paus Fransiskus ini. Argentina tak pernah putus melahirkan pesepak bola yang memiliki keahlian tinggi.

Namun kali ini kekuatan mereka ke Rusia tak sehebat sebelumnya. Sepanjang kualifikasi, Argentina kacau, AFA, otoritas sepak bola, dua kali mengganti pelatih sampai pada Jorge Sampaoli. Untuk lolos ke putaran final saja, Messi Cs harus memainkan laga terakhir di zona Conmbeol. Posisi Argentina di klasmen hanya peringkat tiga, jauh di bawah Brasil, dan juga Uruguay.

Barangkali masalah terbesar Sampaoli adalah menyinergikan kehebatan para pemain bintangnya dalam pola permaian yang solid. Belum menemukan bentuk baku, yang membuat Sampaoli sering membongkar formasi. Konsekuensinya membingungkan pemain. Argentina pun sangat mudah terbaca, karena hampir semua serangan dibangun untuk Messi. Tak bervariasi.

Argentina punya pemain depan yang melimpah, tapi miskin pemain tengah penyeimbang dan bek-bek berkualitas dunia. Otamendi, Taghliafico, Rojo, dan Fazio terlalu jauh kualitasnya dibandingkan Roberto Ayala dan Javier Zanetti. Sang penyeimbang Javier Mascherano yang tampil garang di Brasil, tampak sudah uzur bersaing dengan pasukan muda lawan.

Alih-alih mengulang pencapain mereka pada 2014, Argentina sangat beruntung bisa lolos ke babak 16 besar dengan minimalis, setelah menang atas Nigeria. Sebelumnya ditahan Islandia, negara kurcaci di Eropa, dan kemudian dihantam Kroasia tiga gol tanpa membalas.

Di fase knock-out yang baru saja kelar, kemujuran Argentina akhirnya terhenti setelah dikalahkan Perancis 3-4 lewat pertandingan yang tak hanya mendebarkan namun juga mengibur untuk menggembirakan dunia sepak bola. Perancis melaju, Argentina terbang pulang. Messi gagal dan bisa jadi tak bertanding lagi Piala Dunia 2022 Qatar.

Sepak bola itu memang bukan lahan yang segalanya harus ideal atau ajang untuk mencari dalih. Sepak bola mengajari kita untuk mengalami kenyataan nasib. Entah itu kesuksesan atau pun kegagalan. Tapi yang pasti hidup terus berjalan.

Mengutip Tom Hanks dalam film Forrest Gump bahwa hidup ini adalah tentang perjuangan dan perubahan, setiap manusia harus selalu berusaha hingga takdirnya terungkap. Dan takdir Messi di Piala Dunia sudah terjawab,  Messi akan dikenang pemain terhebat yang tidak pernah mengangkat trofi Piala Dunia. Itulah garis nasib sang mega bintang super Messi.

Salam Piala Dunia. Tetap semangat dan Jangan lupa nonton bola tanpa Kacang Garuda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun