Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Insinyur - Penulis buku Wajah Kota, Wajah Kita (kumpulan artikel koran) dan Dari Soeharto hingga Raisa (kumpulan artikel Kompasiana)

sekedar omong-omong sambil belajar merenungi hidup

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Setelah Menonton Petualangan Sherina 2

16 Oktober 2023   13:58 Diperbarui: 16 Oktober 2023   14:12 300
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari-hari ini para penonton film di Indonesia mungkin masih diharubiru oleh film Petualangan Sherina 2 (PS2) yang masih diputar di bioskop-bioskop di banyak kota. 

Film itu mungkin menarik karena membawa kenangan para orang tua yang dahulu mungkin masih anak-anak atau remaja dan sekarang sudah berkeluarga. Ya, rentang waktu 23 tahun dari film pertama tentu membawa banyak perubahan bagi banyak orang. Selain untuk bernostalgia, karena temanya untuk semua umur, para orang tua (muda) itu juga dapat mengajak anak-anak mereka untuk menonton, sehingga pangsa pasar film ini cukup luas mencakup semua umur. 

Saya sendiri sekeluarga sudah sempat menonton film tersebut pada Sabtu minggu lalu. Terus terang sebenarnya saya tidak menonton film Petualangan Sherina 1 (PS1) di bioskop, hanya menonton sekilas-sekilas ketika diputar berulangkali di berbagai stasiun TV. Mungkin karena ketika itu saya juga sudah tidak lagi kecil maupun remaja sehingga tidak terlalu tertarik untuk mengikuti film itu hingga tuntas. 

Meskipun demikian, saya cukup familiar dengan berbagai potongan adegan yang cukup ikonik, terutama tentu ketika Sherina dan Saddam saling ejek dengan diiringi lagu Jagoan yang liriknya: 'Dia pikir, dia yang paling hebat...". Lagu dan adegan itu mungkin menjadi adegan yang ikonik dan akan dikenal sepanjang masa. 

Di sini saya mengakui kehebatan Jujur Prananto sebagai penulis skenario dan Riri Riza sebagai sutradara yang mampu menghanyutkan penonton pada suasana yang dibangun. 

Dengan ekspektasi yang lumayan tinggi kami memasuki gedung bioskop dan mengharapkan tontonan yang semenarik itu. Adegan-degan awal cukup menjanjikan yang menunjukkan bagaimana Sherina sekarang sudah menjadi wanita karir di sebuah stasiun TV sebagai host yang cukup diandalkan. Hal ini dapat dilihat dari kepercayaan manajemen untuk menugaskannya, termasuk rencana meliput sebuah acara penting di Swiss. 

Namun rencana tersebut kandas karena ada perubahan rencana sehingga dia digantikan oleh personil yang lain. Drama perlahan dibangun, bagaimana dia sempat kecewa dan kembali ke rumah orangtua, hingga akhirnya bisa menerima penugasan pengganti untuk meliput pelepasliaran orangutan di Kalimantan. Di sini mungkin ingin disampaikan pesan bagaimana keluarga tetap menjadi faktor penting dalam membangun karir. 

Adegan-adegan selanjutnya memperlihatkan bagaimana dia ditugaskan di Kalimantan, bertemu kembali dengan Saddam yang telah menjadi semacam manajer untuk program pelepasliaran orangutan tersebut. Hingga fase ini, cerita dan adegan yang terbangun cukup menjanjikan, mampu diikuti dan dinikmati dengan baik. 

Masalah bagi saya sebetulnya mulai muncul pada fase petualangan, yang sesungguhnya merupakan inti dari cerita ini sebagaimana tersurat dalam judulnya. Inti dari film ini adalah pencurian orangutan dan bagaimana upaya Sherina bersama teman-temannya untuk mencegah pencurian itu. 

Dengan beribu maaf pada penulis skenario yang ternyata masih sama dengan PS1 ditambah beberapa anggota tim, saya menilai bahwa skenario yang dibangun adalah lemah, terlalu banyak adegan yang kurang mampu dinalar, terlalu banyak kebetulan-kebetulan yang mungkin hanya dapat terjadi sekali dari seribu kejadian, yang anehnya kebetulan-kebetulan itu dapat berjalan simultan. Menurut saya bolehlah salah satu kebetulan itu terjadi suatu waktu, tapi janganlah dirangkai dengan kebetulan yang lain, sehingga prosentase kemungkinannya menjadi sepersejuta kali. 

Walaupun tidak saya rincikan karena nanti dianggap spoiler, beberapa adegan yang kurang bisa diterima nalar misalnya bagaimana si anak kecil Sindai dan Sherina dengan berani mengikuti para pencuri yang dengan nalar bodoh saja sudah dapat diduga tidak dapat mengimbangi para pencuri yang lebih banyak? 

Mungkin memang ada adegan Sindai yang mencoba untuk mengkomunikasikan dengan anggota tim lain, yang tidak dihiraukan karena komunikasi yang tidak jelas, tapi bukankah Sherina dapat menangkap itu dan mengambil langkah yang strategis? Tapi ternyata hal ini tidak dilakukan Sherina dan malah melakukan hal yang sebenarnya dengan mudah ditebak tidak akan dapat dimenangkan. 

Memang seluruh adegan film ini sesungguhnya tidak akan terjadi kalau Sherina memilih langkah yang strategis bukan emosional seperti disampaikan oleh Saddam. Jangan-jangan memang alur cerita ini memang disengaja dengan asumsi bahwa perempuan lebih sering bertindak emosional dibanding rasional? 

Adegan lain yang terasa mengganjal karena seolah terlalu banyak kebetulan diantaranya bagaimana di Pulau Kalimantan yang begitu luas itu mereka begitu mudah bertemu di jalanan dengan pencuri. Bagaimana di alur sungai yang panjang itu mereka begitu mudah mendapati perahu para pencuri ditambatkan? Bagaimana dengan selisih waktu yang cukup lama (karena harus berdebat dan mencari perahu yang dapat digunakan) mereka bisa mengejar perahu para pencuri, yang ketika hampir terjangkau (yang mungkin musykil juga diraih karena kekuatan para pencuri dan perahu yang bergoyang), akhirnya gagal dan kembali tertinggal karena kebetulan bahan bakarnya habis? Bagaimana, bagaimana dan mengapa? Begitu banyak pertanyaan yang muncul yang sesungguhnya menganggu dalam benak.  

Lalu saya menyadari, mungkin memang ini diniatkan bukan sebagai film petualangan, namun film musikal yang bertema petualangan dengan bumbu-bumbu kenangan yang nostalgik. 

Kalau itu tujuannya, maka film ini dapat dibilang sangat berhasil. Kita dengan mudah mendengarkan lagu-lagu tema film ini diputar di stasiun radio hingga saat ini, bahkan anak-anak saya yang beranjak remaja tak berhenti membicarakan adegan Sherina dan Saddam di sebuah gudang diiringi lagu yang bertema kalau gak salah harapan akan masa depan dengan gambaran bintang-bintang di latar belakang. 

Salah satu anak saya malah sudah merequest agar ada kelanjutannya lagi. "Masak mereka gak jelas menikah atau gak," katanya. Ya demikianlah yang tersisa setelah kami menonton PS2, dari 5 orang hanya 2 orang yang menilai film ini kurang menarik, yaitu saya dan anak cowok, sementara 3 lainnya menilai film ini menarik. Btw salut buat semua produser dan kru film yang tentu sudah bekerja keras untuk membuat film ini terselesaikan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun