Nama : Crystalia Claudy Alnik
No Urut: 19
NIM: 43222010012
prodi: S1-Akuntansi
Dosen Pengampu: Prof. Apollo. Dr.,M.Si.Ak
Seperti yang kita ketahui tindak kejahatan korupsi termasuk dalam fenomena kejahatan yang luar biasa merugikan bagi masyarakat luas. Setiap pelaku tindak pidana korupsi memiliki alasan jika dilihat dari sisi filsafat. Pada pembahasan kali ini penulis akan membahas mengenai fenomena kejahatan korupsi serta kaitannya dengan teori Hedonistic Calculus yang diciptakan oleh Jeremy Bentham.
Jeremy Banthem dan Teorinya
Nama Jeremy Bentham masih sangat populer di kalangan orang Inggris. Ia dilahirkan pada tanggal 15 Februari 1748 di London, Inggris. Ayah dan kakeknya sama-sama bekerja sebagai pengacara di bidang hukum. Latar belakang profesinya inilah yang membuat Bentham sangat tertarik dengan masalah hukum sejak dini. Dia kemudian belajar hukum di Oxford dan mengambil gelar terakhirnya di bidang hukum di London. Hukum juga telah banyak mengharumkan namanya hingga memasuki abad ke-21.
Kondisi sosial politik yang didominasi oleh banyaknya praktik ketidakadilan sosial pada masanya membuat Bentham, saat masih menjadi mahasiswa hukum, khawatir terhadap pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan hukum moralitas publik. Dia terinspirasi untuk menulis banyak esai yang membahas masalah moral, politik dan hukum yang penting secara praktis. Karena memiliki pemikiran yang luas, ia dipercayakan menjadi pemimpin kelompok filsuf radikal (philosophical radicals) yang menjadi ujung tombak (avant garde) dari gerakan reformasi liberal di Inggris. Gerakan ini menyoroti banyak isu terkait pendidikan, undang-undang tentang aktivitas seksual, praktik korupsi di lembaga publik, sensor dan pemenjaraan penjahat, misalnya narapidana, di Inggris.
Bentham adalah salah satu filsuf empiris yang besar dan berpengaruh di bidang etika dan politik. Filsafat hukum Bentham dipengaruhi oleh banyak filsuf sebelumnya. Ide-ide penting Bentham tentang The Greates Happines Principle besar sangat dipengaruhi oleh para filsuf seperti Protagoras, Epicurus, John Locke, David Hume, Montesquieu dan Thomas Hobbes. Sebagai filsuf yang mendirikan utilitarianisme di Inggris, Bentham menjadi pemikir terkemuka yang mempunyai pengaruh kuat terhadap para filsuf yang mengikuti tradisi setelahnya. Di antara nama-nama yang dapat kami sebutkan antara lain John Stuart Mill, Hendry Sidgwick, Michael Foucault, Peter Singer, John Austin dan Robert Owen.
Seorang pria yang sangat rasional, Bentham merumuskan teori-teori filosofis yang hukumnya didasarkan pada individualisme dan utilitarianisme. Banyak filsuf menilai Bentham dari perspektif multidimensi. Salah satunya, Bertrand Russell, berpendapat bahwa Bentham membangun landasan filsafat hukumnya pada dua prinsip utama: prinsip asosiasi (association principle) dan prinsip kebahagiaan terbesar (greatest happiness principle).
Pada tahun 1788 bentham berhasil menyelesaikan karya besarnya yang kelak menjadi magnum opus-nya yaitu "An Introduction to the Principles of Morals and Legislation" yang diterbitkan tahun 1789. dalam buku ini, Bentham menguraukan pikirannya yang terkenal yaitu teori utilitarianisme. ketenaran karya ini menyebar sangat luas dan cepat. Bentham mendapatkan kewarganegaraan prancis pada tahun 1972. pemikiran dan nasehat nasehat hukumnya diterima dengan hormat dinegara-negara Amerika dan Eropa. Pada tahun 1823 Bentham membantu mendirikan westminster review.
Utilitarian yang pertama, untuk menyebara prinsip-prinsip radikalisme filosofis dan juga pendirian University College, London
Bentham menutup usianya pada 6 juni 1832 di Queen Square dalam usia 85 tahun. Sesuai dengan wasiatnya, tubuhnya dibedah dihadapan rekan-rekannya. Kemudian, kerangkanya dikonstruksi dengan dipenuhi lilin dan pakaiannya dipakaikan pada kerangka tersebut. Patung Bentham disimpan di University College, London. Warisan Bentham untuk dunia hukum yaitu:
- Fragment on Goverment (1776)
- Defence of Usury (1787)
- Introduction to Principles of Morals and Legislation (1789)
- Traite de Legislation Civile et Penale (1802)
- Punishment and Reward (1811)
- Parliamentary Reform Chatecism (1817)
- The Influence of Natural Religion Upon the Temporal Happiness of Mankind (1822)
- Teatisme on Judicial Evidence
Prinsip dasar ajaran Bentham dapat dijelaskan sebagai berikut. Tujuan hukum adalah untuk menjamin kebahagiaan bagi individu, dan juga bagi orang banyak. “the greatest happiness of the greatest number” (kebahagiaan yang sebesar-besarnya dari sebanyak banyaknya orang). Prinsip ini harus diterapkan secara kuantitatif, karena kualitas kesenangan selalu sama. Untuk mencapai kebahagiaan individu dan sosial, hukum harus mencapai empat tujuan:
1. To provide subsistence (untuk memberi nafkah hidup)
2. To provide abundance (untuk memberi nafkah makanan berlimpah)
3. To provide security ( Unuk memberi perlindungan)
4. To attain equity (untuk mencapai persamaan)
Teori Jeremy Bentham
Sebelum membahas lebih lanjut penulis akan terlebih dahulu membahas teori yang sangat terkenal seperti pemaparan yang disampaikan diatas yaitu mengenai Utilitarianisme yang juga berkaitan erat dengan topik utama kita yaitu Hedonistic Calculus
Utilitarianisme termasuk yang digagas Bentham adalah bagian dari sistem etika. Secara garis besarnya sistem etika terbagi menjadi dua, yaitu: Teleologis (berorientasi pada tujuan) dan Deontologi (berorientasi pada kewajiban).
Konsep dasar dari Teori Utilitarianisme secara umum sangat sederhana, yaitu bagaimana memaksimalkan manfaat (utility) pada suatu tindakan, sehingga melalui proses tersebut kita bisa menikmati manfaat, keuntungan, kebahagiaan, dan kenikmatan (benefit, advantage, pleasure, good, or happiness). Dari proses memaksimalkan manfaat tersebut, kemudian diharapkan juga untuk dapat mengurangi timbulnya rasa sakit, kejahatan, penderitaan, atau perasaan yang menimbulkan ketidakbahagiaan.
Di dalam bukunya yang fenomenal (terbit tahun 1960) bertajuk Introduction to the Principles of Morals and Legislation, Bentham menegaakan arah dan visi hukum dari perspektif psikologis yang mendalam tentang prinsip utilitarisme. Bentham menulis: “alam telah menempatkan manusia dibawah kekuasaan dua tuan, atara lain yaitu ketidaksenangan dan kesenangan. Apa yang harus kita lakukan dan apa yang akan kita perbuat, semuanya ditujukan dan ditetapkan dalam rangka keduanya. Standar baik dan buruk, serta mata rantai sebab dan akibat, juga terkait erat dengan kedua hal itu. Keduanya memandu kita dalam segala yang kita perbuat, dalam segala yang kita katakan dan pikirkan. Segala usaha yang dapat dilakukan untuk menolak ketaklukan kita terhadap dua kekuasaan itu, hanya akan membuktikan dan menegaskan kebenaran itu”
Menggunakan istilah utilitas atau kemanfaatan, Bentham menegaskan sebuah kebenaran faktual jika setiap orang cenderung untuk menghasilkan keuntungan, faedah, manfaat, kesenangan, kebaikan dan kebahagiaan bagi dirinya. Hal ini berarti setiap orang dalam perilaku cenderung untuk menghindari diri dari situasi kemalangan, rasa sakit, kejahatan, ketidaksenangan, dan ketidakbahagiaan yang menganggu ketenangan pada dirinya.
Dari tulisan Bentham di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa kebahagiaan setiap individu dalam hidup layak dilindungi, dipelihara dan dilestarikan. Dari sini muncul the Greatest Happiness Theory dari Bentham yang menegaskan bahwa tujuan tertinggi setiap orang dalam kehidupan ini yakni memperoleh kebahagiaan. Orang tidak mungkin tidak ingin bahagia dalam menghayati ziarah eksistensinya dalam realitas kehidupan ini. Kebahagiaan adalah tujuan tertinggi setiap pribadi manusia.
Jeremy Banthem memiliki beberapa pemikiran penting Bentham juga dapat ditunjukan seperti:
1. Hedonisme kuantitatif
Hedonisme Kuantitatif yaitu ideologi orang orang yang mencari kesenangan secara eksklusif dari perspektif kuantitatif. Kenikmatan bersifat fisik dan berdasar pada sensasi atau rasa.
2. Summun bonum
Summun Bonum yaitu kepentingan materialistik yang berarti kesenangan yang bersifat material dan tidak mengakui kesenangan rohani atau tidak berwujud dan menganggapnya sebagai kesenangan tak nyata.
3. Kalkulus hedonistik (hedonistik calculus)
Kalkulus Hedonistik (hedonistic calculus) memiliki makna bahwa kesenangan dapat diukur atau dinilai dengan tujuan untuk mempermudah pilihan yang tepat antara kesenangan-kesenangan yang saling bersaing. Seseorang dapat memilih kesenangan dengan jalan menggunakan kalkulus hedonistik sebagai dasar keputusannya.
Nah pada kesempatan pada kali ini saya akan membahas lebih lanjut mengenai Hedonistic Calculus
Hedonistic Calculus
Pada tahun 1789, Jeremy Bentham mengembangkan gagasan analisis hedonistic. Algoritma teoretis diusulkan sebagai cara untuk menguji nilai moral atau nilai suatu tindakan. Bentham, seorang filsuf utilitarian, percaya bahwa tindakan dianggap baik berdasarkan konsekuensinya, terutama jika tindakan tersebut membawa lebih banyak kesenangan daripada ketidaksenangan bagi lebih banyak orang. Perhitungan hedonistic calculus tetap menjadi bagian integral dari kriminologi, khususnya teori pilihan rasional dan pencegahan. Pada metode hedonistic Calculus ini ada beberapa kriteria yang saling berkaitan erat.
Adapun kriteria kalkulus yakni:
- intensitas: Apa kekuatan perasaan senang atau sakit yang timbul dari melakukan suatu tindakan?
- durasi: Berapa lamanya kesenangan dan rasa sakit bertahan setelah tindakan ?
- kepastian dan ketidakpastian: Seberapa yakin kita bahwa tindakan yang dilakukan akan menghasilkan jaminan kesenangan atau ketidaksenangan?
- keakraban dan jauh dekatnya: apakah kesenangan atau ketidaksenangan terjadi secara langsung, atau ada tambahan waktu berikutnya ?
- kemurnian: apakah ada kemungkinan kesenangan dari suatu tindakan akan menyebabkan penderitaan lebih dan sebaliknya?
- Tingkat: Seberapa luas tindakan yang dilakukan terhadap masyarakat yang terkena dampaknya?
Untuk itu ada sanksi yang harus dan akan diterapkan untuk menjamin agar orang tidak melampaui batas dalam mencapai kesenangan yaitu: sanksi fisik, sanksi politik, sanksi moral atau sanksi umum, dan sanksi agama atau sanksi kerohanian.
Kelemahan Teori Jeremy Bentham
Teori Jeremy Bentham tentu mempunyai kelemahan.
Pertama, rasionalitas abstrak dan doktriner yang mencegah masyarakat dilihat sebagai satu kesatuan yang kompleks, campuran antara materialisme dan idealisme, kemewahan dan kesederhanaan, di mana Bentham melebih-lebihkan kekuatan badan legislatif dan meremehkan kebutuhannya. kebijaksanaan dan fleksibilitas untuk mengindividualisasikan penerapan sistem hukum Keyakinannya yang naif terhadap sifat umum dan prinsip-prinsip kodifikasi ilmiah sedemikian rupa sehingga ia mengabaikan perbedaan-perbedaan nasional dan sejarah dan mendekatinya dengan semangat yang sama.
Kedua, hal ini merupakan akibat dari kegagalan Bentham dalam mengembangkan secara jelas konsepnya mengenai keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Bentham percaya bahwa kepentingan tidak terbatas dari begitu banyak individu secara otomatis mengarah pada kepentingan masyarakat, namun Bentham tidak menjelaskan mengapa hal ini terjadi.
Contoh Kasus dan Penerapan metode hedonistic Calculus pada Fenomena Korupsi
Tindak pidana korupsi bantuan Sosial yang lakukan oknum pejabat pemerintah merampas hak politik mereka, dan pelaku divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 500 juta + 6 bulan. Tindak pidana korupsi sendiri diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa korupsi merupakan perbuatan yang merugikan keuangan negara dan perekonomian nasional serta menghambat pembangunan nasional.
Dari sisi penerapan etika, tindakan suap ini tentu melanggar etika penyelenggaraan pemerintahan. Etika pemerintahan mengharuskan semua pejabat politik bersikap jujur, dapat dipercaya, terikat pada tugas, dan melaksanakan tugas yang diberikan kepada mereka dengan keteladanan dan kerendahan hati. Asas etika deontologis menjelaskan bahwa suatu perbuatan dianggap benar apabila didasarkan pada hukum, asas, atau norma objektif yang mengikat secara mutlak bagi setiap orang. Etika deontologis juga mengkategorikan tindakan yang sesuai dengan prinsip tugas dan kewajiban serta fungsi yang didasarkan pada hukum dan norma sosial.
Berdasarkan pemahaman tersebut, tindakan suap dalam pengadaan bansos menunjukkan bahwa pejabat politik tidak menjalankan etika deontologis dalam menjalankan tugas dan tugasnya. Bukan sekedar suap, perbuatan ini juga dapat merugikan perekonomian negara, dan pelakunya bersalah melanggar Pasal 12 ayat b juncto Pasal 18 UU RI Nomor 31 . Didakwa. Pasal 55 ayat ke (1) KUHP serta Pasal 64 ayat (1) KUHP. Namun, ruang lingkup atau skala kesalahan dan pelanggaran semata-mata berada dalam yurisdiksi hukum.
Mengenai persentase kesalahan, akibat perbuatan dan kepentingan pelaku, hal ini diatur dalam Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pasal 2 dan 3 Pedoman Pemberantasan Pemidanaan Pidana.
hukum korupsi.
Berbeda dengan etika deontologis, etika teleologis lebih fokus pada tujuan akhir. Suatu tindakan atau perbuatan dikatakan etis apabila lebih banyak menimbulkan akibat atau akibat baik dibandingkan akibat atau akibat buruknya. Etika teleologis masih mengakuiprinsip hukum,tetpi dampak atau kegiatan lebih di utamakan dari pada hukum. Ada beberapa aliran etika teleologis: egoisme, altruisme, dan utilitarianisme, yang menjelaskan bagaimana tindakan pelaku korupsi kesejahteraan dinilai baik atau buruk, bermanfaat atau tidak berguna. Teleologi Etis – Dalam pengertian egoisme etis, pelaku mempunyai pemahaman unik bahwa perbuatan pelaku adalah baik jika memberikan manfaat bagi dirinya. Namun teori teleologis ini memiliki pemahaman yang lebih sempit bahwa egoisme etis mengedepankan pemahaman bahwa perbuatan baik adalah perbuatan yang menguntungkan diri sendiri dalam jangka panjang.
Dari sudut pandang etika teleologis – egoisme etis tindakan korupsi ini dalam pemberian bantuan sosial tidak dapat dibenarkan.
Pandangan ini menekankan bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh masyarakat pada prinsipnya bertujuan untuk mencapai keuntungan pribadi. Namun bukan berarti orang lain mengabaikan manfaatnya sepenuhnya. Hal ini tidak etis karena pelaku hanya fokus mencari keuntungan sebesar-besarnya dan tidak memikirkan proses hukum serta sanksi sosial yang akan diterima jika tertangkap.
Dilihat dari teori altruisme teleologis yang menekankan pada kesejahteraan orang lain tanpa mengharapkan imbalan apa pun bagi diri sendiri, perilaku tersebut jelas melanggar etika. Sebab, bertentangan dengan pemahaman tersebut, perilaku koruptif di masa krisis pandemi justru mengutamakan keuntungan pribadi tanpa rasa peduli. Kesulitan yang dihadapi masyarakat. Perbuatan pelaku korupsi sama sekali tidak ada gunanya karena tidak membahagiakan atau sejahtera orang lain.
Terakhir, utilitarianisme, suatu perspektif teori etika teleologis, menyatakan bahwa jika tindakan seseorang dapat memaksimalkan kebahagiaan dan memberi manfaat bagi banyak orang tanpa membeda-bedakan orang lain, maka tindakan tersebut secara moral memberikan pandangan umum tentang apa yang dianggap baik dan bermanfaat. Teori ini menentukan baik atau buruknya suatu tindakan berdasarkan hasil akhir atau akibat dari tindakan tersebut bagi sebanyak mungkin orang. Dari sudut pandang keuntungan, suap dalam pengadaan paket kesejahteraan sosial melanggar etika teleologis atau utilitarianisme.
Sebab, perbuatan tersebut tidak hanya merugikan negara, namun juga pelakunya sendiri. Pelakunya pada akhirnya harus menanggung hukuman yang diakibatkannya. Dieksekusi, yang berdampak negatif pada partainya. Selain itu, teori ini mendukung fakta bahwa pelaku korupsi melanggar prinsip etika. Sebab, perbuatan pelaku bertujuan untuk memaksimalkan kesejahteraan dirinya sendiri, namun tidak menimbulkan kerugian bagi orang lain, baik masyarakat yang terdampak COVID-19 maupun orang-orang yang terlibat kasus.
Penerepan Kasus diatas dengan Metode Hedonistic Kalkulus
intensitas : Pada contoh kasus diatas tersangka pelaku akan merasa senang karena mendapat keuntungan nyata secara langsung atas tindakannya.
Durasi: Berkaitan denganjangka waktu lamanya pelaku korupsi mendapat kesenangannya. pada kasus diatas kesenangan pelaku tidak bertahan lama karena kasus dapat terbongkar oleh aparat yang berwajib.
Kepastian dan Ketidakpastian: para koruptor tau bahwa jika mereka tertangkap akan mendapatkan sanksi, namun mereka tetap melakukannya untuk kesenangan sendiri.
kemurnian: Para pelaku tau jika atas tindakannya akanada banyak pihak yang dirugikan, salah satunya masyarakat atau keluarga dari masyarakat yang terkena covid-19, tetapi para pelaku seakan tutup mata dan telinga hanya untuk memuaskan hasrat menyejahterakan diri sendiri.
Keakraban dan jauh dekatnya: Kesenangan yang didapat dari pelaku tidak pidana korupsi pada contoh diatas waktu yang ditempuh untuk mendapat kesenangan bisa dikatakan instan atau langsung karena dana yang didapat dari mengambil hak rakyat langsung mengalir ke pribadi.
Tingkat: Akibat yang disebabkan oleh pelaku korupsi tersebut berdampak sangat luas untuk masyarakat indonesia, karena dana tersebut memang dipersiapkan untuk masyarakat luas di indonesia yang terkena dampak covid-19
Keadilan Hukum Jeremy Bentham
Teori utilitas Bentham menyatakan bahwa suatu hukuman dibenarkan jika penerapannya menghasilkan dua efek utama: Pertama, akibat pemidanaan adalah mencegah terulangnya tindak pidana yang dilakukan terpidana di kemudian hari. Kedua, hukuman memberikan rasa kepuasan kepada korban dan orang lain. Ciri khas dari hukuman ini adalah memiliki efek preventif, mencegah terulangnya perilaku yang sama di masa depan dan memuaskan kesejahteraan mereka yang terlibat dalam sengketa hukum. Bentham mengemukakan bahwa pencegahan akan menghasilkan tiga bentuk akibat:
- Pertama, dengan menghukum pelanggar hukum, ia akan kehilangan kemampuan untuk mengulangi kejahatan yang sama di masa depan. Hal ini berlaku sekalipun terpidana divonis penjara seumur hidup, dipotong tangannya, atau divonis mati berdasarkan putusan badan hukum formal.
- Kedua, akibat pidana dapat pula berupa perubahan atau pembaharuan terhadap terpidana. Hal ini mengasumsikan bahwa hukuman mempengaruhi dan membentuk kembali kecenderungan dan kebiasaan buruk subjek yang dihukum, sehingga subjek tidak ingin melakukan kejahatan di kemudian hari. Di sini jiwa manusia diperbarui, dan ketika sudah bebas, ia tidak mau lagi atau ingin melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum. Narapidana diduga mengalami perubahan kepribadian akibat melalui tahapan proses hukum selama berada di penjara.
- Ketiga, pencegahan dan efek jera. Hukuman harus dapat memberikan efek jera terhadap terpidana sekaligus memberikan efek jera terhadap kejahatan yang dilakukan oleh calon pelaku kejahatan lainnya di masyarakat. Hukuman ini membuat orang yang sudah keluar dari penjara jera untuk kembali melakukan kejahatan melawan hukum, dan sekaligus memberikan pesan kepada anggota masyarakat lainnya untuk tidak melakukan kejahatan jenis baru dalam realitas sosial.
Kesimpulan
Teori atau metode pemikiran Hedonistic Calculus yang diciptakan oleh Jeremy Bentham di perunttukan untuk menilai kesenangan dan tidakkesenangan suatu tindakan. Teori ini juga dapat menjadi bahan pertimbangan pada permasalahan seperti korupsi. namun pada konsep ini perlu diakuo bahwa lingkungan sekitar juga mempengaruhi penilaian terhadap konsekuensi etis. Korupsi merupakan tindakan merugikan bagi kebanyakan orang, namun pada teori ini tidak pidana korupsi dapat menjadi bahan pertimbangan bahwa seseorang itu merasa kesenangan atau penderitaan ketika melaukan tidakan tersebut.
Daftar Pustaka
1. Fariduddin, A. M., & Tetono, N. Y. D. (2022). Penjatuhan Pidana Mati bagi Koruptor di Indonesia dalam Perspektif Utilitarianisme. Integritas: Jurnal Antikorupsi, 8(1), 1-12.
2. Pratiwi, E., Negoro, T., & Haykal, H. Teori Utilitarianisme Jeremy Bentham: Tujuan Hukum atau Metode Pengujian Produk Hukum? Jeremy Bentham’s Utilitarianism Theory: Legal Purpose or Methods of Legal.
3. Fios, F. (2012). Keadilan hukum Jeremy Bentham dan relevansinya bagi praktik hukum kontemporer. Humaniora, 3(1), 299-309.
4. Latipulhayat, A. (2015). Khazanah: Jeremy Bentham. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum (Journal of Law), 2(2).
5. Betresia, A., Situmeang, S. W., Verdina, P., Jannah, L. M., & Oktafia, E. (2021). Korupsi Bantuan Sosial COVID-19: Analisis Implementasi Etika Normatif Pejabat Publik di Indonesia COVID-19. Dialogue: Jurnal Ilmu Administrasi Publik, 3(2), 138-154
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H