Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menyoal Gaya Berkendara Para Orang Tua

15 Mei 2015   13:56 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:01 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pagi itu, seorang lelaki muda mengendarai motornya bersama anaknya, mungkin umur 5-6 tahun. Keduanya  tidak mengenakan helm dan mereka mengendarai motor itu dengan kecepatan sedang di sebuah jalan antar kabupaten yang cukup ramai di pagi hari. Yang cukup membuat miris adalah, mereka seolah sedang bekerjasama mengendarai kendaraan itu, karena justru si anak kecil itulah yang menyetir, sementara sang bapak bergaya lepas tangan, dengan rokok di bibirnya. Tak ada ekspresi khawatir di wajahnya, bahkan seolah bangga memamerkan kebolehan dan keterampilan anaknya.

Saya yang sedang berkendara dengan perlahan sempat tersentak dan menggeleng-gelengkan kepala melihat pemandangan ini. Tidakkah bapak itu sadar bahwa apa yang dilakukannya sangat berbahaya? Mengapakah dia tidak memperhitungkan berbagai hal yang dapat terjadi dengan anak kecil yang belum cukup memiliki keseimbangan untuk berkendara itu? Sepadankah rasa bangga yang dimilikinya dibandingkan resiko yang mungkin diterimanya?

Saat ini, dengan mudah kita dapat menemui berbagai fenomena serupa di jalanan, walaupun mungkin tidak seekstrim yang saya sampaikan di atas. Jamak kita dapat menemui orang tua yang mengantarkan anaknya ke sekolah, dengan berjaket tebal, memakai helm standar, sementara si anak di belakang dibiarkan tanpa mengenakan perlengkapan pengaman apapun. Kita dapat menyimak foto-foto berikut yang saya dapatkan pagi hari ketika mengantar anak ke sekolah:

[caption id="attachment_383719" align="aligncenter" width="300" caption="Tanpa helm #1"][/caption]

[caption id="attachment_383720" align="aligncenter" width="300" caption="Tanpa helm #2"]

1431672467314970197
1431672467314970197
[/caption]

[caption id="attachment_383721" align="aligncenter" width="300" caption="Tanpa helm #3"]

14316725001335630916
14316725001335630916
[/caption]

Apa yang ada di pikiran para pengantar itu? Apakah mereka mengira anak-anak mereka lebih aman karena duduk di belakang? Bukankah seringkali justru para pembonceng itu yang lebih rawan karena tidak mengerti situasi di depan, sehingga terlambat berreaksi? Ataukah itu dilakukan karena polisi cenderung hanya melihat si pengemudi, dan memaafkan ketidaklengkapan pembonceng, sehingga merasa tidak perlu memakaikan perlengkapan itu pada anak-anaknya? Bukankah keselamatan itu kebutuhan pemakai kendaraan sendiri, bukan berdasar ada atau tidak ada petugas?

Hmmm, berbagai pertanyaan masih mengisi benak, ketika saya melepas helm standar yang khusus saya berikan pada anak sulung saya yang duduk di kelas 3 SD. Dia senang-senang saja memakainya, bahkan akan bertanya kalau saya sedang agak malas memakaikannya misalnya ketika jalan-jalan sore di seputar rumah: kok gak pake helm yah?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun