Mohon tunggu...
Cristina Yolanda
Cristina Yolanda Mohon Tunggu... Mahasiswa - student

ir stud

Selanjutnya

Tutup

Politik

Rasisme dalam Kacamata Internasional

4 Juni 2023   21:32 Diperbarui: 4 Juni 2023   21:38 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam buku Politics Among Nations milik Hans Morgenthau, relasi kekuatan negara Eropa (kulit putih) menganggap adanya imperialisme dan kolonialisme sebagai hal yang lumrah dalam praktik politik internasional. Ini menimbulkan normalisasi terhadap kebijakan kolonialisme.

Ilmu Hubungan Internasional memberi pesan bahwa dunia internasional memiliki hierarkis secara rasial dalam hal ini ada masyarakat kulit putih berada diatas dan dibawahnya ada People of Color (POC). Dalam konsep realisme neo-klasik terdapat negara-negara yang dianggap gagal (negara gagal). Penyebutan ‘negara gagal’ ini seringkali melekat pada negara-negara bekas jajahan kolonialisme seperti negara di benua Afrika dan memberikan ruang untuk negara barat memberikan bantuan dan dianggap sebagai penolong.

Pandangan Realisme terhadap isu Rasisme tentu memberikan paradigma tersembunyi karena realisme tidak memiliki pendapat serta pemikiran khusus mengenai rasisme. Namun, melihat rasisme dalam kacamata realisme tetap bisa dilakukan dengan mengkritisi isi dari pemikiran beberapa pemikir terkenalnya yang bersinggungan dengan budaya, suku, agama, ras, serta warna kulit.

Mengapa Rasisme Sulit Diberantas?

Rasisme merupakan suatu paham yang membenarkan dominasi satu kelompok ras terhadap kelompok lain. Dimana hal tersebut muncul karena adanya pemberian legitimasi ke suatu ras minoritas secara genetik oleh ras dominan, ada juga karena faktor ajaran atau doktrin yang sudah ditanamkan dalam keluarga atau bahkan kelompok masyarakat tertentu dalam lingkungannya, sehingga paham untuk berprasangka buruk dan mendiskriminasi tersebut terjadi secara turun temurun di dalam masyarakat hingga saat ini, dan juga adanya faktor kebijakan atau aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya menguntungkan kelompok atau ras tertentu saja.

Rasisme ini sangat sulit untuk diberantas karena sudah ada sejak lama, seperti yang kita ketahui rasisme yang terjadi di Afrika Selatan pada masa penjajahan Inggris. Dimana kebijakan rasial dan diskriminatif dapat terlihat ketika Inggris memberlakukan pembatasan terhadap hak legislatif masyarakat kulit hitam di Afrika Selatan dengan cara menerapkan politik Apartheid pada 1948. Rezim Apartheid ini tertuang dalam hukum negara yang memberlakukan diskriminasi terhadap kaum kulit hitam, mulai dari pembagian ruang hidup, pendidikan, dan sosial budaya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tokoh utama dalam kejadian ini merupakan pemerintah atau pemegang kekuasan. 

Dari pandangan realisme sendiri mungkin ada beberapa alasan yang menyebabkan sulitnya rasisme ini untuk diberantas, seperti persaingan kepentingan yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan yang saling bertentangan guna mempertahankan status quo-rasial yang menguntungkan mereka, pemegang kekuasaan yang memegang dominasi dalam pemerintahan yang menggunakan propaganda, diskriminasi, atau kekerasan guna untuk mempertahankan sumber daya dan keuntungan ekonomi, struktur sosial yang terinternalisasi seringkali mengandung rasisme di dalamnya yang mana tercermin dalam lembaga, norma, dan kebijakan yang sudah mengakar sejak lama, serta ketidaksetaraan ekonomi juga kerap kali menjadi alasan terjadinya rasisme. Paling terpenting adalah karena adanya kewajaran dalam bentuk kolonialisme.

Studi Kasus dan Bagaimana Rasisme Mempengaruhi Hubungan Internasional

Salah satu bentuk kasus besar mengenai rasisme dalam hubungan internasional adalah masalah George Floyd yang menghasilkan sebuah gerakan Black Lives Matter pada awal pandemi Covid-19. George Floyd meninggal pada Mei 2020 karena lehernya ditekan dengan lutut oleh petugas kepolisian bernama Derek Chauvin. Floyd ditangkap pihak kepolisian karena diduga melakukan transaksi di sebuah toko dengan memakai uang palsu. Pegawai toko pun melapor ke polisi karena meyakini uang tersebut palsu. Perlakuan polisi AS terhadap komunitas kulit hitam sering terjadi dan memicu demonstrasi besar di Amerika Serikat. Kematian George Floyd justru membuat semangat anti rasisme di AS dan internasional menyebar.

Supremasi yang lahir atas great power dalam konsep realisme memandang bahwa kulit gelap merupakan kelompok yang akan selalu membawa aura negatif dan wajar untuk ditindak dalam setiap tindakannya. Pada kasus George Floyd, dimana Derek  Chauvin termasuk aparat yang kebal hukum pada awal kasus ini muncul. 

Melansir dari laman Tirto.id mengenai annual average polici homicide, tercatat ada 6,61 persen tingkat pembunuhan kepolisian terhadap warga kulit hitam di Amerika Serikat dan mayoritas pelaku dari pihak kepolisian lolos dari hukuman pidana. Konsep  anarki dan keegoisan dalam isu realisme bermain penting dalam kehidupan hukum negara, kebanyakan orang dengan kulit putih dalam hal ini polisi akan selalu mencari cara untuk tidak terkena pasal hukum dan memberatkan orang kulit hitam demi kepentingannya sendiri dalam suatu konflik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun