Uang adalah suata benda yang diterima secara umum oleh masyarakat, digunakan untuk mengukur nilai, pertukaran dan pembayaran untuk pembelian barang dan jasa, dan juga berfungsi sebagai alat untuk mengumpulkan kekayaan.
Awalnya, uang tersebut diterbitkan di Indonesia oleh pemerintah Republik Indonesia. Namun, Undang-Undang Nomor 13 Pasal 26 Ayat 1 Tahun 1968 mencabut hak pemerintah untuk mencetak uang. Pemerintah kemudian membentuk bank sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya lembaga yang berhak menciptakan mata uang. Hak untuk menciptakan uang disebut hak octroi.
BANK INDONESIA
Sebagai bank sentral, BI memiliki satu tujuan, yaitu: mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Stabilitas Nilai Rupiah mencakup dua dimensi, yaitu stabilitas nilai mata uang barang dan jasa domestik (inflasi) dan stabilitas mata uang asing (nilai tukar).
Berdasarkan kondisi perekonomian global dan domestik terkini, Bank Indonesia secara berkala menyampaikan perkembangan Indikator Stabilitas Rupiah yang terdiri dari Indikator Nilai Tukar Rupiah yaitu pada 1 desember 2022 rupiah ditutup pada level (bid) Rp 15.560 per US$ dan Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun mengalami penurunan ke angka 6,86%. Sedangkan pada 2 desember 2022 rupiah dibuka pada level Rp 15.400 per US$ dan Yield Surat Berharga Negara turun ke angka 6,85%.
Nilai tukar mata uang adalah salah satu penentu yang paling penting dari kesehatan ekonomi suatu negara. Nilai tukar memainkan peran penting dalam perdagangan khusus negara, yang merupakan faktor yang sangat penting dalam ekonomi pasar bebas dunia.
Gambaran bagaimana pergerakan nilai tukar mempengaruhi hubungan perdagangan negara tersebut dengan negara lain. Mata uang yang lebih tinggi membuat ekspor suatu negara lebih mahal dan impor ke pasar luar negeri lebih murah; Mata uang yang lebih rendah membuat ekspor suatu negara lebih murah dan impornya lebih mahal di pasar luar negeri. Nilai tukar yang lebih tinggi diperkirakan akan melemahkan neraca perdagangan negara, sementara nilai tukar yang lebih rendah akan meningkatkannya.
BANK SENTRAL DIGITAL 4.0
Bank Sentral 4.0 merupakan salah satu inovasi ekonomi digital dan strategi keuangan Bank Indonesia yang ditujukan untuk memperkuat daya saing dan kepentingan nasional serta mengurangi kesenjangan sosial.
Bank sentral melanjutkan transformasi digital, transformasi politik, transformasi organisasi, dan transformasi Sumber Daya Manusia. Kepala Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono mengatakan ada lima inisiatif yang mempercepat transformasi digital BI.
Inisiatif pertama yang diimplementasikan menyangkut sistem pembayaran melalui standarisasi API (Application Programming Interface). Proses ini mempercepat kerjasama antara bank dengan bank dan antara bank dengan non-bank.
Kedua, BI terus mengakselerasi digitalisasi pembayaran ritel. Inisiatif kedua ini diimplementasikan dengan menerapkan Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) untuk setiap transaksi antara pedagang dan pembeli. Pada inisiatif ketiga, BI memperkuat infrastruktur pemasaran. Keempat, penggunaan data untuk kepentingan publik akan lebih digalakkan.Â
Dengan data yang optimal, efek perubahan digital dapat dirasakan oleh banyak pihak. Inisiatif kelima dan terakhir adalah reformasi atau penyederhanaan politik (kebijakan). Baru tahun lalu, BI menerbitkan amandemen aturan sistem pembayaran. Penyederhanaan ini akan semakin mempercepat digitalisasi sistem keuangan.
Secara kolektif, kepresidenan G20 merupakan momentum pemulihan yang upayanya harus didukung oleh tulang punggung perekonomian, yakni sistem pembayaran. Â
Digitalisasi sistem pembayaran Indonesia yang didukung oleh inisiatif Blueprint Sistem Pembayaran (BSPI 2025) merupakan titik balik dalam upaya pemulihan bersama dan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat. Selain itu, sinergi dengan inisiatif fintech dan pelaku keuangan digital lokal diperlukan untuk mendorong ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.
Tiga inisiatif BI pembayaran digital sebagai tindak lanjut BSPI 2025 dengan industri nasional, antara lain QRIS, BI-FAST dan SNAP, menjadi langkah penting untuk memperluas aksesibilitas pembayaran di seluruh masyarakat.Â
Ke depan, BI mencanangkan tiga komitmen untuk mengakselerasi ekonomi digital dan ekosistem keuangan yang terintegrasi. Pertama, reformasi regulasi untuk mempercepat penguatan industri pembayaran yang sehat, kompetitif, dan inovatif. Kedua, mengembangkan infrastruktur pembayaran yang penuh interoperabilitas, konektivitas, dan integrasi. Ketiga, pengembangan praktek pemasaran yang aman, efisien dan berimbang.
KEBIJAKAN MONETER
Perry Warjiyo, Direktur Utama Bank Indonesia, mengatakan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral (FMCBG) G20 akan menyerukan kebijakan moneter terpadu pada pertemuan kedua di Washington. Inisiatif baru yang sedang dibahas adalah perlunya IMF (International Monetary Found) untuk mengimplementasikan pemahaman bersama tentang kerangka kebijakan terintegrasi.
Diperlukan kebijakan moneter yang terintegrasi, terutama di negara-negara berkembang, agar lebih siap menghadapi percepatan normalisasi kebijakan moneter oleh beberapa bank sentral dan percepatan inflasi akibat perang di Ukraina. Selain itu, kebijakan terpadu tersebut bertujuan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi global, termasuk mengelola arus modal internal.
INFLASI
Perekonomian global telah mengalami berbagai guncangan dan tantangan. Inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dan persisten, kondisi keuangan yang lebih ketat, perang Rusia melawan Ukraina, pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, dan ketidakseimbangan permintaan-penawaran terus melemahkan prospek ekonomi global.Â
Meningkatnya kekhawatiran tentang harga pangan dan energi memberikan tekanan pada biaya hidup di banyak negara, meningkatkan tekanan inflasi. Selain itu, peristiwa cuaca ekstrim yang disebabkan oleh perubahan iklim melemahkan prospek ekonomi global, dan kenaikan harga energi juga mempersulit jalan menuju transisi hijau.Â
Tantangan global yang berkepanjangan telah meningkatkan kerentanan utang dan menghambat pemulihan, yang memengaruhi kelompok rentan, terutama negara miskin dan berkembang. Dalam iklim ekonomi ini, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral bertemu untuk keempat kalinya tahun ini di Washington, D.C. berkumpul untuk mengambil tindakan nyata untuk mengatasi tantangan ekonomi global.
RESESI TAHUN 2023
Perekonomian yang gelap tahun depan tidak lepas dari tensi geopolitik yang membayang antara Rusia dan Ukraina yang ujungnya tidak pasti. Rusia dan Ukraina, pemasok energi dan pangan terbesar, telah meningkatkan inflasi di banyak negara. Jadi jika inflasi dikendalikan, bank sentral di banyak negara harus mengetatkan kebijakan moneter dengan menaikkan suku bunga acuan. Â Â Â
Bank Dunia memperkirakan bahwa ekonomi global akan menyusut sebesar 1,9% menjadi 0,5% pada tahun 2023. Ini adalah perkiraan terburuk. Pada tahun 2024, ekonomi global kemudian akan kembali menyusut sebesar 1% menjadi 2,0%.
Namun, Sri Mulyani juga mengungkapkan ada negara yang perekonomiannya cukup baik dan kuat akibat goncangan resesi. Indonesia adalah salah satunya. Menurut data IMF memprediksi Indonesia akan tumbuh sebesar 5,3% tahun ini dan sebesar 5% pada tahun 2023. Namun, negara tersebut tetap berisiko mengalami efek samping resesi di negara-negara industri (maju). Sri Mulyani juga mewaspadai kondisi eksternal, meski Indonesia diperkirakan masih tumbuh sekitar 5% pada 2022 dan 2023.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI