Di antara semua perempuan yang terkenal di dunia, satu di antaranya yang hebat adalah mama. Mama bukanlah orang berpendidikan, bukan pula orang berada, tetapi soal kasih sayang, tidak ada yang mengalahkannya.
Dilahirkan dalam keluarga sederhana dengan tujuh orang bersaudara bukanlah perkara mudah. Apa pun bisa mama buat untuk kami anak-anak, termasuk keliling dari pasar ke pasar jualan kue, jualan sayur, demi mencukupi kebutuhan dalam rumah.
Penghasilan bapak yang adalah guru di pedalaman tidak pernah cukup, apa lagi membiayai pendidikan ketujuh anaknya. Betapa sedih membayangkan masa-masa kecil. Tidak mudah. Semua serba kekurangan.
Mengapa saya katakan mama adalah perempuan hebat? itu karena dia tidak pernah mundur. Meski pendidikannya hanya sebatas sekolah dasar, tetapi daya juangnya tidak kenal batas.
Ia tidak hanya mengerjakan pekerjaan perempuan, tetapi juga mengerjakan yang menjadi bagian dari pekerjaan pria. Semua bisa dikerjakan hanya untuk kami anak-anak.
Berulang--mama menangis karena ulah kami anak--anak, tetapi apakah mama dendam? Tidak. Kasihnya jauh melebihi amarahnya untuk kami.
Ketika membaca sejarah perjungan R. A Â Kartini, memperjuangkan persamaan hak antara perempuan dan kaum pria, saya merasa bahwa semangat Kartini justru saya temukan pada orang yang saya panggil mama.
Bagaimana perjuangan mama untuk membesarkan kami anak--anak, bagaimana perhatiannya pada kedua putrinya, dan bagaimana ia membantu menambah penghasilan bapak untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Memang benar syair lagu masa kecil dulu, "kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang waktu, hanya memberi, tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia."
Dari semuanya itu, saya cuman ingin sedikit membuat mama bahagia di hari tuanya. Saya cuman berdoa dan terus berharap, semoga mama diberi kesehatan dan dilindungin Tuhan Yesus dan Bunda Maria, dalam hari--hari hidupnya.