Seingat saya, favorit kuat atau unggulan utama Piala Dunia 2002 adalah Argentina. Pelatih Marcelo Bielsa memboyong pemain-pemain Argentina di atas rerata kontestan lain. Dari kedalaman skuad mulai lini belakang sampai lini depan, Abiceleste paling mentereng.Â
Sekadar menyebut nama Gabriel Batistuta, Hernan Crespo, Javier Zanetti, Walter Samuel, Juan Veron, Diego Simeone, Ariel Ortega, dan Roberto Ayala, dan Maurichio Pochetino Manager Tottenham Spurs saat ini. Pandit menyebut tim terbaik Argentina sejak era Maradona berakhir. Alih-alih juara, Argentina malah tersingkir di putaran grup neraka yang dihuni Inggris, Swedia, dan Nigeria.
Justru Brasil yang kali ini tidak diunggulkan sukses menjadi kampiun yang ke-5, Penta. Di final tim Samba menghancurkan Jerman, yang juga tak masuk favorit kuat, dengan skor 2-0 yang diborong sang phenomenon Ronaldo da Lima. Ronaldo dengan gaya rambut kuncung, menebus dosa empat tahun sebelumnya.
Anh Jung-Hwan dan Moreno
Satu momen yang tak terlupakan adalah fenomena Korsel yang berhasil menembus semifinal sebelum dihentikan Jerman yang berlaga seperti panser, perlahan tapi memusnahkan.
Korsel selama menjalani empat turnamen Piala Dunia sejak tahun 1986, tak sekalipun meraih kemenangan, sampai akhirnya mereka sanggup mengalahkan Polandia, Portugal, Italia, dan Spanyol dalam satu Piala Dunia.
Terlepas tudingan curang selaku tuan rumah, Korsel yang dilatih Guus Hiddink, memang menampilkan sepak bola menyerang yang menghibur. Para pemain Korsel juga tak pernah menyerah, kekuatan fisik Taeguk Warriors seolah melebihi batas kemampuan fisik manusia.
Pertandingan Korsel melawan Italia yang paling memorable. Mungkin kebetulan saja, saya menonton partai ini di tengah lautan luas Selat Jawa, di geladak Kapal Motor Pelni Bukit Siguntang yang berlayar dari Semarang menuju Makassar. Kala itu sebagai penggemar berat kompetisi Serie-A, saya mengunggulkan Italia. Sepeti diketahui, Korsel menang 2-1 melalui Park Seoul dan golden goal Anh Jun-Hwan.
Belum selesai, pertandingan berlanjut ke ranah politik dan hukum. Ahn Jung-Hwan, dipecat Luciano Gaucci, bosnya pemilik klub Perugia, yang tak terima Ahn mempermalukan negaranya, Italia. Kedangkalan sikap Gaucci Ini kemudian menjadi lelucon dunia sepak bola, bahkan bagi sepak bola Italia sendiri.
Setidaknya ada tiga keputusan besar Moreno saat itu yang dapat mengubah hasil pertandingan sebelum gol Anh menjadi neraka Azzuri. Kesatu, hadiah penalti untuk Korsel (tidak gol); kedua, gol Damiano Tommasi dianulir; ketiga, kartu merah Francesco Totti. Kubu Italia protes keras dan mengecam FIFA. Namun hasil pertandingan sepak bola tak akan pernah bisa diubah.