Dalam konteks kelompok Maute dan konflik di Marawi, Pemerintah Filipina sendiri melalui Presiden Duterte Rodrigo mengerahkan angkatan bersenjata dan mengumumkan keadaan darurat militer di Marawi yang memungkinkan penegakan hukum yang lebih ketat dan mobilisasi sumber daya militer. Akan tetapi, serangan oleh Maute di Marawi menunjukkan bahwa Filipina dan ASEAN tidak memiliki kesiapan yang optimal dalam memerangi terorisme.Â
Angkatan bersenjata Filipina terpaksa berperang di tengah daerah padat penduduk di Marawi. Lalu, tindakan pragmatis dan sepihak yang diambil oleh Filipina hanya bergantung untuk kepentingan nasional negaranya dan mengabaikan mekanisme kerja sama dan keterlibatan antar anggotanya yang sesuai dengan ketentuan pada ACCT.Â
Tindakan tersebut terlihat dari adanya keraguan oleh pemerintah Filipina untuk berbagi informasi intelijen mengenai situasi dan kondisi di Marawi saat konflik terjadi termasuk informasi mengenai adanya Foreign Terrorist Fighters (FTF) dari negara-negara ASEAN. Selama terjadinya konflik di Marawi, pemerintah Filipina hanya menjalin kerja sama praktis secara bilateral dan trilateral dengan Malaysia dan Indonesia.Â
Hal ini didasarkan pada pemahaman bahwa konflik yang terjadi di Marawi hanya mempengaruhi stabilitas keamanan ketiga negara tersebut.Â
Meskipun dinilai sebagai kerangka kerangka kerja sama regional, ACCT tetap memiliki kelemahan dalam pengimplementasiannya terutama karena ASEAN memiliki prinsip non-intervensi bagi negara-negara anggotanya yang menjadi kendala bagi masyarakat ASEAN untuk membantu Filipina mengatasi terorisme. ACCT juga tidak langsung diratifikasi secara bersamaan oleh setiap negara anggota ASEAN.Â
Bahkan, Filipina yang memiliki tingkat kasus terorisme di Asia Tenggara bukanlah negara yang pertama kali meratifikasi konvensi ini. Dengan dibutuhkannya waktu yang cukup lama bagi seluruh negara untuk meratifikasi ACCT membuktikan bahwa tiap anggota ASEAN belum memiliki kesamaan prinsip dan tujuan tiap negara ASEAN dalam menghadapi terorisme. Â
Negara anggota ASEAN juga menganggap bentuk kerja sama pada ACCT juga hanya bersifat insidental. Meskipun telah ditandatangani pada 17 tahun lalu, para anggota ASEAN masih belum berupaya untuk mengevaluasi dan mencari cara untuk memecahkan masalah pada kelemahan dan kekurangan dari ACCT.
REFERENSI
ASEAN. (2021). ASEAN Convention on Counter Terrorism. Diakses dari https://asean.org/wp-content/uploads/2021/01/ACCT.pdf
Zulailatul Maulidati. (2016). Implementasi ASEAN Convention on Counter Terrorism (ACCT) oleh Filipina dalam Menangani Kelompok Abu Sayyaf Tahun 2015-2016 (Skripsi). Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya.
https://scholarhub.ui.ac.id/cgi/viewcontent.cgi?article=1086&context=jts