Keempat, sempitnya lapangan kerja. Para pedagang tersebut seringkali tidak memiliki pilihan lain selain menjadi profesi yang sekarang dijalani. Karena ketiadaan pilihan tersebut, seringkali respon yang dilakukan juga ekstrim, seperti yang jamak terjadi pada berbagai penertiban PKL di berbagai kota. Seringkali juga ketiadaan pilihan tersebut membuat para pedagang menyiasatiatau melakukan adaptasi terhadap pengaturan yang dilakukan. Dalam kasus RSUP Sardjito tersebut, pihak rumah sakit sudah mendirikan pagar di halaman luar yang kemudian diisi taman untuk mengurangi aktifitas pedagang. Namun respon pedagang malahan berjualan di luar pagar, yang akibatnya semakin mengganggu lalu lintas yang lewat di jalan tersebut.
Kelima, mental jalan pintas. Mental mau mudahnya sendiri ini dimiliki baik oleh pedagang maupun pembeli. Pihak pedagang ingin agar barang dagangannya laku, sehingga menjual di tempat yang sedekat mungkin dengan pembeli. Di sisi lain, pembeli juga akan memilih untuk membeli di tempat yang paling dekat dana mudah dijangkau. Di RSUP Sardjito sebenarnya, pihak rumah sakit sudah menyediakan lahan untuk berjualan di sisi utara rumah sakit, yang sebenarnya tidak terlalu jauh untuk dijangkau, mungkin sekitar 200 - 300 meter. Namun demikian, lokasi ini kian lama kian sepi karena kalah dengan para pedagang yang berjualan di depan RS yang lebih dekat bagi pembeli. Selain itu, kapasitas tampung yang dimiliki juga terbatas, sehingga tidak semua pedagang dapat tertampung di lokasi tersebut.
Demikianlah sedikit pemikiran yang didasari oleh rasa keprihatinan melihat semakin kacaunya pemanfaatan ruang publik yang terjadi. Apa yang disampaikan sebenarnya hanya contoh dari fenomena besar yang menghantui kota-kota besar di Indonesia. Penanganan yang diperlukan seharusnya mengacu pada sumber permasalahan yang menjadi penyebab fenomena tersebut terjadi. Dan hal tersebut memerlukan usaha berbagai pihak yang terkait, baik masyarakat sendiri, badan usaha yang terkait maupun pemerintah. Sudah selayaknya ruang publik dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemanfaatan publik, sehingga dapat mewujudkan kota yang ramah huni dan berkemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H