Masa remaja merupakan periode transisi yang krusial dalam perkembangan individu, ditandai dengan perubahan fisik, emosional, dan sosial yang signifikan. Perubahan-perubahan ini seringkali memicu munculnya berbagai perilaku, termasuk perilaku yang menyimpang dari norma sosial yang berlaku. Perilaku penyimpang pada remaja menjadi perhatian serius karena dapat berdampak jangka panjang pada kehidupan individu maupun masyarakat.
Masa remaja adalah suatu tahap kehidupan yang bersifat peralihan dan tidak mantap. Di samping itu, masa remaja adalah masa yang rawan oleh pengaruh-pengaruh negatif, seperti narkoba, kriminal, dan lain sebagainya. Remaja mempunyai berbagai kebutuhan yang menuntut untuk dipenuhi. Hal itu merupakan sumber timbulnya berbagai problem pada remaja. Problem remaja adalah masalah yang dihadapi para remaja sehubungan dengan adanya kebutuhan-kebutuhan dalam rangka penyesuaian diri terhadap lingkungan tempat remaja itu hidup dan berkembang (Willis,2005).
Kenakalan remaja merupakan masalah sosial yang kompleks dan seringkali menjadi perhatian publik. Perilaku menyimpang seperti vandalisme, pencurian, hingga penggunaan narkoba seringkali dikaitkan dengan masa remaja. Untuk memahami akar permasalahan ini, berbagai teori telah diajukan, salah satunya adalah teori kognitif. Teori ini menekankan peran pikiran dan persepsi dalam membentuk perilaku individu.
Remaja yang terpengaruh oleh pengaruh-pengaruh negatif tersebut akan melakukan tindakan yang melanggar aturan atau berperilaku delinkuen. Sarwono (2002) mengungkapkan delinkuen pada remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan bahwa delinkuen pada remaja adalah suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan mengganggu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1999) juga menambahkan delinkuen pada remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.
Dalam penelitian Hartati disebutkan bahawa penelitian dilakukan dalam rangka pendekatan kognitif untuk remaja. Pendekatan bertujuan untuk membantu remaja agar lebih mampu dalam menilai dan mengkritik diri yang negatif, sehingga remaja bisa mengetahui hal negatif yang ada dalam dirinya, dan kemudian bisa merubahnya menjadi positif. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah pendekatan kognitif untuk melihat pengaruh kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja. Rancangan penelitian menggunakan desain eksperimen ulang non-random (non-randomized pre-test post-test, control group design) dengan follow-up. Subjek berjumlah 10 orang remaja laki-laki dan perempuan berusia 13-15 tahun yang memiliki nilai kecenderungan perilaku delinkuen tinggi dan sedang , lima orang pada kelompok eksperimen dan lima orang pada kelompok kontrol. Saat intervensi subjek diberikan materi mengenai perilaku delinkuen dan pendekatan kognitif, setelah itu subjek diminta menuliskan kritik negatif tentang diri mereka. Intervensi dilakukan sebanyak lima kali pertemuan, dan diukur menggunakan skala kecenderungan perilaku delinkuen pada pertemuan pertama (pre-test), pertemuan ke lima (post-test), dan pada followup. Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test menunjukkan adanya penurunan kecenderungan perilaku delinkuen subjek setelah pendekatan kognitif, yaitu pada saat pre-test ke post-test dengan nilai Z = -1.753 dan taraf signifikansi 0,04 (p < 0,05). Saat post-test ke follow-up, dengan nilai Z = - 0,944 dan taraf signifikansi 0,173 (p > 0,05). Saat pre-test ke follow-up dengan nilai Z = - 0,677 dan taraf signifikansi 0,249 (p > 0,05). Hasil yang didapatkan memperlihatkan bahwa menuliskan kritik negatif tentang diri dalam pendekatan kognitif mampu untuk menurunkan kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja.
Untuk memahami akar penyebab dan dinamika perilaku penyimpang pada remaja, perlu dilakukan kajian dari berbagai perspektif. Salah satu perspektif yang relevan adalah perspektif kognitif. Perspektif ini menekankan peran proses mental seperti persepsi, pikiran, dan keyakinan dalam membentuk perilaku individu. Dengan kata lain, perilaku penyimpang pada remaja dapat dipandang sebagai hasil dari cara remaja memproses informasi dan menafsirkan dunia di sekitarnya.
Untuk mengurangi kecenderungan perilaku delinkuen pada remaja, maka alternatif yang diberikan adalah intervensi melalui pendekatan kognitif. Penelitian ini difokuskan pada faktor kognisi yang diasumsikan sebagai salah satu penyebab perilaku delinkuen.
Teori Kognitif dan Kenakalan Remaja
Teori kognitif berpendapat bahwa cara seseorang berpikir dan menginterpretasikan informasi akan sangat mempengaruhi perilakunya. Dalam konteks kenakalan remaja, teori ini menggarisbawahi beberapa faktor kognitif yang dapat berkontribusi pada perilaku menyimpang, antara lain:
1. Pengetahuan yang Salah