Mohon tunggu...
Christine Setyadi
Christine Setyadi Mohon Tunggu... Jurnalis - a mother of two yang lagi bucin dengan kisah-kisah sejarah

to write is to heal and empower.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Anak-anak dan Sejarah

21 Mei 2022   22:39 Diperbarui: 21 Mei 2022   22:45 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak-anak saya termenung saja mendengarnya. Tidak berkata apa-apa.

Menarasikan Peristiwa Sejarah

Buku sejarah yang ditulis dengan narasi yang bertutur dengan sabar, bukan sekedar sekumpulan peristiwa, nama dan tanggal -- memampukan si pembaca untuk membangun relasi dengan tokoh dan peristiwa sejarah, meski terpaut puluhan tahun yang lalu. Menariknya, anak-anak terbukti mampu mencerna bacaan "berat"macam buku ini.

Seringnya (atau selalu sebenarnya) kita orang dewasa mengasingkan buku-buku seperti ini dari anak-anak, mengira belum waktunya mereka membacanya. Padahal anak-anak terlahir tidak sebagai kertas kosong, apalagi ember kosong. Mereka terlahir dengan paket lengkap: jasmani, rohani, akal budi, nalar dan nurani. Tinggal kita mendampinginya dengan sabar dan lembut agar semua itu dapat terasah.

Umumnya, bagi anak-anak, sejarah adalah pelajaran di sekolah yang harus dihafal agar nilai di rapor tidak merah. Jika kita lihat buku teks sejarah sekolah, yang disajikan adalah fakta-fakta sejarah saja. Penulis sudah mensarikan untuk siswa sekolah poin-poin apa saja yang perlu mereka ketahui. Contoh: sidang BPUPKI pertama dan kedua diadakan tanggal berapa, apa kepanjangan dari BPUPKI, istilah Jepang untuk BPUPKI, dan lainnya.

Bandingkan dengan peristiwa yang sama tetapi disajikan dalam bentuk narasi (halaman 239, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia):

Tanggal 28 Mei Badan Penyelidik mengadakan sidangnya yang pertama ... rapat-rapat yang diselenggarakan benar-benar kacau ... tidak ada yang berkoordinasi dengan yang lain. Orang-orang terpelajar yang berpikiran sempit dari Jawa, para pedagang dari Sumatera, para penduduk di pulau-pulau perbatasan, masing-masing tidak memiliki dasar pemikiran yang sama. 

Saat istirahat dari jam satu sampai jam lima petang, kelompok Islam melakukan pertemuan sendiri, kelompok kebangsaan melakukan pertemuan sendiri, kaum federalis dan pendukung negara kesatuan melakukan pertemuannya masing-masing ... terjadilah silang pendapat yang sengit tanpa ada titik temunya. Selama tiga hari terdapat perbedaan -perbedaan yang besar berkenaan dengan prinsip dasar dari Indonesia Merdeka. 

            Terlihatkah perbedaannya yang mencolok? Bukan saja soal cara penyajiannya, tetapi juga soal bagaimana peristiwa itu terhubung dengan kita atau tidak. Narasi soal rapat pertama BPUPKI menggambarkan sejelas-jelasnya seperti apa rupa dan rasanya rapat itu. Pembaca ikut merasakan, bahkan seolah mengalami betapa rumitnya perjuangan dan perjalanan menuju kemerdekaan itu.

            Lantas apa? Apa sih tujuan dari mempelajari sejarah? Jika kita belum mengetahuinya, atau bahkan tidak merasa berelasi dengan sejarah -- maka ada sesuatu yang tidak tepat dalam pendidikan sejarah kita saat kita bertumbuh. Inilah yang harus dikorek kembali. Kadang kita harus kembali ke titik nol dan bertanya, sudah tepatkah model pendidikan kebangsaan atau sejarah yang dialami siswa-siswa Indonesia?

            Melalui momen-momen sederhana ini, dengan modal sebuah buku harga puluhan ribu, sebuah komitmen waktu untuk duduk membaca bersama anak-anak, kadang sembari tengkurap di kasur -- harapan saya adalah agar sedikit demi sedikit benih tertabur -- agar si bungsu dan si sulung betul-betul meresapi dan menghargai perjuangan dan kemerdekaan tanah airnya. (Christine Setyadi)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun