Mohon tunggu...
Andi Kurniawan
Andi Kurniawan Mohon Tunggu... Pejalan sunyi -

penjelajah hari, penjelajah hati

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membandingkan Awal Masa Jabatan Soeharto dan Jokowi

9 Maret 2015   10:05 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:57 2953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada masa awal pemerintahannya, Soeharto adalah sosok yang dekat dengan rakyat, dalam arti kedekatan yang alami tidak dibuat-buat dengan bermacam protokoler. Kita dapat menyimaknya dalam berbagai cerita, misalnya di sini, ketika Soeharto rajin melakukan kunjungan ke lapangan untuk mengetahui kondisi masyarakat. Dalam kunjungan tersebut, biasanya Soeharto melakukan dengan menyamar, hanya ditemani oleh ajudan (salah satunya Pak Try Sutrisno yang kelak mendampingi sebagai wakil presiden era 1993 - 1998). Alhasil dari kunjungan tersebut, banyak masukan yang terserap secara murni. Foto-foto yang dihasilkanpun menjadi terasa ekslusif, terutama bagi mereka yang tumbuh pada era 80an dan 90an, ketika kekuasaan Soeharto menjadi sangat menggurita dan menakutkan.

Dapat dilihat misalnya dalam foto tersebut, ada acara makan bersama antara Presiden dengan anggota rombongan. Salah satu anggota terlihat mengangkat salah satu kakinya dan lainnya juga bersikap dengan santai, sesuatu yang mungkin mustahil terjadi beberapa tahun berikutnya.

Makan bersama rombongan, sumber: http://www.lihat.co.id/2013/03/5-kisah-menarik-seputar-blusukan-ala.html

Ada juga kespontanan yang muncul dari rakyat, misalnya minta tandatangan di punggung seseorang sebagai pengganti meja, sebagaimana gambar berikut:

14258694581979175293
14258694581979175293
Tanda tangan di punggung rakyat, sumber: http://www.lihat.co.id/2013/03/5-kisah-menarik-seputar-blusukan-ala.html

Kemudian, ada juga keakraban antara Presiden dan ajudan yang membantu meloncati parit dengan menggunakan tongkat yang dibawa:

1425869551342193102
1425869551342193102
Bersama ajudan, sumber: http://www.lihat.co.id/2013/03/5-kisah-menarik-seputar-blusukan-ala.html

Juga ada gambaran kesederhanaan Soeharto sebagai anak desa yang akrab dengan rumah dan makanan perdesaan:

14258695811300398350
14258695811300398350
Kesederhanaan, sumber: http://www.lihat.co.id/2013/03/5-kisah-menarik-seputar-blusukan-ala.html

Kisah-kisah semacam itu mungkin semakin sulit ditemui dengan berjalannya waktu, ketika entah mengapa mungkin naluri kekuasaan semakin kuat dan menenggelamkan karakteristik asli yang sangat manusiawi itu. Mereka yang tumbuh pada akhir era 90an, akhirnya  mungkin hanya ingat dengan keakraban presiden yang sangat seremonial, lengkap dengan isu-isu mengenai perilaku keluarga dan kroni-kroni presiden yang menjerat di segenap penjuru negeri.

Apa yang terjadi pada Soeharto awal kekuasaan itu dapat dibandingkan dengan persepsi kebanyakan rakyat mengenai Presiden Jokowi, setidaknya sebelum ybs dilantik menjadi presiden. Gambaran presiden yang ramah, merakyat, dekat dengan wong cilik, berpihak pada kepentingan orang banyak, memang sangat ampuh dan membius, sehingga kebanyakan rakyat terpesona dan menentukan pilihan atasnya. Saya tidak akan berbicara mengenai pencitraan atau tidak, karena hal ini pasti akan berujung pada debat berkepanjangan. Namun saya akan terfokus pada apa yang dilakukan oleh kedua presiden itu pada awal pemerintahannya, khususnya dalam upaya menyejahterakan rakyat dari sisi ekonomi.

Soeharto sangat peduli pada kesejahteraan rakyat yang saat itu sebagian besar masih berada di bawah kemiskinan. Untuk itu, dia mengundang berbagai akademisi dan para ahli untuk terlibat menyusun rencana pembangunan, yang kemudian dikenal sebagai Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Rencana pembangunan dijalankan dengan detail dan serius, dengan Widjoyo Nitisastro sebagai komandannya. Pembangunanpun kemudian berjalan dan perlahan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Hal ini didukung oleh keuntungan besar yang didapatkan dari penjualan minyak bumi yang saat itu masih menjadi komoditas ekspor Indonesia yang terbesar. Memang ada ekses-ekses negatif, misalnya penolakan pada arus investasi asing yang berujung pada peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari, 1974), meskipun di dalamnya terindikasi adanya pergulatan politik diantara jenderal-jenderal di sekeliling Soeharto.

Awal pemerintahan Jokowi ini saya tidak melihat adanya keseriusan yang serupa. Kemana arah ekonomi bangsa ini mau dibawa? Dokumen apa yang dapat dilihat sebagai acuan? Apa target-target yang akan dicapai? Kesemuanya menurut saya masih tidak terrencana dana tertata rapi. Dokumen Nawacita yang di dalamnya mencakup peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat menurut saya belum terimplementasi dalam program-program pemerintah yang riil dan terrencana. Yang terjadi adalah silang sengkarut mengenai mobil nasional, impor minyak dari Afrika, pelarangan jala bagi nelayan, kenaikan harga-harga, dan berbagai permasalahan yang justru menurunkan kesejahteraan masyarakat.

Kini, sebagai rakyat kecil saya hanya dapat bertanya, mau dibawa kemana negara kita Bapak Presiden? Kami masih percaya, dan kami menunggu Bapak mampu merealisasikan janji-janji yang pernah diucapkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun