Aturan dalam membentuk TPPK ini diatur dalam Bab VI, pasal 24 s.d. 29. Hal yang perlu menjadi catatan adalah kekhususan pembentukan pada jenjang PAUD, boleh gabungan dari beberapa satuan pendidikan.Â
Penetapan TPPK ini oleh Kepala Satuan Pendidikan. Keanggotaannya minimal 3 orang yang berasal dari Pendidik dan perwakilan orang tua/wali murid (boleh dari Komite Sekolah), dan jika diperlukan ada perwakilan tenaga administrasi dari tendik. Bila tidak ada perwakilan dari Komite Sekolah, boleh digantikan dari unsur Pendidik. Masa tugasnya 2 tahun dan syarat keanggotaannya adalah tidak pernah terbukti melakukan kekerasan, pidana 5 tahun, dan hukuman disiplin pegawai. Hal yang menarik lainnya, sebutan untuk ketua dari tim ini adalah Koordinator dan harus Surat Pernyataan bermaterai memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Begitu juga berhentinya keanggotaan TPPK sudah diatur dalam pasal 28 dan evaluasi kinerja per tahun (pasal 29).
Untuk pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan diatur dalam pasal 30 s.d. 35. Polanya hampir sama sebenarnya dengan TPPK, tapi wewenang koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pemantauan yang lebih besar di Satgas ini. Satgas sendiri di bawah tanggung jawab dan ditetapkan olehKepala Daerah. Satgas juga diminta melakukan fasilitasi dengan pihak-pihak yang dibutuhkan dan memastikan terpenuhinya hak dan layanan pendidikan bagi peserta didik yang terlibat kekerasan dan berhadapan dengan masalah hukum. Satgas juga wajib melakukan pemantauan dan evaluasi per tahun sekaligus melaporkannya.
Untuk keanggotaannya, terdiri dari unsur Dinas Pendidikan, dinas yang berfungsi melindungi anak, dinas fungsi bidang sosial, dan organisasi atau profesi terkait. Persyaratan keanggotaan sama dengan TPPK, hanya saja masa keanggotaannya 4 tahun. Dan wajib dievaluasi kinerjanya per tahun. Tidak hanya penyebab berhentinya dari keanggotaan Satgas atau TPPK, aturan ini juga mengatur sanksi (Pasal 37 dan 38) Â bagi anggota yang melakukan pembiaran dan menyebarkan identitas korban.
Kapasitas Satgas dan TPPK
Selain pembentukan Satgas dan TPPK, hal penting lainnya adalah peningkatan kapasitas dari anggotanya (pasal 39 s.d. 60) yaitu tata cara penanganan kekerasan. Terbagi menjadi 5, yaitu penerimaan pelaporan, pemeriksaan, penyusunan rekomendasi dan kesimpulan, tindak lanjut hasil pemeriksaan, dan pemulihan.Â
Dalam pelaporan, harus dipahami bahwa pelaporan bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dengan berbagai moda baik luring maupun daring. Hal yang penting adalah diperlukannya bukti awal dan melindungi korban sekaligus memberikan penanganan awal dan kerahasiaan identitas.
Untuk pemeriksaan ada batasan waktu 30 hari kerja, bila lewat maka perlu dibuatkan pernyataan secara formal memang tidak bisa dilanjutkan. Pemeriksaan sebagai upaya mencari bukti lanjutan dan keterangan, Â peserta didik atau penyandang disabilitas harus didampingi orang tua/wali murid ketika diperiksa.Â
Untuk penyusunan kesimpulan dan rekomendasi harus ada kejelasan terbukti atau tidak terbukti. Bila terbukti ada hukuman yang diberikan, bila tidak terbukti maka ada proses pemulihan nama baik. Sedsngkan untuk pemulihan terhadap korban, saksi dan pelaku peserta didik bisa dilakukan sejak dini.Â
Secara jenjang, bila terjadi pembiaran kekerasan yang terjadi pada satuan pendidikan maka bisa diambil alih oleh Satgas, begitu juga bila Satgas lalai maka bisa diambil alih oleh Kementerian. Satgas/TPPK juga harus bisa melakukan pendampingan terhadap korban, saksi, dan terlapor/pelaku yang masih peserta didik atau pendidik dan tenaga pendidik serta memastikan didampingi oleh orang tua/wali murid bagi peserta didik. Selain itu, terdapat sanksi yang diberikan oleh Satgas/TPPK, bila korban merasa keberatan bisa mengajukan keberatan dalam waktu 10 hari, kemudian dilanjutkan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain Tata Cara, Satgas/TPPK harus paham dan mengerti akan hak korban, saksi, terlapor dan pelaku dalam penanganan kekerasan (Pasal 70).
Demikian beberapa kompetensi yang diatur untuk bisa dikuasai oleh Satgas maupun TPPK. Selain harus paham akan jenis dan bentuk kekerasan, harus tahu cara menangani kekerasan, dan hak atas korban, saksi dan terlapor/pelaku.Â
Kiranya pembentukan dan penguatan kapasitas dari Satgas dan TPPK ini menjadi prioritas utama dari turunnya Permendikbudristek ini. Kolaborasi menuju sekolah aman, nyaman, dan menyenangkan. Dalam mencapai target keduanya, dibutuhkan kolaborasi semua pihak. Hal ini terkait dengan jumlah sasaran yang cukup banyak, wewenang pembentukan ada di daerah dan satuan pendidikan, serta kolaborasi anggaran yang juga harus dibicarakan. Regulasi imi juga memandatkan semua pihak untuk mengalokasikan anggarannya.Â
Kiranya, kolaborasi ini bisa segera dilakukan demi menyongsong generasi emas Indonesia yang bebas dari mental terjajah dan dalam rangka menciptakan anak Indonesia yang percaya diri, berwawasan luas, kreatif, bernalar kritis, inovatif dan religius serta cinta tanah air dan Pancasilais.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H