Minggu 28 Maret 2021, umat katholik di seluruh dunia merayakan Minggu Palma. Ada dua moment penting yang dimaknai pada perayaan Minggu Palma yakni:
1. Peristiwa Yesus memasuki Yerusalem, dengan menunggang seekor keledai. Umat Israel menyambutNya sebagai raja. Mereka memegang daun palma di tangan, dan menghamparkan pakaian mereka di jalan, sambil bersorak, "Hosana Putera Daud, Raja Israel, terpujilah yang datang atas nama Tuhan, hosana sembah sujud."
2. Peristiwa Yesus memasuki Yerusalem, merupakan awal dari penderitaan dan kematianNya di salib. Yesus pergi ke Yerusalem artinya Ia pergi untuk menghadapi kematianNya. Yesus pergi ke Yerusalem, artinya pergi untuk disalibkan. Ia dihukum layaknya seorang penjahat.
Yesus memasuki Yerusalem dengan menunggang seekor keledai. Ciri khas keledai, binatang yang polos dan pasrah, demikian pula Yesus menunggang seekor keledai merupakan simbol penyerahan diri, pasrah, siap untuk disalibkan.
Orang-orang Israel menghamparkan pakaian di jalan, sesungguhnya mengingatkan kita pada karpet merah penyambutan seorang raja, atau tamu kehormatan, tetapi dalam liturgi warna merah artinya kemartiran dan pengorbanan.
Perayaan Minggu Palma hari ini sekaligus menjadi awal bagi umat Katholik memasuki pekan suci, masa ret-ret agung, hening, menarik diri dari kesibukan dunia untuk focus merenungkan sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan.
Ledakan yang terjadi di depan Gereja Katedral Makassar, Jl Kajaolalido-MH Thamrin, Makassar, Sulawesi Selatan saat ibadah Minggu Palma berlangsung, Minggu (28/3/2021) pagi, sungguh mengganggu kekhusyukan umat kristiani.
Berdasarkan informasi, pelaku bom bunuh diri mau masuk ke gereja, tetapi ada pihak keamanan menahan mereka kemudian bom langsung meledak. Sudah pasti ada yang menjadi korban. Selain korban jiwa, kejadian ini sudah jelas menimbulkan trauma bagi umat kristiani.
Kejadian semacam ini, bukan hal baru. Hampir setiap tahun, umat kristiani menjadi korban. Di saat umat kristiani menginginkan suasana damai, justru suasana itu dirampas dan dirusak oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.
Bangsa Indonesia bangsa yang majemuk, terdiri dari beragam suku, bahasa, budaya, termasuk agama. Indonesia bukan milik satu agama saja karena itu, toleransi sangat penting. Saling menghargai dan menghormati wajib hukumnya. Kita tidak akan pernah mencapai kedamaian bila masih ada orang yang tidak senang melihat orang lain tentram.
Sangat disayangkan hari gini, masih ada orang yang gagal paham, senang melihat orang lain susah dan menderita. Orang belum sampai pada tingkat, melihat sesamanya sebagai saudara. Sedih memang, dan layak dikutuk. Toleransi yang dikampanyekan setiap saat, setiap waktu cuman isapan jempol belaka.
Dimana nurani kita sebagai manusia, ketika melihat orang lain gelisah, was-was, jadi korban? Bisakah kita tidur nyenyak sementara yang lain mengeram kesakitan? Sekali lagi, saya sedih mendengar peristiwa ini.
Jangan membenci, apa lagi membalas karena Tuhanlah yang akan membalasnya dengan caraNya sendiri. Jangan takut karena Tuhan tidak pernah tidur. Kalahkanlah kejahatan dengan kebaikan, sebagaimana yang tercatat dalam buku sucimu. Berdoalah bagi saudaramu, semoga mereka insyaf dan kembali pada jalan yang benar.
Atambua, 28.03.2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H