Mohon tunggu...
Muhammad Zulfadli
Muhammad Zulfadli Mohon Tunggu... Lainnya - Catatan Ringan

Pemula

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kami Hidup Bersama, Kami Mati Bersama, Kami Perancis

16 Juni 2018   22:17 Diperbarui: 16 Juni 2018   22:30 1038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak mengikuti Piala Dunia 1994, baru sekarang saya menjagokan Perancis dalam turnamen akbar seperti Piala Dunia (juga Piala Eropa). Petang tadi waktu Indonesia Perancis mengawali petualangan misi mejuarai Piala Dunia Rusia dengan mengatasi perlawanan  Socceros Australia, dengan skor 2-1 dalam matchday-1 persaingan Grup C,  di Kazan Arena Stadium.

****

Perancis meraih tiket dengan hasil kualifikasi terbaik yang pernah mereka lakukan untuk menuju Piala Dunia, tampil sebagai pemuncak grup yang dihuni Belanda dan Swedia. Les Bleus datang ke Rusia dengan rasa percaya diri tinggi dengan  barisan pemain muda berkelas dunia. Coba kita cek.

Lini depan Les Bleus sangat ekplosif dengan tiga penyerang muda yang  diandalkan klub elit Eropa: Antoine Griezmann (Atletico Madrid), Kylian Mbappe (PSG) dan Ousmene Dembele (Barcelona). Ketiganya bakal dilapis Striker yang levelnya hanya sedikit di bawah,  seperti Oliver Giroud (Chelsea) dan Thomas Lemar (Monaco)

Barisan lini tengah Perancis saat ini digadang-gadang yang terkuat di Eropa bahkan di dunia dengan hadirnya Ngolo Kante (Chelsea) sebagai gelandang bertahan, salah satu terbaik di posisinya di dunia; Corentin Tolisso (Bayern Munchen) bintang baru; dan pesepak bola termahal di Liga Inggris Paul Pogba (Manchester United). Di bench Blaise Matuidi dan Steven Nzonzi selalu siap menjadi pengganti sepadan.

Sedangkan lini pertahanan Perancis kokoh dengan duet Raphael Varane dan Samuel Umtiti, dua bek tengah yang menjadi andalan dua klub terbaik La-Liga Real, Madrid dan Bercelona. Benteng terakhir yang mengawal gawang adalah kiper top Hugo Loris, sekaligus  dipercayakan sebagai kapten lapangan.

Didier Deschamps

Besar kemungkinan saya mengalihkan perhatian ke tim ini karena faktor Didier Deschamps, sang pelatih Les Bleus. Saya senang cara Deschamps mengelola tim multikulural dengan barisan muda yang kini tenar dengan popularitas di klub-klub kaya di Eropa. Sungguh itu bukan hal mudah menjadikan mereka para bintang menjadi solid dalam satu tim.

Deschamps sejauh ini berhasil membuat Perancis layaknya keluarga besar yang harmonis, sederhana, meskipun bertabur materi. Deschamps sangat kuat memegang prinsip demi kesatuan tim. Ia sangat menyukai permainan kolektif. Dan terpenting ia sangat dihormati para pemainnya. Para bintang muda tersebut sangat kompak dengan semangat juang bertarung habis-habisan. 

Talenta-talenta hebat tersebut bangga dan merasa terhormat mengenakan kostum biru berlambang Ayam Jantan. Pasukan muda Deschamps mengusung pepatah lama On vit eensemble, On meurt ensemble (kami hidup bersama, kami mati bersama). 

Empat tahun lalu di Brasil, Perancis dihentikan Jerman di perempat final dengan skor 0-1. Turnamen pertama Deschamps menangani Pogba Cs. Tentu mereka belum cukup pengalaman bersaing ketika itu. Dua tahun kemudian anak-anak asuhan Deschamps telah menunjukkan bahwa mereka semakin  solid, organisasi tim semakin matang. 

Perancis sukses membalas dendam kepada Jerman di semifinal Piala Eropa 2016. Sayang Trofi yang sudah sangat dekat, terbang dicuri Portugal, karena Perancis tiba-tiba tampil anti klimaks di final.

Mengandalkan pengalaman pada turnamen akbar  2014 dan 2016. Perancis harus menampilkan yang lebih baik. Senatiasa menjaga konsistensi level tertingi di persaingan dengan rival-rival kuat seperti Jerman, Spanyol, Brasil, dan Argentina. Kita semua sadar betapa sulitnya meraih kemenangan-kemenangan untuk menuju juara di turnamen akbar sekelas Piala Dunia.

Perancis telah banyak belajar dan lebih siap menaklukkan Rusia. Les Bleus menjelma menjadi tim bertabur bintang-bintang di langit dengan kesederhanaan, memiliki ambisi untuk memenangkan Piala Dunia yang hebat, mengulang era kejayaan tepat dua dekade silam ketika sang kapten bersahaja Perancis, Didier Deschamp mengangkat trofi emas Piala Dunia 1998 di Stade de Franc. 

Kini di Rusia, Deschamps berhasrat menulis sejarah hebat dengan peran yang lain, sebagai pelatih, menyemai suskes sang kaisar Franz Beckenbauer.

Salam sepak bola. Jangan nonton bola tanpa Kacang Garuda.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun