Jawab : “Penerapan legal risk management di berbagai perusahaan tergantung pada size perusahaan tersebut dan ruang lingkup bisnisnya. Untuk perusahaan yang scope-nya kecil, mereka tidak terlalu membutuhkan legal risk management dalam pemahaman yang luas, namun setidaknya bisa mengandalkan pembuatan perjanjian bisnis yang dibuat dengan hati-hati.
“Untuk perusahaan besar, saya yakin mereka lebih berhati-hati dalam hal ini, karena semakin besar return yang diharapkan, mereka menyadari akan semakin besarnya potensi risiko yang akan dihadapinya Jadi umumnya mereka akan lebih siap perangkatnya. Namun untuk perusahaan kecil, sepertinya mereka belum terlalu peka dalam permasalahan hukum ini, sehingga harus diberikan pencerahan. Untuk beberapa perusahaan dalam sektor seperti perbankan dan perusahaan yang sudah go public, saya yakin persiapannya -nya sudah baik, tinggal menempatkan aspek risiko hukum dalam agenda manajemen risikonya.
Tanya : “Langkah-langkah apa saja yang sebaiknya perusahaan lakukan agar dapat memperkuat daya tahan perusahaan terhadap risiko hukum?”
Jawab : “Banyak hal yang bisa dilakukan perusahaan, yang paling sederhana adalah melakukan penyusunan kontrak dengan sangat hati-hati. Secara umum, perusahaan yang merasa tidak mampu membuat kontrak yang dapat memastikan perlindungan bagi posisi tawarnya (bargaining position)at - maka lebih baik meminta bantuan lawyer, in house lawyer atau external lawyer.”
Tanya : “Dalam konteks demontrasi buruh, langkah-langkah apa saja yang bisa diambil perusahaan secara efektif tetapi masih dalam koridor hukum terkait dengan demonstrasi buruh ini?”
Jawab : “Demonstrasi buruh saat ini mungkin risikonya tidak lagi setinggi jaman tahun 1990-an, karena tidak lagi merusak factor-faktor produksi, .. Menurut saya yang harus diperkuat itu adalah bagaimana perusahaan dalam menyusun perjanjian kerja dengan para pekerjanya yang memposisikan kedua belah pihak pada posisi mitra yang sebenarnya (win-win). Di samping itu, hubungan tripartit antara pengusaha, pekerja dan pemerintah seyogianya dibangun dalam tatanan good governance.
Tanya : “Siapa badan atau orang yang paling tepat mengelola legal risk?”
Jawab : “Dari level direksi adalah direktur kepatuhan. Mengingat dalam kerangka GCG wujud yang paling sederhana dari GCG adalah patuh terhadap peraturan perundang-undangan. Di level management, dapat diberikan kewenangannya ke legal department. Legal department harus paham pada regulasi yang relevan dengan bisnis usahanya tersebut. Tentunya risk management perlu ada kolaborasi dengan legal department. Harus ada kesadaran bahwa risk management itu tidak hanya berkaitan dengan implikasi ekonomi saja, tetapi juga yang berkaitan dengan implikasi hukum.”
Tanya : “Siapa saja yang berpotensi menghadapi risiko hukum? Apakah hanya perusahaan, badan pemerintah, atau yayasan saja?
Jawab : “Saya kira setiap institusi bahkan kita sebagai individu pun akan berhadapan dengan risiko hukum, karena kita adalah sebagai subjek hukum. Selama kita menjadi subjek hukum, kita akan berhadapan dengan risiko hukum. Subyek hukum dalam system hukum perdata di Indonesia meliputi orang dan badan hukum. Yang termasuk badan hukum di Indonesia bukan hanya perseroan terbatas tetapi juga ada badan-badan hukum lainnya, mulai dari yayasan, koperasi, dan juga badan pemerintah, yang tidak luput dari risiko hukumnya masing-masing.
Tanya : “Mengenai ASEAN community, dampak dari ASEAN community 2015 nanti terhadap Indonesia dalam kaitannya dengan legal risk itu seperti apa?”