Mohon tunggu...
Kosasih Ali Abu Bakar
Kosasih Ali Abu Bakar Mohon Tunggu... Dosen - Analis Kebijakan Ahli Madya, Pusat Penguatan Karakter

Baca, Tulis, Travelling, Nongkrong, Thinking

Selanjutnya

Tutup

Film

Tuhan, Izinkan Aku Berdosa

2 Juni 2024   19:23 Diperbarui: 2 Juni 2024   19:25 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Film religi “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” karya Hanung Bramantyo yang mengadopsi novel berjudul “Tuhan, Izinkan Aku Menjadi Pelacur” telah memperkaya perfilman Indonesia. Banyak hal yang bisa didiskusikan dari film ini, baik dari sisi spiritual maupun dari kehidupan nyata.

Saya, tidak ingin berbicara terlalu banyak akan alur ceritanya. Alurnya dalam beberapa cerita maju dan mundur, akan tetapi cukup mudah dipahami. Emosi yang dibangun dalam film ini dari sisi Kiran cukup detail dan menggugah. Ini membuat penonton sedikit banyak masuk ke dalam dunia pemikiran Kiran yang begitu kompleks dengan beragam emosi. Dari rasa cinta yang berubah menjadi kecewa, bertransformasi sebuah sikap menantang untuk pembuktian diri yang berubah menjadi dendam. Dalam film ini, karakter yang disematkan kepada Kiran adalah seseorang yang marah apabila keinginannya tidak tercapai, kemarahannya membuatnya akan melakukan apapun.

Ada beberapa nilai yang menarik didiskusikan pada film ini. Pertama, bilakah kekecewaan atas nama pemeluk agama atau seorang munafik itu kemudian menjadikan kita menantang Tuhan?. 

Agama jelas tidak pernah menyuruh umatnya untuk berbohong, fanatisme buta, atau menyakiti demi sebuah tujuan. Akan tetapi, dalam kenyataannya agama sering kali dijadikan alasan untuk itu semua. Terlebih lagi, ketika seseorang yang ingin mendapatkan pengaruh atau kekuasaan untuk popularitasnya dengan segala macam cara akan menutupi keburukannya dengan topeng religius.

Film ini menggambarkan dengan jelas, kebencian Kiran yang menumpuk. Kepada seorang Ahli Agama yang memfitnahnya atas nama fitnah itu sendiri, seorang dosen yang bermuka seribu demi keutuhan rumah tangga dan karirnya yang bertekuk lutut di bawah selangkangannya, dan seorang sahabat yang juga meninggalkannya karena karir organisasinya. Sedangkan orang-orang yang dianggap kotor dan hina oleh teman-teman dilingkarannya malah memberikannya perlindungan, rumah, dan kenyamanan.

Semua itu, membuatnya menantang Tuhan, hingga ia menjadi seorang pelacur kelas atas. Hanya saja, ia memilih melacurkan dirinya kepada orang-orang munafik, seperti orang-orang yang menyakitinya selama ini. Mereka yang suci di keluarga atau masyarakat, tapi masih mau membayar untuk menikmati tubuh moleknya. Ia bermaksud untuk merekam kemaksiatan mereka untuk disebarluaskan di masyarakat dengan mengorbankan dirinya sendiri.

Nilai kedua, kenapa Tuhan selalu mengecewakan hambanya? Ketika ia berusaha mendekatkan diri kepada Tuhan, malah cobaan dan kekecewaan yang diberikan Tuhan. 

Bicara Tuhan, bicara keimanan. Terkadang bicara iman dan fakta kehidupan sering kali tidak sama, inilah ujian sesungguhnya orang-orang yang beriman. Ini juga yang seringkali membuat manusia secara langsung maupun tidak langsung menantang Tuhan. Karena terjebak kepada doa dan takdir ketika bicara ketidakadilan Tuhan. Sehingga menantang Tuhan dengan melakukan larangan Tuhan. 

Kisah Kiran, bisa jadi ia ingin menjelaskan kepada Tuhan jika ia melakukan dosa tidak ditutup-tutupi seperti orang munafik yang dibencinya. Bahkan rasa dendamnya menjadikan ia berusaha menjatuhkan orang-orang munafik yang ada ditampuk kekuasaan. Tidak hanya itu, ini juga bentuk protesnya kepada Tuhan ketika segala sesuatu tidak sesuai dengan doa dan harapannya. Tapi, diakhir film ini, masalah ini diberikan  jawaban yang menenangkan, Tuhan tidak memberikan cobaan yang tidak bisa dipikul dan Tuhan lebih tahu mana yang dibutuhkan bukan yang diinginkan.

Nilai ketiga, mencintai-Nya hanya karena-Nya, bukan karena sesuatu apapun.

Pada awal film ada quote dari Jalaluddin Al Rumi, “Aku memilih mencintaimu dalam diam. Karena dalam diam tak akan ada penolakan. Aku memilih mencintaimu dalam kesepian. Karena dalam kesepian tidak ada orang lain yang memilikimu, kecuali aku”

Kemudian diakhir film, ada quote yang terinspirasi dari seorang sufi wanita, Rabiah Al Adawiyah, “Aku ingin mencintai-Mu bukan karena ditakut-takuti akan neraka-Mu atau dijanjikan surga-Mu”.

Perjalanan rohani Kiran memang unik, perjalanan cinta seorang hamba yang dibungkus dengan sebuah prinsip hidupnya. Bahkan dengan prinsipnya ia berani menantang Tuhannya, hanya untuk membuktikan kecintaannya kepada Tuhannya itu. Cintanya kepada Tuhan melewati batas surga dan neraka, batas golongan dan kelompok, bahkan batas antara baik dan benar.

Cinta kepada Tuhan yang tidak pada jalurnya akan membawa kemudharatan, karena cinta ini bisa melewati batasan apapun. Ketika cinta berubah menjadi benci atau dendam ketika ada kekecewaan, film “Tuhan, Izinkan Aku Berdosa” seolah-olah memberikan kita gambaran tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun