Dunia budaya populer diramaikan dengan dirilisnya film remake live action terkenal dari Disney, yaitu The Little Mermaid. Film ini ramai karena banyaknya celaan yang menghampiri pemeran utama dalam film tersebut. Halle Bailey merupakan pemeran utama dari film tersebut, merupakan aktris keturunan Afrika-Amerika.
Tagar #NotMyAriel memenuhi jagat dunia maya dikarenakan pemilihan Halle Bailey sebagai pemeran utama tidak sesuai dengan versi orisinil dari versi kartun The Little Mermaid. Film ini terus menuai banyak kontroversi sampai film ini resmi dirilis pada 24 Mei 2023.
Apa yang terjadi terhadap Halle Bailey sebagai Ariel dalam film The Little Mermaid merupakan salah bentuk dari rasisme. Namun, meskipun dianggap sebagai tindakan rasisme pemilihan Halle Bailey yang berkulit gelap sebagai Ariel juga merupakan bentuk dari ‘Woke Culture’ yang menekankan konsep keadilan pada orang-orang berkulit gelap. Lantas, apa sebenarnya yang dimaksud dengan rasisme?
Rasisme merupakan bentuk diskriminasi atas suku, ras, agama, dan warna kulit yang berdampak kepada kebebasan individu maupun kelompok. Rasisme lekat dengan prasangka keliru mengenai suatu ras terhadap ras lain. Rasisme memiliki dimensi, dilansir dari laman resmi milik Amnesty Internasional yang mengutip dari Lilian Green, pendiri North Star Forward Consulting rasisme terdiri dari beberapa dimensi. Dimensi yang pertama adalah Rasisme Internal, rasisme ini merujuk sesuatu dari dalam seorang individu baik cara pandang dan berperilaku yang dilakukan secara secara sadar maupun tidak, contohnya menyetujui prasangka negatif akan suatu ras, agama, suku, dan warna kulit. Dimensi rasisme selanjutnya adalah rasisme interpersonal, dimensi ini merupakan tindakan rasisme yang dilakukan secara langsung seperti menghina dan melakukan diskriminasi dimana tindakan ini akan mempengaruhi interaksi publik yang bersinggungan.
Dimensi yang ketiga adalah dimensi rasisme institusional, dimensi terjadi pada institusi politik, ekonomi, hukum yang menyebabkan ketidaksetaraan (diskriminasi), contohnya adalah proses perekrutan pekerja yang mementingkan suatu agama atau suku tertentu. Dimensi Rasisme Sistemik merupakan dimensi yang terakhir, sebenarnya dimensi ini merupakan dimensi yang cukup mirip dengan dimensi institusional, tetapi rasisme sistematik lebih menekankan kepada kebijakannya.
Sepanjang sejarah, rasisme merupakan hal yang tidak pernah luput dari kehidupan manusia. Di berbagai belahan dunia isu rasisme merupakan hal yang cukup sensitif keberadaannya. Perkembangan rasisme berkaitan erat dengan hubungan internasional, beberapa faktor berkembangnya rasisme juga ikut dipengaruhi oleh arus internasional. Beberapa faktor adanya rasisme adalah adanya mitos serta rasionalitas dimana pembedaan ras sudah terjadi sejak lama dan lahir atas pemikiran mengenai keunggulan ras yang akhirnya menghasilkan peraturan yang ‘rasis’. Salah satu contohnya adalah adalah pergerakan NAZI Jerman yang beranggapan bahwa ras Arya merupakan ras yang unggul dan tidak boleh ada ras lain yang mengungguli ras Arya.
Berkembangngnya kolonialisme bangsa Eropa juga merupakan faktor yang menyebabkan adanya rasisme. Karena adanya penjajahan kolonial, banyak penduduk asli dari wilayah yang dijajah diambil hak dan kebebasannya karena adanya anggapan bahwa penduduk asli tidak memiliki kekuatan serta pengetahuan sehebat para penjajah kolonial (Yenita Irab, 2007).
Rasisme tentu berbahaya dan berdampak sangat negatif. Rasisme menghilangkan kesempatan individu maupun kelompok untuk mendapatkan berbagai kemudahan untuk mengakses sistem institusional. Pada beberapa kasus rasisme, banyak yang pada akhirnya berujung pada kekerasan seperti penyiksaan dan jika terus terjadi tentu saja rasisme akan menyebabkan konflik terbuka yang akan semakin mencemarkan prinsip Hak Asasi Manusia (HAM). Rasisme juga membuka lebar adanya impunitas, karena beberapa kasus rasisme dilakukan oleh para aparat dan banyak aparat yang bebas dari hukuman yang seharusnya didapat.
Rasisme dalam Perspektif Realisme
Stereotipe akan ras, suku, agama, dan warna kulit terkadang dipandang sebagai sesuatu yang wajar karena setiap orang berpegang pada prinsip bahwa setiap individu memiliki pandangan sendiri terhadap orang lain. Stereotipe adalah awal dari pemisahan hak atas seorang individu dengan individu lainnya. Thomas Hobbes, pemikir realisme terkenal mengemukakan bahwa masyarakat akan selalu barbar dan miskin merupakan kondisi alami dari negara berdaulat. Mungkin apa yang disampaikan oleh Hobbes merupakan pandangan non-rasisme dan dapat berlaku secara umum, tetapi Errol Henderson (2007) mengkritisi dan mempertimbangkan pemikiran Hobbes mengenai rasisme dalam kajian Hubungan Internasional.
Hobbes mungkin berpikir bahwa orang-orang yang biadab dan barbar merupakan penduduk asli dari suatu wilayah dan bukan masyarakat kulit putih ini menimbulkan supremasi kulit putih. Pemikiran Realisme mengacu tindakan yang berorientasi pada keuntungan suatu negara meskipun sistem dalam negara tersebut mengalami ketimpangan.
Dalam buku Politics Among Nations milik Hans Morgenthau, relasi kekuatan negara Eropa (kulit putih) menganggap adanya imperialisme dan kolonialisme sebagai hal yang lumrah dalam praktik politik internasional. Ini menimbulkan normalisasi terhadap kebijakan kolonialisme.
Ilmu Hubungan Internasional memberi pesan bahwa dunia internasional memiliki hierarkis secara rasial dalam hal ini ada masyarakat kulit putih berada diatas dan dibawahnya ada People of Color (POC). Dalam konsep realisme neo-klasik terdapat negara-negara yang dianggap gagal (negara gagal). Penyebutan ‘negara gagal’ ini seringkali melekat pada negara-negara bekas jajahan kolonialisme seperti negara di benua Afrika dan memberikan ruang untuk negara barat memberikan bantuan dan dianggap sebagai penolong.
Pandangan Realisme terhadap isu Rasisme tentu memberikan paradigma tersembunyi karena realisme tidak memiliki pendapat serta pemikiran khusus mengenai rasisme. Namun, melihat rasisme dalam kacamata realisme tetap bisa dilakukan dengan mengkritisi isi dari pemikiran beberapa pemikir terkenalnya yang bersinggungan dengan budaya, suku, agama, ras, serta warna kulit.
Mengapa Rasisme Sulit Diberantas?
Rasisme merupakan suatu paham yang membenarkan dominasi satu kelompok ras terhadap kelompok lain. Dimana hal tersebut muncul karena adanya pemberian legitimasi ke suatu ras minoritas secara genetik oleh ras dominan, ada juga karena faktor ajaran atau doktrin yang sudah ditanamkan dalam keluarga atau bahkan kelompok masyarakat tertentu dalam lingkungannya, sehingga paham untuk berprasangka buruk dan mendiskriminasi tersebut terjadi secara turun temurun di dalam masyarakat hingga saat ini, dan juga adanya faktor kebijakan atau aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya menguntungkan kelompok atau ras tertentu saja.
Rasisme ini sangat sulit untuk diberantas karena sudah ada sejak lama, seperti yang kita ketahui rasisme yang terjadi di Afrika Selatan pada masa penjajahan Inggris. Dimana kebijakan rasial dan diskriminatif dapat terlihat ketika Inggris memberlakukan pembatasan terhadap hak legislatif masyarakat kulit hitam di Afrika Selatan dengan cara menerapkan politik Apartheid pada 1948. Rezim Apartheid ini tertuang dalam hukum negara yang memberlakukan diskriminasi terhadap kaum kulit hitam, mulai dari pembagian ruang hidup, pendidikan, dan sosial budaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam kejadian ini merupakan pemerintah atau pemegang kekuasan.
Dari pandangan realisme sendiri mungkin ada beberapa alasan yang menyebabkan sulitnya rasisme ini untuk diberantas, seperti persaingan kepentingan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan yang saling bertentangan guna mempertahankan status quo-rasial yang menguntungkan mereka, pemegang kekuasaan yang memegang dominasi dalam pemerintahan yang menggunakan propaganda, diskriminasi, atau kekerasan guna untuk mempertahankan sumber daya dan keuntungan ekonomi, struktur sosial yang terinternalisasi seringkali mengandung rasisme di dalamnya yang mana tercermin dalam lembaga, norma, dan kebijakan yang sudah mengakar sejak lama, serta ketidaksetaraan ekonomi juga kerap kali menjadi alasan terjadinya rasisme. Paling terpenting adalah karena adanya kewajaran dalam bentuk kolonialisme.
Studi Kasus dan Bagaimana Rasisme Mempengaruhi Hubungan Internasional
Salah satu bentuk kasus besar mengenai rasisme dalam hubungan internasional adalah masalah George Floyd yang menghasilkan sebuah gerakan Black Lives Matter pada awal pandemi Covid-19. George Floyd meninggal pada Mei 2020 karena lehernya ditekan dengan lutut oleh petugas kepolisian bernama Derek Chauvin. Floyd ditangkap pihak kepolisian karena diduga melakukan transaksi di sebuah toko dengan memakai uang palsu. Pegawai toko pun melapor ke polisi karena meyakini uang tersebut palsu. Perlakuan polisi AS terhadap komunitas kulit hitam sering terjadi dan memicu demonstrasi besar di Amerika Serikat. Kematian George Floyd justru membuat semangat anti rasisme di AS dan internasional menyebar.
Supremasi yang lahir atas great power dalam konsep realisme memandang bahwa kulit gelap merupakan kelompok yang akan selalu membawa aura negatif dan wajar untuk ditindak dalam setiap tindakannya. Pada kasus George Floyd, dimana Derek Chauvin termasuk aparat yang kebal hukum pada awal kasus ini muncul.
Melansir dari laman Tirto.id mengenai annual average polici homicide, tercatat ada 6,61 persen tingkat pembunuhan kepolisian terhadap warga kulit hitam di Amerika Serikat dan mayoritas pelaku dari pihak kepolisian lolos dari hukuman pidana. Konsep anarki dan keegoisan dalam isu realisme bermain penting dalam kehidupan hukum negara, kebanyakan orang dengan kulit putih dalam hal ini polisi akan selalu mencari cara untuk tidak terkena pasal hukum dan memberatkan orang kulit hitam demi kepentingannya sendiri dalam suatu konflik.
Institusi di negara AS sebagai layaknya sebuah negara akan cenderung melakukan apa saja untuk mampu mewujudkan kepentingannya, di AS sendiri pihak kepolisian sering bekerjasama dengan pihak kejaksaan yang berpengaruh terhadap lambatnya proses pengadilan terhadap kepolisian.
Munculnya Black Lives Matter atas kasus yang menimpa George Floyd merupakan hal yang diusahakan oleh masyarakat Amerika Serikat untuk mengubah identitas nasional negara mereka yang awalnya dianggap terlalu rasis menjadi lebih adil bagi seluruh kalangan masyarakat. Gerakan yang selanjutnya disebut dengan BLM ini mencuri banyak perhatian internasional. Gerakan ini tentu bertujuan gerakan memperbaiki norma atau nilai yang ada di masyarakat internasional menjadi lebih adil terhadap masyarakat kulit hitam.
Rasisme merupakan suatu permasalahan global yang sangat kompleks dan memiliki dampak yang sangat luas terhadap hubungan internasional. Mungkin ada beberapa cara dimana rasisme ini dapat mempengaruhi hubungan internasional, seperti yang kita ketahui bahwa setiap negara pastilah memiliki perbedaan dan ciri khas masing-masing, maka dari itu pastilah muncul sentimen rasial yang kuat sehingga dapat memicu konflik antar negara yang berbeda etnis, yang mana hal itu dapat mengakibatkan rusaknya hubungan diplomatik antar negara-negara tersebut.
Kemudian juga ada diskriminasi sistematis dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap kelompok atau warga negara yang memiliki etnis berbeda, sehingga karena hal tersebut dapat menyebabkan ketegangan dan mempengaruhi citra internasional negara yang terlibat. Bahkan tak menutup kemungkinan dengan adanya rasisme ini dapat menghambat atau merusak kerjasama internasional, hal tersebut terjadi karena adanya sentimen rasial yang kuat sehingga membuat negara-negara pun enggan untuk bekerjasama dalam berbagai bidang, seperti kerjasama politik, perekonomian, hingga keamanan.
The Little Mermaid adalah film remake live action terkenal dari Disney, yang menghampiri pemeran utama. Halle Bailey merupakan aktris keturunan Afrika-Amerika. Rasisme adalah bentuk diskriminasi atas suku, ras, agama, dan warna kulit yang berdampak kepada kebebasan individu maupun kelompok. Rasisme selanjutnya adalah rasisme interpersonal, dimensi yang ketiga adalah dimensi institusional, tetapi rasisme sistematik lebih menekankan kepada kebijakannya. Rasisme adalah hal yang tidak pernah luput dari kehidupan manusia.
Perkembangan rasisme berkaitan erat dengan hubungan internasional, dan beberapa faktor adanya rasisme adalah mitos dan rasionalitas. Rasisme tentu berbahaya dan berdampak sangat negatif, menghilangkan kesempatan individu maupun kelompok untuk mendapatkan berbagai kemudahan untuk mengakses sistem institusional, dan membuka lebar adanya impunitas. Thomas Hobbes mengemukakan bahwa masyarakat akan selalu barbar dan miskin merupakan kondisi alami dari negara berdaulat. Ilmu Hubungan Internasional memberi pesan bahwa dunia internasional memiliki hierarkis secara rasial dalam masyarakat kulit putih berada diatas dan People of Color (POC). Rasisme tentu memberikan paradigma tersembunyi karena realisme tidak memiliki pendapat serta pemikiran khusus mengenai rasisme.
Rasisme ini sangat sulit untuk diberantas karena sudah ada sejak lama, seperti kita ketahui rasisme yang terjadi di Afrika Selatan pada masa penjajahan Inggris. Kebijakan rasial dan deskriminatif dapat terlihat ketika Inggris memberlakukan pembatasan terhadap hak legislatif masyarakat kulit hitam di Afrika Selatan. George Floyd meninggal pada Mei 2020 karena lehernya ditekan dengan lutut oleh petugas kepolisian bernama Derek Chauvin. Perlakuan polisi AS terhadap komunitas kulit hitam sering terjadi dan memicu demonstrasi besar di Amerika Serikat. Kematian Floyd justru membuat semangat anti rasisme di AS dan internasional menyebar.
Dewa Bagaskara (151220012)
Cristina Yolanda (151220013)
Daftar Pustaka
CNN Indonesia. 2023. 3 Kontroversi The Little Mermaid yang Tak Terbukti Saat Tayang. Diakses melalui https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20230530173734-220-955934/3-kontroversi-the-little-mermaid-yang-tak-terbukti-saat-tayang/1. pada 03 Juni 2023.
Yenita Irab. 2007. Rasisme. Diakses melalui https://ojs.sttjaffray.ac.id/JJV71/article/view/126/pdf_89 pada 03 Juni 2023.
Amnesty Internasional. Rasisme dan Ham. Diakses melalui https://www.amnesty.id/rasisme-dan-ham/ pada 04 Juni 2023.
Errol A Henderson. 2007. Hidden in Plain Sight: Racism in International Relations Theory. Diakses melalui https://www.studocu.com/id/document/bowdoin-college/intro-to-ir/errol-a-henderson-hidden-in-plain-sight-racism-in-international-relations-theory/38267650 pada 04 Juni 2023.
Hanif Gusman. 2020. Kasus George Floyd: Bukti Masifnya Kasus Kekerasan Polisi di AS? Diakses melalui https://tirto.id/kasus-george-floyd-bukti-masifnya-kasus-kekerasan-polisi-di-as-fGj3 pada 04 Juni 2023.
Ananda, Y.H & Muhammad, F.A. (2023). ISU RASISME DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL : NARASI “ASIAN HATE” DAN MISPERSEPSI AMERIKA SERIKAT TERHADAP CHINA DI TENGAH PANDEMI COVID-19, 226-248.
Oktaviano, N. (2022). RASISME TERSELUBUNG DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL. Diakses dari https://omong-omong.com/rasisme-terselubung-dalam-hubungan-internasional/
Prabowo, G. (2020). SEJARAH KEBIJAKAN APARTHEID DI AFRIKA SELATAN. Diakses dari https://www.kompas.com/skola/read/2020/11/30/131639269/sejarah-kebijakan-apartheid-di-afrika-selatan?pag
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H