Mohon tunggu...
crist Sunarto
crist Sunarto Mohon Tunggu... Guru - guru Matpel Bahasa Indonesia SMAK 3 PENABUR JAKARTA

Saya adalah salah seorang guru SMA swasta. Pengampu Matpel Bahasa Indonesia. Ayah dari dua putri, tinggal di kota Bogor. Hobi membaca, menulis, berolahraga dan bermain musik. Berprofesi menjadi guru hampir 30 tahun. Ingin mengembangkan passion menulis, semoga bermanfaat bagi sesama

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Konsekuensi Sebuah Kejujuran

23 Juli 2024   09:59 Diperbarui: 23 Juli 2024   10:04 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

SUDAH  JUJURKAH  AKU?

Realitas Kejujuran di Masyarakat

Jujur begitu mudah untuk diucapkan namun  sulit dilakukan. Jujur seakan menjadi 'barang'  langka dan sangat berharga. Langka karena sudah tidak banyak orang (baca:pemimpin) yang berintegritas untuk memegang teguh spirit kejujuran. Sangat berharga, karena harga yang harus dibayar sangatlah mahal. Bisa jadi orang jujur justru dijauhi teman, difitnah, dibully, bahkan harus siap untuk disingkirkan. Bagaimana nasib bangsa Indonesia di masa akan datang, kalau kejujuran menjadi 'barang' langka dan berharga?  Faktanya menunjukkan  persentase pemimpin bangsa yang jujur jauh lebih sedikit dibanding dengan yang tidak jujur.  

Kejujuran, sebuah spirit tidak  cukup dimengerti, tetapi ditindaklanjuti          

 Jujur mengandung tiga makna: pertama, lurus hati; tidak berbohong. Kedua, tidak curang. Ketiga, tulus ikhlas. Makna kejujuran adalah sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan hati.  jujur/kejujuran berkaitan dengan kata hati atau hati nurani. Ada kaitan antara kata hati dengan tutur kata, sikap, dan perbuatan kita. Selain itu, kejujuran juga berkaitan erat dengan motivasi atau apa yang  melatarbelakangi tutur kata dan sikap kita.

 "Bukan yang dilihat manusia yang dilihat Allah; manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16: 7b). Tolok ukur nilai kejujuran adalah hati nurani kita dan Tuhan Allah.

Kejujuran berarti lurus hati, tulus hati, ikhlas dan tidak curang, tidak munafik, serta tidak bohong. Kejujuran tidak hanya berlaku bagi orang lain, tetapi juga terhadap diri sendiri. Kejujuran juga merupakan keselarasan antara kata hati dengan kata yang diucapkan; antara kata yang diucapkan dengan sikap dan perbuatan. Dengan demikian spirit kejujuran adalah  adanya kesatuan/keselarasan antara suara hati, sikap, dan perbuatan.

Kejujuran merupakan sebuah spirit,  nilai yang tidak begitu saja ada dalam diri kita, tapi  harus ditanamkan dan dibina secara terus menerus sehingga menjadi sebuah sikap hidup atau nilai yang melekat dan tertanam di dalam diri kita. Dengan demikian, kejujuran dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal-hal yang sederhana. Misal, ucapan terhadap orang lain secara lisan atau tertulis (SMS/Whatshap) 'saya akan dukung dalam doa'. Kenyataannya benarkah sudah mendoakan orang tersebut dalam doa pribadi? Yang sering terjadi, diucapkan 'saya dukung dalam doa' namun tidak mendoakan orang tersebut. Bukankah hal tersebut termasuk tidak jujur?

Harus diakui, belum yang terbaik kita berikan untuk negara dan Allah kita. Dengan berupaya menunjukkan keselarasan/kesesuaian apa kata hati dengan ucapan kita, paling tidak  sudah melakukan yang terbaik memulai  dari diri sendiri.  Kemampuan jujur pada diri sendiri dan orang lain dengan menyelaraskan kata hati, ucapan, dan perbuatan kita berarti kita sudah memuliakan nama-Nya. Jika karakter sudah terbentuk dilandasi dengan spirit kejujuran, maka integritas seseorang pun pasti akan terbentuk. Yang terpenting adalah terus berusaha dan berupaya dengan tidak mengandalkan kemampuan diri sendiri, namun mengandalkan Tuhan yang akan membentuk pribadi dan integritas kita,

Konsekuensi spirit kejujuran, ranah hitam putih atau abu-abu

            Tidak semudah membalikkan telapak tangan untuk memulai spirit kejujuran dalam  membentuk karakter.  Ketika dihadapkan pada realitas untuk menentukan pilihan yang harus diambil, terkadang begitu mudah berucap 'ya' tetapi nurani kita berkata 'tidak'. Atau sebaliknya ada pertentangan antara hati nurani dengan sikap/perbuatan kita. Realitas hidup sehari-hari membelenggu, dan cenderung memaksa seseorang memilih ranah abu-abu bukan hitam putih. Banyak alasan  yang memaksa  harus berbohong pada hati nurani meski dengan alasan untuk kebaikan bersama.

            Sudah diungkapkan sebelumnya, kejujuran harus ditanamkan dan dibina  terus menerus sehingga menjadi sebuah sikap hidup atau nilai yang melekat dan tertanam di dalam diri kita. Inti permasalahan sesungguhnya apakah kita memiliki komitmen untuk mau berubah atau tidak? 

Saya mulai mencoba berbuat jujur untuk tidak mengungkapkan pernyataan 'saya dukung dalam doa' tapi tidak mendoakan. Artinya bila saya mengucapkan pernyataan itu kepada saudara atau teman, saya benar mendoakan hal itu dalam doa pribadi, jika saya memang tidak bisa mendoakan maka saya tidak mengungkapkan hal itu. Saya mencoba untuk jujur dalam satu hal, yaitu doa.  Doa bagi penulis bukanlah kata yang hanya digunakan sebagai pemanis bibir atau eufemisme saja, tetapi sesuatu yang serius karena doa menjadi salah satu saran menjalin relasi dengan Tuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun