Soeharto sangat peduli pada kesejahteraan rakyat yang saat itu sebagian besar masih berada di bawah kemiskinan. Untuk itu, dia mengundang berbagai akademisi dan para ahli untuk terlibat menyusun rencana pembangunan, yang kemudian dikenal sebagai Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun). Rencana pembangunan dijalankan dengan detail dan serius, dengan Widjoyo Nitisastro sebagai komandannya. Pembangunanpun kemudian berjalan dan perlahan membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Hal ini didukung oleh keuntungan besar yang didapatkan dari penjualan minyak bumi yang saat itu masih menjadi komoditas ekspor Indonesia yang terbesar. Memang ada ekses-ekses negatif, misalnya penolakan pada arus investasi asing yang berujung pada peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari, 1974), meskipun di dalamnya terindikasi adanya pergulatan politik diantara jenderal-jenderal di sekeliling Soeharto.
Awal pemerintahan Jokowi ini saya tidak melihat adanya keseriusan yang serupa. Kemana arah ekonomi bangsa ini mau dibawa? Dokumen apa yang dapat dilihat sebagai acuan? Apa target-target yang akan dicapai? Kesemuanya menurut saya masih tidak terrencana dana tertata rapi. Dokumen Nawacita yang di dalamnya mencakup peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat menurut saya belum terimplementasi dalam program-program pemerintah yang riil dan terrencana. Yang terjadi adalah silang sengkarut mengenai mobil nasional, impor minyak dari Afrika, pelarangan jala bagi nelayan, kenaikan harga-harga, dan berbagai permasalahan yang justru menurunkan kesejahteraan masyarakat.
Kini, sebagai rakyat kecil saya hanya dapat bertanya, mau dibawa kemana negara kita Bapak Presiden? Kami masih percaya, dan kami menunggu Bapak mampu merealisasikan janji-janji yang pernah diucapkan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H